Latar Belakang Kehidupan dan Sosok Umar Bin Khattab

Oleh: Ustadz Armin Pane Alkindi Anggota GMI (Gerakan Muballigh Islam) Lampung.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi watak dan kepribadian Umar lebih bersifat “ekstern”, karena datangnya dari luar diri Umar, yang pada gilirannya membuat kepribadiannya lebih kuat dan lebih berani untuk tampil menegakkan keadilan dan kebenaran.

Faktor-faktor itu adalah:

Pertama: Umar dilahirkan di lingkungan kabilah Bani ‘Adi Ibn Ka’ab, yaitu satu kabilah yang terhitung kecil dan tidak kaya, tetapi menonjol di bidang ilmu dan kecerdasan. Oleh sebab itu kabilah ini sering dipercayai dalam tugas penyelesaian kasus-kasus perselisihan yang terjadi antara berbagai kabilah dalam suku Quraisy.

Tugas semacam ini telah diwarisi dari generasi ke generasi. Kakek Umar, Nufail Ibn Abdul Uzza tercatat sebagai salah seorang yang sukses dalam menyelesaikan persengketaan kepala suku antara kakek Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam, Abdul Mutholib dengan Harb Ibn Umaiyyah. Yang atas dasar pertimbangan dan alasan yang dikemukakan Nufail, kepala suku Quraisy akhirnya disepakati untuk dipegang oleh Abdul Mutholib.

- Iklan -

Kedua: Karena kedudukan yang demikian terhormat berada pada kabilah Bani ‘Adi, maka rasa permusuhan dari kabilah-kabilah lain tak bisa dihindarkan. Dan, disebabkan kecilnya jumlah anggota kabilah Bani ‘Adi, maka rasa permusuhan yang telah lama timbul dari kabilah Bani Abdul Syam, muncul kepermukaan pada masa Al-Khoththob, ayah Umar.

Akibat ancaman dan penganiayaan yang sering dilakukan oleh kabilah Bani Abdul Syams terhadap kabilah Bani ‘Adi, maka tak ada pilihan lain kecuali mencari perlindungan kepada kabilah Bani Sahm.

Perlindungan ini berlangsung terus sampai Umar menyatakan dirinya masuk Islam. Pengalaman pahit yang dialami Umar ini sudah barang tentu mempunyai kesan tersendiri terhadap kepribadiannya.

- Iklan -

Ketiga: Perjalanan panjang yang dilalui oleh leluhur dan keluarganya, telah menumbuhkan semangat baru dalam diri Umar. Pada satu fihak dia harus bersikap keras dan pada fihak lain ia berusaha untuk berbuat seadil-adilnya.

Perlakuan tidak adil dari sementara kabilah terhadap kabilah Bani ‘Adi dirasakan oleh Umar sebagai tindakan yang tidak berkeperikemanusiaan. Dengan datangnya Islam membawa ajaran persamaan dan keadilan, maka apa yang telah tumbuh dalam dirinya menjadi semakin subur dan semakin mantap.

Keempat: Adanya kepercayaan dari Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam terhadap Umar yang tercermin dalam berbagai sabda beliau sholalloohu ‘alaihi wa sallam, seperti .”Bahwa sesungguhnya Alloh telah menjadikan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”.”Andaikata sesudahku ada Nabi, maka Umar lah orangnya (yang paling tepat)”.

- Iklan -

Atas dasar pandangan-pandangannya itulah maka Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam bukan saja menjadikan Umar sebagai teman bermusyawarah, tetapi juga memberi kepercayaan kepadanya untuk menyelesaikan kasus-kasus tertentu. Yang sudah barang tentu hal ini akan semakin memperkokoh keyakinan dan kepercayaan atas dirinya.
Walloohu a’lam.

Setelah cukup lama, terdengarlah berita besar tentang masuk Islamnya Umar bin Khoththob di kalangan para Muhajirin di negeri Habasyah (sekarang: Ethiopia). Mengetahui hal itu maka mereka segera kembali ke Makkah.

Namun dikala itu penduduk Makkah, pemimpin-pemimpin, para penasehat dan para penguasa yang ada di sana masih belum mempunyai rasa kasih sayang terhadap kaum muslimin dan belum bisa menerima perkembangan yang ada.

Mereka masih tetap berusaha meningkatkan aksinya untuk mempersempit perjuangan ummat Islam. Mereka masih teguh pendiriannya untuk terus menyakiti ummat Islam dengan beraneka cara.

Dikala Alloh telah memberi idzin kepada Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam untuk hijrah ke Madinah, maka beliau sholalloohu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa hijrahnya kaum muslimin sebelum itu adalah telah memperoleh keselamatan untuk memotivasi para Muhajirin yang berangkat hijrah ke Madinah. Begitulah tuntunan dan nasehat yang dinyatakan oleh beliau sholalloohu ‘alaihi wa sallam.

Hijrahnya Umar ke Madinah dilakukannya dengan cara berbeda dan sangat aneh.Sebab kebanyakan kaum muslimin waktu hijrah ke Madinah, keluar dengan cara menyamar dari Makkah, berkelompok-kelompok dan saling jaga menjaga.

Akan tetapi Umar berhijrah tidak sama dengan saudara-saudaranya seiman itu.Dimana, keberanian dan kekerasannya seakan-akan tidak rela bila ia keluar dengan cara menyamar di waktu malam atau bersama seseorang.

Apalagi setelah mengetahui perlakuan kaumnya terhadap Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam sewaktu beliau akan hijrah yang beliau akan dibunuh oleh pemuda-pemuda yang merupakan wakil dari setiap kabilah yang ada di Makkah. Yang hal ini tentunya membuat Umar sangat geram.

Maka beraksilah Umar ketika dia akan memulai perjalanan hijrahnya.Ia menyandang pedangnya, memanggul busur panah, membawa panah di tangannya dan melipat tongkatnya. Kemudian ia berjalan melewati arah Ka’bah, padahal para pemimpin Quraisy sedang berada di halaman Ka’bah waktu itu.

Sesampai di Ka’bah ia bertawaf di sekelilingnya tujuh kali dengan mantap.Setelah itu ia mendatangi makam Nabi Ibrohim ‘alaihis salam dan mengerjakan sholat di situ.Selanjutnya ia berdiri di muka kalangan kaum Quraisy itu seraya berkata lantang kepada mereka dengan nada sinis:”Siapa yang akan meninggalkan ibunya, atau meyatimkan anaknya, atau menjadikan janda isterinya, maka baiklah menemui saya di belakang lembah ini”.
Setelah itu Umar meneruskan perjalanannya sedangkan kaum Quraisy terkunci mulutnya dan terdiam seribu bahasa.

Umar tiba di Madinah setelah merasa letih dan dahaga lagi susah payah.Dia beberapa hari merasa sangat rindu untuk bertemu dengan Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam yang sepanjang perjalanan ia senantiasa berusaha mencari tahu beritanya, hingga sampai pada hari yang mulia yang ia akan dapat bertemu dengan Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam.

Sesampainya di Madinah, berita kedatangannya menyebar dari mulut ke mulut.Dan, serombongan kaum muslimin segera menjemputnya dengan penuh penghormatan. Di kala itu Umar tak dapat menahan cucuran air matanya yang mengalir dengan deras karena rasa riang dan gembira yang tak terhingga.

Apalagi setelah dia melihat orang yang sangat dicintainya, yang ia cintai melebihi siapapun dari selain Allah, yaitu Muhammad Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam, berdiri dalam keadaan sehat wal afiat menyambut kehadirannya dengan senyum yang lebar seraya merentangkan tangan.

Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wa sallam memeluk Umar dengan pelukan penghormatan yang amat sangat hangat. (p/wa/ana)

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU