Angsa Merah

Perempuan itu menari di atas lumpur yang kotor. Wajahnya sangat bahagia hingga dia terus tersenyum. Memercikkan lumpur ke segala arah. Jalan kecil di ibu kota kerajaan sangat sepi.

Hanya dia dan suara gemercik lumpur yang memenuhi udara. Jarinya sangat lentuk mengikuti tangannya yang luwes. Tidak ada nyanyian, hanya ada senandung indah dan tarian itu sendiri.

Seorang wanita yang menggunakan baju pelayan terlihat berlari dengan tergesa-gesa menuju gadis tersebut.

- Iklan -

“Tuan putri, mohon hentikan!” seru wanita pelayan itu.

Perempuan yang merupakan seorang putri tetap menari tanpa memperdulikan pelayannya. Gaun putihnya yang gemerlap menjadi sangat kotor, tetapi tidak ada satu pun kecantikan sang putri yang berkurang.

“Tuan putri tolong hentikan sebelum ada warga yang melihat!” pelayan wanita berseru kembali. Merasa sang putri tidak akan berhenti, pelayan wanita berlari keluar dari jalan kecil tersebut.

- Iklan -

Tidak berapa lama setelah kepergian pelayan wanita, sang putri berhenti dengan wajah yang masih tersenyum. Bukan pergi dari jalan kecil itu, melainkan merias wajahnya dengan lumpur. Siapapun yang melihat akan menganggap bahwa sang putri adalah perempuan yang gila.

“Para angsa bernyanyi~ para angsa menari~ para angsa tenggelam di lumpur dengan suka cita~”

Dengan nada yang ceria, sang putri mulai bernyanyi. Melompat-lompat sambil memutar. Lumpur yang kotor dan bau mulai mengering di wajahnya. Hari sangat cerah, angin musim panas bertiup menerbangkan rambut hitam sang putri.

- Iklan -

Di tengah nyanyian sang putri. Terdengar bunyi baja yang bergesekan dengan jalan mendekati arah sang putri, namun sang putri tetap bernyanyi. Tak berapa lama, sekitar 5 prajurit dan 4 pelayan mengerumuni sang putri. Salah satu pelayannya adalah wanita yang tadi.

“Tuan putri, mari kita pulang!” perintah salah satu prajurit.

Sang putri menghentikan nyanyiannya. Dia masih saja tersenyum. Walaupun pakaian dan tubuhnya kotor karena lumpur, sang putri tetap menawan layaknya berlian.

“Gendong aku!” pinta sang putri dengan manja.

Salah satu prajurit maju dan menggendongnya bak ala pangeran negeri dongeng. Sang putri tertawa senang sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Mereka semua mulai berjalan menjauh dari jalan kecil itu, dalam diam dan hanya ada suara langkah kaki dengan baja berat dan sepatu dari para pelayan.

“Sebuah lumpur muncul dari tanah di musim panas~ Kakek menyuruh cucunya untuk bermandi di sana~ Kakek berkata bahwa dia akan membuat keajaibannnn~”

Orang-orang di sekitar sang putri tidak terkejut dengan sikapnya yang kekanak-kanakan. Mereka berjalan dengan wajah tanpa ekspresi, melewati jalan sisi ibu kota yang jarang dilalui oleh orang lainnya.

Sang putri berhenti bernyanyi ketika istana yang berlapis emas mulai muncul di matanya. Sangat menyilaukan tetapi juga sangat indah. Istana itu berada di ujung ibu kota. Semua orang di ibu kota dapat melihatnya dari rumah mereka, bahkan seekor semut pun dapat melihat istana yang berdiri dengan megah.

Sangat kokoh sampai orang-orang akan menganggap jika istana tidak akan hancur sekalipun diinjak oleh seorang raksasa.

“Oh tuan putri kami yang sangat cantik!” seorang pelayan pria mendekati mereka dengan terburu-buru begitu mereka masuk ke dalam istana.

“Pria kumis lucu, pria kumis lucu, saya memang sangat cantik!” balas sang putri dengan semangat.

“Tuan putri kita sangat lah cantik! Semua orang akan selalu terpesona dengan kecantikan putri istana ini!” pelayan pria itu merespon dengan tenang.

Sang putri tersenyum puas dan bangga. Dia mulai turun dari gendongan prajurit itu, dan berjalan sambil melompat-lompat menuju kamarnya. Bahkan saat dirinya mandi, dia bersenandung tanpa henti. Para pelayan akan membalasnya dengan kata-kata pujian, dan sang putri akan tersenyum dengan senang.

Kemudian, aktivitas sang putri akan berlanjut dengan acara makan malam bersama keluarganya, sang raja, sang ratu, dan kedua pangeran yang merupakan sepasang adik kembar.

“Sembilan hari lagi kita akan mengadakan pesta dansa dengan mengundang banyak bangsawan untuk acara pernikahan kami berdua yang ke dua puluh delapan.” Sang raja mulai membuka percakapan.

Dia memegang tangan sang ratu dan mengelusnya dengan lembut. Sang ratu tersenyum kecil kepada sang raja.

“Aku sangat iri karena kalian sangat romantik!” puji sang putri.

“Kamu juga suatu saat nanti akan mendapatkan pasangan hidup yang akan selalu bersama sampai iblis mengusir kalian dari neraka karena iri dengan keromantisan kalian.” Balas sang ratu, dia membelai rambut putri kebanggaan kerajaan mereka.

“Kalau begitu aku juga akan selalu bersama dengan ratuku sampai Tuhan dan para malaikat membenci kami karena cinta kami yang indah!” salah satu pangeran menyahut.

“Aku juga! Pasti alam baka akan menendang kami karena keindahan hubungan kami!” pangeran lainnya membalas.

Sang raja, sang ratu, kedua pangeran mulai tertawa, sedangkan sang putri memiringkan kepalanya. Apa yang menyenangkan dari mempunyai seorang kekasih, tanya sang putri. Ucapan sang putri tidak terdengar karena mereka semua sibuk tertawa dengan keras hingga

memuncratkan ludah. Para pelayan lainnya juga diam dan tetap sibuk menyiapkan makanan untuk keluarga raja mereka.

Setelah selesai makan malam, sang putri mulai menari kembali di taman. Di bawah sinar bulan sabit dia menari dengan indah. Angin malam tidak membuatnya gemetar. Bahkan ini lebih indah ketika daun-daun yang tertiup mengitari tubuhnya.

Tanpa alas kaki dan busana tidur yang tipis. Tidak ada pelayan, prajurit, atau keluarganya yang meneriaki menyuruhnya untuk berhenti. Tukang kebun sekalipun tidak menampakkan dirinya, bagaikan hari ini adalah hari yang sengaja diciptakan oleh Tuhan untuknya.

Tiba-tiba terdengar alunan suara musik di telinga sang putri, sangat lembut dan menenangkan. Seperti itu adalah suara dari alat musik petik. Sang putri telah menghentikan tariannya.

Dia mencari dari mana suara musik itu berasal. Suara itu berasal dari luar istana. Sang putri segera memanjat dinding pembatas yang tinggi itu. Tangannya sangat kuat memegang batu-batu di dinding pembatas.

Tubuh putih nan lembut itu mulai lecet ketika sang putri mulai memanjat. Tidak ada prajurit penjaga yang melihat atau lewat, ah, dia sangat yakin bahwa hari ini memang hari yang sengaja diciptakan Tuhan untuk dirinya.

“Wahhhh!”

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU