Barru – Di kawasan Salomoni,Desa Lipukasi, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, berdiri kokoh pohon-pohon aren (Arenga pinnata) yang bagi sebagian orang mungkin hanya tanaman liar. Namun bagi warga setempat, pohon aren adalah nadi penghidupan yang mengalirkan harapan di tengah keterbatasan.
Dari batang tandan bunga jantan pohon ini, setiap hari mengalir cairan manis yang dikenal sebagai nira. Nira menjadi bahan utama gula merah, cuka aren, hingga minuman tradisional fermentasi.
Proses penyadapan nira bukan perkara mudah. Setiap pagi dan sore, petani harus memanjat pohon, memotong tandan sedikit demi sedikit, lalu menampung tetesan nira dalam wadah bambu atau plastik. Nira segar berwarna putih keruh dengan cita rasa manis alami yang khas.
Namun, di balik manisnya nira, tersimpan cerita getir yang jarang terdengar.
“Saya ambil nira ini, Pak, tujuh sungai saya lewati tiap hari demi kebutuhan ekonomi keluarga. Padahal harganya cuma dua puluh ribu per lima liter,” kata seorang petani nira kepada Fajar Pendidikan, Kamis (3/7/2025), dengan nada lelah.
Jika nira itu diolah menjadi gula merah, hasilnya pun tak seberapa. Seratus liter nira hanya menghasilkan sekitar 50 cetakan gula merah yang dijual seharga Rp8.000 per biji.
“Kalau saya bikin gula merah, seratus liter jadi lima puluh biji gula. Masaknya dari pagi sampai mau sore baru selesai. Tapi harganya cuma delapan ribu satu biji,” ujarnya sambil mengusap keringat di wajahnya yang legam terbakar matahari.
Lebih memilukan, risiko keselamatan pun menjadi harga yang harus dibayar. Tak jarang, ada petani yang jatuh saat memanjat pohon atau saat menyeberangi derasnya sungai.
“Ada juga yang jatuh sampai meninggal dunia. Mau bagaimana lagi, Pak, demi kebutuhan ekonomi kita. Kita jalan jauh, melewati tujuh sungai,” katanya lirih.
Walaupun harga tak menjanjikan, para petani nira di Lipukasi tetap bekerja dengan tekun demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Di tengah kerasnya medan dan rendahnya harga jual, mereka bertahan dengan sabar. Para Penyedab pohon aren berharap ada dukungan nyata dari pemerintah, seperti peningkatan harga, pelatihan pengemasan, pemasaran produk UMKM, hingga bantuan alat penyadap dan pengolah nira.
Desa Lipukasi sejatinya memiliki potensi luar biasa sebagai sentra penghasil nira dan gula merah berkualitas di Kabupaten Barru. Namun, tanpa dukungan dari berbagai pihak, potensi ini akan sulit berkembang maksimal.
Hari ini, langkah kaki mereka masih setia menyeberangi tujuh sungai. Dengan tangan terampil, mereka terus menjaga warisan tradisi, seraya menunggu uluran perhatian dan kebijakan yang berpihak.
Hengki