Kisah Rasulullah di Akhir Hayatnya

Pada hari Kamis, empat hari sebelum meninggal dunia, kondisi Rasulullah SAW semakin memburuk. Beliau meminta untuk dibawakan alat tulis dan berkata, “Aku akan menulis untukmu sebuah wasiat. Dengan wasiat itu, kamu tidak akan sesat setelahnya.”

Saat itu, di dalam rumah Rasulullah terdapat beberapa sahabat, termasuk Umar bin Khattab. Umar pun berkata, “Kini Rasulullah sedang dalam sakit yang sangat berat. Bukankah sudah ada Al-Quran? Cukuplah kita dengan kitab Allah itu.”

Namun, di antara keluarga dan sahabat, terjadi perbedaan pendapat. Beberapa dari mereka berpendapat bahwa Rasulullah perlu menulis wasiat, sementara yang lainnya, mengikuti pendapat Umar, merasa bahwa tidak perlu lagi karena Al-Quran sudah cukup. Perdebatan pun semakin memanas.

Menyadari hal ini, Rasulullah SAW dengan lemah berkata, “Keluar kalian semua dari sini!” Setelah itu, beliau mengeluarkan tiga wasiat penting, yaitu:

  1. Mengusir Kaum Yahudi, Nasrani, dan Musyrikin dari Semenanjung Tanah Arab.
  2. Meneruskan misi dakwah dan hubungan baik dengan perwakilan-perwakilan yang telah beliau kirimkan sebelumnya.
  3. Berpegang teguh pada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, serta melanjutkan pengiriman pasukan Islam yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid. Selain itu, beliau berpesan agar umat Islam terus menjaga salat dan menjalin hubungan baik antar sesama umat.
Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Rabu, 13 November 2024: Iman atau Pengalaman

Meskipun dalam keadaan sakit yang parah, Rasulullah tetap menjalankan kewajiban salat. Beliau menjadi imam dalam salat berjamaah, dan pada hari itu, beliau memimpin salat Maghrib dengan membaca Surah “Al-Mursalat”.

Namun, ketika waktu salat Isya tiba, sakit Rasulullah semakin parah. Aisyah RA menceritakan bahwa beliau sudah tidak bisa lagi berdiri dan keluar untuk salat berjamaah di masjid. Rasulullah bertanya, “Apakah orang-orang sudah salat?” Kami menjawab, “Tidak, ya Rasulullah, mereka sedang menunggu Anda.”

Rasulullah SAW meminta agar air disiapkan dalam sebuah panci. Beliau kemudian bersuci, dan meskipun tubuhnya sangat lemah, beliau berusaha berdiri. Namun, setelah itu, beliau pingsan sejenak. Ketika sadar, beliau kembali bertanya, “Apakah orang-orang sudah salat?” Kejadian beliau pingsan berulang kali terjadi.

Pada akhirnya, Rasulullah memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam salat bagi umat. Abu Bakar pun melaksanakan perintah Rasulullah SAW dan memimpin salat sebanyak tujuh belas kali pada hari itu, selama Rasulullah masih hidup.

Aisyah sempat mengajukan permintaan agar ada petunjuk dari Rasulullah mengenai siapa yang sebaiknya menjadi imam. Aisyah khawatir orang-orang akan beranggapan buruk jika Abu Bakar terus menjadi imam. Namun, Rasulullah SAW menolak dengan lembut dan berkata, “Kalian adalah seperti para pengikut Nabi Yusuf yang banyak berdalih. Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam.”

- Iklan -
Baca Juga:  Sekelumit dari Kemuliaan Abu Bakar Shidiq

Sehari Sebelum Wafat

Pada hari Ahad, sehari sebelum beliau wafat, Rasulullah merasa sedikit lebih baik dan keluar rumah dengan dibantu dua orang sahabat untuk menunaikan salat Dhuhur. Abu Bakar menjadi imam bagi jamaah. Ketika melihat Rasulullah yang sedang menuju tempat salat, beliau merasa tidak mampu untuk berdiri dan mundur sedikit.

Namun, Rasulullah SAW memberi isyarat agar Abu Bakar tidak mundur. Beliau kemudian meminta dua orang yang membantunya untuk mendudukkannya di samping Abu Bakar. Rasulullah duduk di sebelah kiri Abu Bakar, dan Abu Bakar mengikuti (beriqtida’) dengan Rasulullah di sampingnya, sementara takbir para jamaah terdengar mengiringi salat tersebut.

Kisah ini mencerminkan keteguhan Rasulullah dalam menjalankan ibadah hingga saat-saat terakhir hidupnya, serta betapa beliau sangat memperhatikan urusan umatnya, bahkan di saat-saat terakhir hidupnya. Kisah ini juga menunjukkan pentingnya menjaga salat dan terus berpegang teguh pada ajaran Islam yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. (bersambung – Ana)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU