Barru – Asrama Ikatan Mahasiswa Asal Pangkep (IMPAK) yang berdiri pada 2004 di Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, pernah menjadi rumah kedua bagi mahasiswa rantau yang menimba ilmu di sekitar Kampus IAI DDI Mangkoso. Dibangun dengan harapan besar, asrama ini dimaksudkan agar mahasiswa asal Pangkep bisa tinggal dengan nyaman tanpa terbebani biaya kos.
Namun, dua dekade berlalu, cita-cita mulia itu semakin memudar. Gedung yang seharusnya menjadi wadah kebersamaan kini menyimpan kisah getir. Dinding retak, plafon bocor, sumber air keruh, hingga mesin pompa yang rusak hampir setiap bulan. Bahkan, plafon gedung kini dihuni binatang liar, termasuk ular.
“Kalau hujan deras, air masuk dari mana-mana. Atap bocor, lantai becek. Kadang kami terpaksa belajar sambil memindahkan ember untuk menampung tetesan air,” tutur Muhammad Fathur Rezky R., salah satu penghuni, kepada Fajar Pendidikan, Jumat (3/10/2025).

Namun, bagi mahasiswa IMPAK, asrama yang dibangun sejak 2004 kini jadi ujian kesabaran: bocor, gelap, dan tak terurus.
Mereka hanya berharap, ada perhatian dari Pemda Pangkep
Fasilitas sanitasi pun tak kalah memprihatinkan. Dari tiga toilet yang tersedia, hanya dua yang berfungsi. Area parkir dibiarkan terbengkalai, tak tertata, dan gelap di malam hari.
Janji yang Tak Pernah Terwujud
Fathur menuturkan, kerusakan mulai tampak sejak 2018, namun hingga kini belum ada perbaikan berarti. “Sejak tahun 2022 sampai sekarang, Bupati Pangkep belum pernah sekalipun berkunjung untuk melihat kondisi kami di sini,” ujarnya kecewa.
Mahasiswa lain menambahkan, pemerintah daerah sebenarnya pernah meninjau, tetapi tindak lanjutnya nihil. Proposal perbaikan yang diajukan setiap pergantian kepengurusan pun tak pernah mendapat jawaban.
“Seolah-olah keberadaan kami di sini tidak dianggap penting,” keluhnya.
Ironisnya, setelah kondisi asrama mencuat ke publik, Pemda Pangkep meminta berbagai syarat administrasi agar bantuan bisa dicairkan: mulai dari data penghuni hingga fotokopi KTP dan KK. Masalahnya, sebagian besar penghuni kini bukan lagi mahasiswa asli Pangkep, melainkan mahasiswa dari daerah lain yang menjaga asrama tetap hidup.
“Kalau bukan mahasiswa dari luar yang merawat, mungkin gedung ini sudah jadi ‘gedung hantu tanpa penghuni’,” ungkap seorang mahasiswa.

Harapan untuk Rumah Kedua yang Layak
Asrama IMPAK memiliki nilai sejarah. Dibangun pada masa Bupati Syafruddin Nur, gedung ini diharapkan menjadi wadah generasi muda Pangkep. Kini, tujuan itu kontras dengan kondisi bangunan yang jauh dari kata layak.
Para penghuni berharap Pemda Pangkep membuka mata, meninjau langsung kondisi asrama, dan segera melakukan perbaikan. “Kami hanya ingin tinggal di tempat yang layak, agar bisa fokus kuliah, bukan sibuk memperbaiki kerusakan,” kata Fathur.
Sementara itu, bangunan tua berwarna kusam itu masih berdiri kokoh. Ia menjadi saksi bisu perjuangan mahasiswa yang tak hanya menuntut ilmu, tetapi juga memperjuangkan hak mereka untuk hidup di lingkungan yang layak dan manusiawi.
Hengki
