Beranda blog Halaman 179

Resep Kuah Ketupat/Lontong, Favorit Banyak Orang

0

Rubrik Selera Nusantara edisi kali ini menyajikan resep Kuah Ketupat/Lontong by @emihacikenz. Kuah Ketupat atau Kuah Lontong adalah salah satu pelengkap yang sering disajikan bersama ketupat atau lontong dalam berbagai hidangan, terutama saat Lebaran atau acara spesial lainnya.

Ciri Khas

Rasa: Kuah ini umumnya memiliki rasa gurih dan sedikit pedas, tergantung pada bahan dan rempah yang digunakan. Rasanya bisa bervariasi antara manis dan asin, tergantung pada jenis hidangan yang disajikan.
Tekstur: Kuahnya biasanya kental dan kaya, memberikan sensasi yang memuaskan saat dinikmati.

Variasi

Kuah Soto: Di beberapa daerah, kuah ini mirip dengan kuah soto, yang memberikan rasa khas yang segar dan beraroma.
Kuah Gulai: Beberapa versi kuah ketupat juga terinspirasi dari gulai, dengan penggunaan rempah yang lebih kaya dan kompleks.

Penyajian

Kuah Ketupat biasanya disajikan dalam mangkuk bersama potongan ketupat atau lontong. Hidangan ini sering dipadukan dengan pelengkap lain seperti rendang, opor ayam, atau sayur lodeh.

Kuah Ketupat/Lontong adalah hidangan yang tidak hanya lezat tetapi juga memiliki makna khusus dalam budaya Indonesia. Kelezatannya yang kaya dan keanekaragaman resep membuatnya menjadi favorit banyak orang, terutama dalam perayaan. Setiap suapan memberikan perpaduan rasa yang harmonis antara kuah dan ketupat/lontong, menjadikannya hidangan yang memuaskan dan berkesan.

Resep Kuah Ketupat/Lontong

Bahan:

  • Secukupnya daging sapi. Diresep ini, mix dengan tetelan
  • 2 wortel, iris iris seperti korek api
  • 1 buah labu siam, parut kasar
  • 1 buah kentang, potong seperti kotak kecil
  • 1 batang serei, geprek
  • Seruas lengkuas geprek
  • 3 lembar daun salam
  • Pete secukupnya
  • 1 bungkus santan instant 65 ml
  • 2 sendok makan bubuk crimer fibercream
  • Air 1000 – 1500 ml atau secukupnya
  • Garam, gula pasir dan kaldu bubuk secukupnya

Bumbu yang Dihaluskan

  • Secukupnya cabe merah
  • 12 butir bawang merah
  • 4 butir bawang putih
  • Kunyit secukupnya
  • 1/2 sdt terasi
  • 3 butir kemiri

Cara Membuat Kuah Ketupat/Lontong

  1. Rebus daging hingga cukup empuk. Lalu tumis bumbu yang sudah dihaluskan.
  2. Masukkan serei, lengkuas, dan daun salam. Masukkan ke rebusan daging. Masukkan potongan kentang dan irisan wortel, selanjutnya serutan labu siang. Lalu masukkan santan dan crimer. Aduk hingga tercampur rata.
  3. Setelah semua bahan empuk, masukkan pete. Lalu angkat dan sajikan dengan ketupat atau lontong.

Selamat mencoba dan menikmati. (Ana)

Resep Bubur Cendil, Pilihan Tepat Penggemar Makanan Manis

0

Rubrik Selera Nusantara edisi kali ini menyajikan resep Bubur Cendil. Bubur Cendil adalah salah satu makanan penutup tradisional Indonesia yang populer, terutama di daerah Jawa.

Makanan ini terbuat dari tepung ketan yang dicampur dengan air dan pewarna alami, biasanya berwarna hijau yang dihasilkan dari daun pandan. Adonan tersebut dibentuk bulat-bulat kecil dan direbus hingga matang.

Setelah matang, Bubur Cendil biasanya disajikan dengan saus gula merah yang kental, santan, dan kadang-kadang taburan kelapa parut. Rasanya manis dan gurih, dengan tekstur kenyal yang sangat menggugah selera.

Kelezatan Bubur Cendil terletak pada perpaduan rasa manis dari gula merah dan krim santan yang memberikan kekayaan rasa. Cocok dinikmati sebagai makanan penutup atau camilan saat santai. Banyak orang juga menyukainya karena tampilannya yang menarik dan warna-warni ceria.

Rasa dan Tekstur

  • Rasa: Manis dari gula merah dan gurih dari santan.
  • Tekstur: Kenyal dan lembut, memberikan sensasi yang menyenangkan saat dikunyah.

Makanan ini sangat populer di berbagai acara, mulai dari pasar tradisional hingga festival kuliner. Bubur Cendil juga menjadi simbol kebudayaan kuliner Indonesia yang kaya dan beragam.

Bubur Cendil tidak hanya enak, tetapi juga mencerminkan kekayaan tradisi kuliner Indonesia. Secara keseluruhan, Bubur Cendil adalah pilihan yang tepat bagi penggemar makanan manis dan tradisional.

Resep Bubur Cendil

Bahan Bola-bola Cendil:

  • 200 gram tepung ketan
  • 200 ml air

Campur kedua bahan di atas, uleni, kemudian bulatkan seperti bola-bola kecil

Bahan Rebusan Cendil

  • 1500 ml air
  • 230 gram gula merah
  • 1 lembar daun pandan

Bahan Larutan

  • 200-230 gram tepung kanji
  • 200 ml air

Kuah Santan

  • 50 ml santan
  • 1/2 sendok teh garam halus
  • 1 lembar daun pandan

Campur bahan lalu rebus, kemudian sisihkan

Cara Membuat Bubur Cendil

  1. Rebus bola-bola cendil ke dalam bahan rebusan tadi. Setelah mengapung, kecilkan api, tuang perlahan-lahan larutan tepung kanji dan aduk cepat biar tidak gosong.
  2. Tunggu sampai meletup-letup, lalu matikan api. Sajikan dengan kuah santan.

Selamat mencoba dan menikmati. (Ana)

Resep Ikan Berujung Goreng Kunyit, Enak dan Menyehatkan

0

Rubrik Selera Nusantara edisi kali ini menyajikan resep Ikan Berujung Goreng Kunyit dari @yulichia88. Ikan berujung goreng kunyit adalah hidangan yang kaya rasa dan memiliki aroma yang menggugah selera.

Proses menggoreng ikan dengan bumbu kunyit memberikan warna kuning yang cerah serta cita rasa yang khas. Berikut adalah beberapa poin ulasan mengenai hidangan ini:

Rasa: Kunyit memberikan sentuhan rempah yang hangat dan sedikit pedas, menjadikan ikan terasa lebih nikmat. Kombinasi bumbu yang tepat bisa meningkatkan rasa ikan.

Tekstur: Ikan yang digoreng dengan kunyit biasanya memiliki kulit yang renyah di luar namun tetap lembut di dalam, memberikan pengalaman makan yang memuaskan.

Kesehatan: Kunyit dikenal memiliki banyak manfaat kesehatan, termasuk sifat anti-inflamasi dan antioksidan. Jadi, hidangan ini tidak hanya enak tetapi juga sehat.

Penyajian: Hidangan ini sering disajikan dengan nasi putih dan sambal, sehingga sangat cocok untuk hidangan keluarga. Sayuran segar sebagai pelengkap juga bisa menambah kesegaran.

Variasi: Anda bisa bereksperimen dengan menambahkan bahan lain seperti bawang merah, bawang putih, atau rempah lain untuk menambah kedalaman rasa.

Secara keseluruhan, ikan berujung goreng kunyit adalah pilihan yang lezat dan menggugah selera, cocok untuk berbagai kesempatan!

Resep Ikan Berujung Goreng Kunyit

Bahan:

  • 350 gram ikan berujung

Bahan sambel terasi

  • 7 butir cabe merah dan 5 butir cabe rawit
  • 1 buah tomat kecil
  • 5 butir bawang merah
  • 3 siung bawang putih
  • 4 gram terasi
  • Garam, gula pasir dan gula merah secukupnya
  • Minyak untuk menggoreng
  • Jeruk kunci

Cara Membuat:

  1. Goreng cabe, tomat, bawang merah dan bawang putih, terasi, hingga layu dan terasi matang.
  2. Angkat lalu ulek kasar, tambahkan garam, gula pasir dan gula.merah, kemudian kucuri air perasan jeruk kunci.

Cara Membuat Ikan Berujung Goreng Kunyit

  1. Siapkan 350 gram ikan berujung, boleh ikan lain. Ikan berujungnya dibelah. Lalu cuci bersih, buang insang dan sisik ikannya.
  2. Marinasi dengan 1 sendok teh bubuk kunyit, 1 sendok teh garam, 4 butir air perasan jeruk kunci. Tunggu sampai bumbunya meresap, kira-kira 1 jam.
  3. Selanjutnya, goreng dengan minyak panas, sampai warnanya cakep dan garing. Lalu angkat dan sajikan dengan sambel terasi dan lalapan.

Selamat mencoba dan menikmati. (*)

Catatan Ilham Bintang: Kang Farid Telah Tiada

0

Kang Farid, begitu kami menyapa wartawan senior Farid Ridwan Iskandar ( FRI) yang telah tiada. Ia sosok jurnalis professional, tekun, sabar mendidik dan mengayomi wartawan bawahannya. Sikap itu tampaknya buah dari sekian tahun ia mengenyam pendidikan hingga sarjana di IKIP Bandung.

Kang Farid salah satu tulang punggung Tabloid C&R. Ia memahami betul policy pemberitaan media infotainment yang di masanya terbesar di Tanah Air itu. Kami intens berdiskusi setelah mantan wartawan Majalah Tempo itu menjabat Redaktur Pelaksana Tabloid C&R.

Jabatan terakhir almarhum sebelum Tabloid C&R tutup tahun 2019, adalah Wakil Pemimpin Redaksi. Setelah Tabloid C&R tutup Kang Farid kembali ke Bandung. Selama bekerja C&R ia memilih menetap di Jakarta dan hanya sesekali pulang ke Bandung berkumpul dengan keluarga. Atau keluarganya lah yang mengunjunginya di Ibukota.

Memang, boleh dikatakan Kang Farid adalah pelaksana pemimpin redaksi sehari-hari karena kesibukan saya sering bepergian ke luar kota maupun ke luar negeri. Meski demikian, saat saya berada di luar Jakarta, kami intens berkomunikasi. Dengan komunikasi via ponsel atau kontak WhatsApp (WA) cover story maupun banner (judul sampul) tabloid pada waktu dead line, diputuskan.

Saya merasa aman dan nyaman memberi tanggung jawab kepada Kang Farid. Dia orang berilmu. Sabar, rendah hati, dan tahu diri: tetap saja dia menyerahkan kepada saya mengambil keputusan terakhir untuk cover story. Hatta, saya sedang berada di Tanah Suci sekali pun.

Dia berendah hati mengaku tidak percaya diri untuk menentukan cover story maupun banner atau judul cover. Farid yang berinisiasi membukukan reportase jurnalistik dan tulisan komentar saya ( baca : tajuk rencana C&R)Dia telaten mengumpulkan tulisan saya : memilih, mengedit, dan sekaligus memberi pengantar beberapa buku kumpulan reportase jurnalistik itu.

Dengan gambaran hubungan kami yang dekat yang lebih sebagai sahabat, jelas saya merasa sangat kehilangan ketika Jumat (11/10) pukul 11 malam mendapat kabar duka Kang Farid meninggal dunia sejam sebelumnya di RS Advent, Bandung. Almarhum sempat dirawat sejak Selasa (8/10) malam di RS itu.”

Ayah mendapat serangan jantung dua kali. Selasa malam dan Jumat malam,” kata Gemma Pratama, salah satu putera kembarnya, melalui telpon, Sabtu ( 12/10)siang. Saya sedih dan menyesal lantaran kurang sehat, sehingga tidak bisa melayat dan mengangtarkan almarhum ke pemkamannya di TPU Sirnaraga, Bandung, Sabtu pagi.

Sebenarnya, Rabu (9/10) petang saya sudah mendapat informasi mengenai kondisi kesehatannya, namun siapa yang menyangka ia pergi secepat itu.

Pemred Ceknricek.com yang pertama kali mengabarkan Kang Farid mendapat serangan jantung. Tidak lama setelah itu, Arif menyusulkan informasi melegakan mengenai kondisi Farid yang sudah membaik, sudah sadar, dan dalam penanganan medis di ruang ICU. Alhamdulillah.

Namun, Jumat (11/10) sekitar pukul 11 malam, masuklah informasi dari berbagai kawan di WA, Kang Farid telah tiada. Kang Farid wafat dalam usia 65 tahun ( kelahiran Februari 1959) meninggalkan istri, empat anak, dan empat cucu.

Inna lillahi wa inna ilahi rojiun. Allah SWT telah menetapkan kehendaknya, dan kita hambanya meyakini itulah yang terbaik. Insya Allah, Kang Farid, Husnul Khotimah. Diberikan tempat yang lapang, nyaman, dan indah di sisi Allah SWT.

Serangkan keluarga, istri, anak, menantu, dan cucu-cucunya yang berduka, diberi kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan melepas kepergian almarhum.

Selamat jalan, Kang. (*)

Tari Serimpi : Sejarah, Makna, Gerakan, Properti dan Pakaian

Artikel ini akan membahas mengenai Sejarah Tari Serimpi, Makna Tari Serimpi dan Pakaian yang dikenakan oleh para penarinya.

Tari Serimpi adalah tarian klasik yang berasal dari keraton Yogyakarta dan Surakarta (Solo), Jawa Tengah. Tarian ini dikenal karena gerakannya yang lemah gemulai, penuh dengan keanggunan, dan kerap dipentaskan dalam acara-acara penting kerajaan. Tari Serimpi memiliki sejarah panjang dan dianggap sebagai salah satu tarian sakral dalam tradisi Jawa, terutama di lingkungan keraton.

1. Sejarah Tari Serimpi

Tari Serimpi diyakini sudah ada sejak masa Kesultanan Mataram pada abad ke-17, ketika Sultan Agung (1613–1645) berkuasa. Tarian ini awalnya merupakan tarian istana yang dipentaskan secara eksklusif dalam acara-acara resmi keraton, seperti penobatan raja atau upacara kenegaraan. Serimpi juga digunakan sebagai bagian dari ritual yang melibatkan doa untuk kesejahteraan raja dan keraton.

Setelah Kesultanan Mataram terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pada tahun 1755 melalui Perjanjian Giyanti, Tari Serimpi berkembang dengan ciri khas masing-masing di kedua keraton tersebut. Meski demikian, inti dari tarian ini tetap sama, yaitu menampilkan kehalusan, ketenangan, dan keanggunan khas perempuan Jawa.

2. Makna Tari Serimpi

Tari Serimpi tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Kata “Serimpi” diyakini berasal dari kata “impi” yang berarti mimpi, melambangkan suasana mistis dan sakral yang dihadirkan melalui gerakan-gerakan yang pelan dan lembut.

Tari Serimpi sering dianggap sebagai simbol dualisme dalam kehidupan, seperti antara baik dan buruk, langit dan bumi, laki-laki dan perempuan. Tarian ini juga mencerminkan keharmonisan dan keseimbangan antara dua sisi yang bertentangan tersebut.

Dalam pertunjukan tradisionalnya, Tari Serimpi sering kali menceritakan kisah pertempuran antara dua kelompok, namun penyampaiannya dilakukan secara halus dan simbolis, dengan gerakan yang lebih menekankan keindahan daripada kekerasan.

3. Gerakan Tari Serimpi

Gerakan Tari Serimpi sangat lembut, anggun, dan penuh makna. Setiap gerakan dilakukan dengan sangat perlahan, seolah-olah membawa penonton ke dalam suasana tenang dan damai. Beberapa ciri khas gerakan dalam Tari Serimpi antara lain:

  • Gerakan Tangan: Gerakan tangan penari sangat halus dan terkontrol, melambangkan kelembutan dan keanggunan perempuan Jawa. Tangan sering kali bergerak dengan pola yang mengalir, mengikuti irama gamelan.
  • Langkah Kaki: Penari Serimpi berjalan dengan langkah kecil dan pelan, mencerminkan keanggunan dan kehati-hatian dalam setiap gerak. Langkah kaki yang teratur dan lambat memberikan kesan tenang.
  • Gerakan Kepala: Kepala penari sering kali bergerak secara lembut dan berirama, menambah keindahan gerakan keseluruhan.
  • Gerakan Mata: Mata penari juga ikut bergerak dengan perlahan, mengikuti alur gerakan tubuh dan irama musik, menambah kedalaman ekspresi tarian.

Keseluruhan gerakan Tari Serimpi bertujuan menciptakan suasana yang penuh ketenangan dan keseimbangan, tanpa ada gerakan yang tergesa-gesa atau berlebihan.

4. Properti dalam Tari Serimpi

Dalam Tari Serimpi, penari menggunakan beberapa properti yang memperkuat simbolisme tarian, di antaranya:

  • Keris: Keris sering digunakan sebagai simbol kekuatan dan perlindungan. Penari memegang keris dalam beberapa gerakan, menggambarkan kekuatan yang tetap terkendali dan terjaga dalam keseimbangan.
  • Selendang (Sampur): Selendang yang dikenakan oleh penari sering kali digunakan untuk memperindah gerakan tangan dan menambah kesan anggun dalam pertunjukan.

Properti-properti ini tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap estetika, tetapi juga memiliki makna simbolis yang mendalam dalam konteks kisah yang dibawakan.

5. Busana Tari Serimpi

Busana dalam Tari Serimpi merupakan busana tradisional Jawa yang mencerminkan kehalusan budaya keraton. Penari Serimpi biasanya mengenakan:

  • Kebaya: Penari mengenakan kebaya dengan hiasan yang anggun dan biasanya berwarna cerah atau netral, yang melambangkan kesucian dan keindahan.
  • Kain Batik: Kain batik tradisional Jawa dengan motif yang halus dikenakan sebagai sarung atau kain panjang yang diikat di pinggang.
  • Sanggul: Rambut penari ditata dengan sanggul besar khas Jawa, menambah kesan formal dan elegan.
  • Perhiasan: Gelang, kalung, dan aksesoris lain sering kali dikenakan untuk mempercantik penampilan dan mencerminkan status sosial penari dalam konteks budaya keraton.

Busana yang dikenakan penari Serimpi menekankan kesederhanaan yang elegan, tanpa terlalu banyak hiasan yang mencolok.

6. Musik Pengiring

Tari Serimpi diiringi oleh gamelan Jawa, yang terdiri dari berbagai alat musik tradisional seperti:

  • Saron: Instrumen logam ini menghasilkan suara melodi utama dalam gamelan.
  • Kendang: Kendang digunakan untuk mengatur tempo dan irama gerakan penari.
  • Bonang, Gong, dan Kenong: Alat-alat musik ini memberikan lapisan harmoni yang mendalam pada musik pengiring.
  • Gender: Gender memainkan melodi halus yang berpadu dengan gamelan lainnya.

Irama musik dalam Tari Serimpi sangat pelan dan lembut, menyesuaikan dengan gerakan tarian yang halus. Musik gamelan dalam pertunjukan ini menciptakan suasana yang khidmat dan menambah dimensi mistis dalam tarian. Itulah penjelasan mengenai Sejarah Tari Serimpi, Makna Tari Serimpi dan Pakaian yang dikenakan oleh para penarinya.

Tari Topeng Jawa Barat : Sejarah, Makna, Gerakan, Properti, dan Busananya

Tari Topeng Cirebon adalah salah satu tarian tradisional khas dari Cirebon, Jawa Barat. Tarian ini dikenal karena penarinya menggunakan topeng, yang memberikan karakter dan ekspresi tertentu dalam setiap pertunjukannya. Tari Topeng Cirebon memiliki sejarah yang panjang dan berkaitan erat dengan perkembangan budaya serta keagamaan di wilayah Cirebon. Artikel ini akan membahas mengenai Sejarah Tari Topeng, Makna Tari Topeng dan Pakaian yang dikenakan oleh para penarinya.

1. Sejarah Tari Topeng Cirebon

Tari Topeng Cirebon memiliki sejarah yang sangat tua dan diyakini sudah ada sejak zaman Kerajaan Sunda dan Majapahit. Tari ini awalnya digunakan sebagai bagian dari ritual keagamaan serta sarana untuk menyampaikan pesan moral dan ajaran keagamaan kepada masyarakat. Tari Topeng juga sering dikaitkan dengan penyebaran agama Islam di Jawa Barat oleh para wali, khususnya Sunan Gunung Jati, yang menggunakan seni sebagai sarana dakwah.

Seiring waktu, Tari Topeng Cirebon berkembang menjadi bentuk hiburan yang populer di kalangan masyarakat, namun tetap mempertahankan elemen spiritual dan filosofis yang mendalam. Tarian ini sering ditampilkan dalam berbagai upacara adat, perayaan kerajaan, serta acara-acara kebudayaan.

2. Makna Tari Topeng Cirebon

Setiap topeng yang digunakan dalam Tari Topeng Cirebon memiliki makna simbolis yang mendalam. Topeng melambangkan karakter-karakter tertentu yang diwakili oleh warna dan bentuk topeng. Secara umum, tarian ini menceritakan kisah perjalanan spiritual manusia, dari kehidupan duniawi menuju kesempurnaan jiwa.

Beberapa tokoh dalam Tari Topeng Cirebon diwakili oleh jenis-jenis topeng yang berbeda, yaitu:

  • Topeng Panji: Melambangkan keluguan dan kesucian. Gerakan dalam tarian ini lembut dan penuh kehati-hatian, mencerminkan kemurnian jiwa.
  • Topeng Samba (Pamindo): Melambangkan kehidupan anak muda yang penuh dengan semangat dan ambisi. Gerakannya ceria, dinamis, dan cepat.
  • Topeng Rumyang: Melambangkan tahap perkembangan emosi manusia. Gerakannya mengekspresikan rasa senang dan marah.
  • Topeng Tumenggung: Melambangkan sosok pemimpin atau kesatria yang kuat dan berwibawa. Gerakannya tegas, penuh kekuatan, dan mendominasi.
  • Topeng Kelana: Melambangkan nafsu duniawi dan kemarahan. Gerakannya agresif dan liar, menggambarkan konflik batin manusia yang harus diatasi.

Setiap karakter yang diwakili oleh topeng memiliki pesan moral yang berbeda, yang mengajarkan tentang perjalanan hidup dan cara mengendalikan emosi serta keinginan.

3. Gerakan Tari Topeng Cirebon

Gerakan Tari Topeng Cirebon sangat bervariasi dan mencerminkan karakter dari topeng yang dipakai penari. Beberapa ciri khas dari gerakan Tari Topeng Cirebon meliputi:

  • Gerakan Kepala: Karena penari memakai topeng, ekspresi wajah tidak terlihat, sehingga ekspresi emosi harus disampaikan melalui gerakan kepala yang teratur dan bermakna.
  • Gerakan Tangan: Tangan penari bergerak secara halus atau cepat, sesuai dengan karakter topeng yang dimainkan, menambah keanggunan dan kekuatan pada tarian.
  • Gerakan Kaki: Langkah-langkah kaki dalam Tari Topeng Cirebon mengikuti ritme musik gamelan yang dinamis. Gerakan kaki penari biasanya bervariasi antara cepat dan lambat tergantung pada karakter topeng yang dibawakan.

Setiap topeng memiliki gaya gerakan yang berbeda, dari yang lembut hingga yang agresif, mencerminkan berbagai aspek kehidupan manusia.

4. Properti dalam Tari Topeng Cirebon

Salah satu properti utama dalam Tari Topeng Cirebon adalah topeng itu sendiri. Topeng yang dipakai oleh penari terbuat dari kayu dan dicat dengan warna-warna mencolok, yang disesuaikan dengan karakter yang dibawakan. Warna dan ekspresi pada topeng tersebut sangat menentukan suasana dan makna dari tarian.

Selain topeng, kadang-kadang penari juga menggunakan kipas atau selendang sebagai bagian dari tarian untuk memperindah gerakan dan menambah elemen visual pada pertunjukan.

5. Busana Tari Topeng Cirebon

Busana dalam Tari Topeng Cirebon umumnya mencerminkan pakaian adat khas Cirebon dengan sentuhan tradisional Jawa Barat. Beberapa elemen busana yang dikenakan oleh penari antara lain:

  • Kain Batik Cirebon: Penari mengenakan kain batik dengan motif khas Cirebon, seperti mega mendung. Kain ini biasanya dililitkan di bagian bawah tubuh.
  • Baju Tradisional: Baju yang dikenakan oleh penari biasanya berwarna cerah dengan hiasan-hiasan khas.
  • Sabuk: Penari mengenakan sabuk atau ikat pinggang yang sering kali berwarna kontras dengan kain yang dikenakan.
  • Hiasan Kepala: Selain topeng, penari biasanya memakai hiasan kepala sederhana atau mahkota kecil untuk melengkapi penampilan mereka.

Busana ini berfungsi untuk menambah estetika tarian dan mencerminkan karakter dari setiap topeng yang dibawakan.

6. Musik Pengiring

Musik pengiring dalam Tari Topeng Cirebon adalah gamelan Cirebon yang terdiri dari alat-alat musik tradisional seperti:

  • Kendang: Kendang atau gendang memegang peran penting dalam menentukan tempo dan ritme tarian.
  • Saron, Bonang, Gong: Alat musik gamelan ini digunakan untuk memberikan melodi yang harmonis dan mendalam selama pertunjukan.
  • Rebab: Instrumen petik tradisional ini menambah nuansa melodi yang mendayu dan penuh emosi.

Musik yang dimainkan disesuaikan dengan karakter topeng yang sedang dibawakan, sehingga menciptakan suasana yang sesuai dengan gerakan penari dan cerita yang disampaikan. Itulah penjelasan mengenai Sejarah Tari Topeng, Makna Tari Topeng dan Pakaian yang dikenakan oleh para penarinya.

Tari Jaipong Jawa Barat : Sejarah, Makna, Gerakan, Properti, dan Busananya

Tari Jaipong adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Tarian ini terkenal karena gerakannya yang dinamis, energik, dan penuh semangat. Tari Jaipong menggabungkan elemen tarian rakyat, silat, serta seni musik tradisional Sunda. Jaipong muncul pada era 1970-an dan menjadi ikon seni pertunjukan Jawa Barat hingga saat ini. Simak penjelasan mengenai Sejarah Tari Jaipong, Makna Tari Jaipong, Gerakan, Properti, dan Busana yang dikenakan penarinya.

1. Sejarah Tari Jaipong

Tari Jaipong diciptakan oleh seorang seniman bernama Gugum Gumbira pada awal 1970-an di Bandung, Jawa Barat. Gugum Gumbira terinspirasi untuk menciptakan tarian ini setelah pemerintah Indonesia saat itu mendorong seniman untuk menggali seni budaya lokal. Sebagai musisi dan koreografer, Gugum meneliti berbagai seni tradisional Jawa Barat, termasuk pencak silat, ketuk tilu (tarian rakyat Sunda yang mengandung unsur gendang), dan tarian rakyat lainnya, lalu menggabungkannya menjadi satu bentuk tarian yang dikenal sebagai Jaipong.

Pada awal kemunculannya, Tari Jaipong sempat dianggap kontroversial karena gerakannya yang dinamis dan ekspresif, terutama gerakan pinggul yang sangat enerjik. Namun, seiring waktu, Jaipong diterima dengan baik oleh masyarakat luas dan menjadi bagian dari kebanggaan budaya Sunda.

2. Makna Tari Jaipong

Tari Jaipong memiliki makna yang cukup mendalam dalam budaya Sunda. Jaipong melambangkan semangat, kegembiraan, dan keceriaan rakyat Sunda. Gerakan-gerakannya yang enerjik dan lincah mencerminkan kehidupan yang dinamis dan semangat pantang menyerah. Selain itu, tarian ini juga menampilkan keindahan seni bela diri tradisional melalui kombinasi elemen pencak silat.

Jaipong juga melambangkan rasa kebersamaan, karena dalam beberapa pertunjukan, tarian ini sering dipentaskan oleh beberapa penari sekaligus dalam suasana perayaan atau upacara adat.

3. Gerakan Tari Jaipong

Gerakan Tari Jaipong sangat khas dan menjadi daya tarik utama tarian ini. Gerakannya yang dinamis, cepat, serta melibatkan hampir seluruh bagian tubuh, termasuk tangan, kaki, dan pinggul, menjadikan tarian ini penuh energi. Berikut beberapa ciri khas gerakan Tari Jaipong:

  • Gerakan Pinggul: Salah satu gerakan yang paling ikonik dari Tari Jaipong adalah gerakan pinggul yang dinamis, sering kali dengan sentakan dan gerakan melingkar yang enerjik.
  • Gerakan Tangan: Gerakan tangan dalam Jaipong sangat bervariasi, mulai dari gerakan memutar, mengayun, hingga gerakan yang mengekspresikan kelincahan dan keceriaan.
  • Gerakan Kaki: Gerakan kaki cepat dan sering melibatkan langkah-langkah kecil, lompatan, atau hentakan kaki yang mengikuti irama gendang.
  • Gerakan Silat: Beberapa gerakan pencak silat juga disisipkan dalam tarian ini, memperlihatkan elemen pertahanan diri yang kuat dan tegas.

Keunikan dari Jaipong adalah penggunaan gerakan tubuh secara keseluruhan yang menunjukkan keluwesan dan kelincahan penari, sambil tetap mempertahankan unsur kegembiraan dan semangat.

4. Properti dalam Tari Jaipong

Tari Jaipong umumnya tidak menggunakan properti yang rumit. Penari hanya mengandalkan gerakan tubuh mereka untuk mengekspresikan keindahan tarian. Namun, beberapa elemen busana, seperti selendang (sampur), menjadi bagian penting dari tarian ini:

  • Selendang (Sampur): Selendang yang dikenakan penari digunakan untuk memperindah gerakan, terutama gerakan tangan dan pinggul. Sampur juga sering kali dipegang dan dilambaikan sesuai irama tarian, menambah dinamika visual dalam pertunjukan.

5. Busana Tari Jaipong

Busana dalam Tari Jaipong mencerminkan keindahan pakaian adat Sunda yang penuh warna dan aksesoris. Beberapa elemen busana Tari Jaipong antara lain:

  • Kebaya dan Kain: Penari Jaipong biasanya mengenakan kebaya ketat yang terbuat dari bahan berkilau dengan motif bunga atau corak yang cerah. Bagian bawahnya memakai kain tradisional (kain batik atau kain polos) yang diikat rapi.
  • Sampur (Selendang): Penari selalu menggunakan selendang yang dililitkan di leher atau di pinggang, digunakan dalam gerakan tarian untuk memperindah gerakan tangan.
  • Mahkota atau Hiasan Kepala: Penari Jaipong sering memakai hiasan kepala atau mahkota kecil yang menghiasi rambut, menambah kesan anggun pada penampilan.
  • Aksesoris: Gelang dan kalung sering digunakan untuk mempercantik penampilan penari, memberikan kilau pada gerakan tarian.

6. Musik Pengiring

Musik pengiring dalam Tari Jaipong adalah musik tradisional Sunda yang dimainkan dengan menggunakan alat musik seperti:

  • Gendang: Instrumen utama yang mengatur tempo dan ritme tarian. Gendang Jaipong dimainkan dengan cepat dan penuh semangat, menciptakan suasana dinamis.
  • Gamelan Sunda: Alat musik lain seperti saron, bonang, dan gong juga sering mengiringi Tari Jaipong, menambah harmoni dan kedalaman pada musik pengiring.
  • Kendang Jaipong: Instrumen kendang ini memiliki peran sentral, memberikan irama yang memandu setiap gerakan tarian.

Irama musik Jaipong biasanya cepat, dengan ketukan gendang yang bertenaga, mencerminkan semangat dan keceriaan yang menjadi karakteristik utama tarian ini. Itulah penjelasan mengenai Sejarah Tari Jaipong, Makna Tari Jaipong, Gerakan, Properti, dan Busana yang dikenakan penarinya.

Tari Gambyong Jawa Tengah : Sejarah, Makna, Gerakan, Properti, dan Busananya

Tari Gambyong adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Jawa Tengah, khususnya dari daerah Surakarta (Solo). Tarian ini sering ditampilkan dalam upacara adat, acara penyambutan tamu, serta sebagai hiburan dalam berbagai perayaan. Tari Gambyong dikenal dengan gerakannya yang lemah gemulai dan penuh keanggunan, serta pengaruh budaya keraton yang kuat. Berikut penjelasan mengenai Sejarah tari Gambyong, Makna, Gerakan, Properti, dan Busana yang dikenakan oleh para penarinya.

1. Sejarah Tari Gambyong

Tari Gambyong awalnya merupakan bentuk dari tari rakyat yang dikenal sebagai Tari Tayub, sebuah tarian tradisional yang berfungsi sebagai hiburan di kalangan masyarakat umum pada acara panen atau perayaan desa. Seiring waktu, Tari Tayub mengalami transformasi di lingkungan keraton dan melahirkan Tari Gambyong yang lebih halus dan anggun.

Nama Gambyong diambil dari nama seorang penari legendaris yang bernama Gambyong, yang terkenal dengan kemampuannya menari dengan indah dan memikat. Pada abad ke-19, tari ini mulai dikembangkan lebih formal di Keraton Surakarta. Sejak itu, Tari Gambyong sering ditampilkan dalam acara-acara resmi di keraton, khususnya sebagai tarian penyambutan tamu penting.

2. Makna Tari Gambyong

Tari Gambyong memiliki makna filosofis yang mendalam terkait dengan keanggunan, keharmonisan, serta keseimbangan hidup. Gerakan-gerakannya yang halus menggambarkan kelembutan, kesopanan, dan kedamaian. Selain itu, tarian ini juga mencerminkan rasa syukur dan kegembiraan, terutama dalam konteks menyambut tamu atau perayaan hasil panen.

Dalam Tari Gambyong, ada simbolisasi keselarasan antara manusia dan alam, yang tercermin dalam cara penari berinteraksi dengan musik gamelan yang mengiringi mereka. Keharmonisan antara gerak tubuh dan irama musik gamelan merupakan inti dari tarian ini.

3. Gerakan Tari Gambyong

Gerakan dalam Tari Gambyong didominasi oleh kelenturan tubuh, tangan, dan kepala yang mengikuti irama gamelan. Gerakan-gerakan tersebut bersifat lembut dan penuh ekspresi. Berikut beberapa ciri khas gerakannya:

  • Menyapu Lantai: Gerakan kaki yang sangat halus dan hampir tidak terdengar saat penari melangkah, memberi kesan anggun dan lembut.
  • Gerakan Tangan: Gerakan tangan yang gemulai menjadi salah satu daya tarik utama dalam Tari Gambyong. Tangan penari bergerak seperti melambai-lambai dengan lembut.
  • Gerakan Kepala: Penari menggerakkan kepala dengan lembut mengikuti arah tangan, yang sering disertai dengan ekspresi wajah yang ramah dan anggun.
  • Gerakan Maju Mundur: Gerakan maju mundur penari mengikuti irama musik dengan pola yang simetris, memberikan kesan keseimbangan dan ketenangan.

Gerakan dalam Tari Gambyong juga sering mencerminkan kegembiraan, terutama ketika dipertunjukkan untuk acara penyambutan atau perayaan.

4. Properti dalam Tari Gambyong

Tari Gambyong biasanya tidak menggunakan banyak properti. Tarian ini lebih mengandalkan gerakan tubuh yang anggun dan luwes. Namun, penari kadang-kadang membawa selendang yang disebut sampur sebagai bagian dari tarian. Selendang ini digunakan untuk memperindah gerakan tangan dan memberikan sentuhan estetika pada tarian.

5. Busana Tari Gambyong

Busana yang dikenakan dalam Tari Gambyong juga sangat penting untuk menambah keindahan tarian. Busana yang dipakai biasanya berupa pakaian adat khas Jawa yang anggun dan sederhana, namun tetap mencerminkan kehalusan budaya Jawa. Berikut beberapa elemen busana Tari Gambyong:

  • Kebaya: Penari Gambyong mengenakan kebaya tradisional yang terbuat dari kain sutra atau katun halus. Warna kebaya biasanya cerah seperti hijau, kuning, atau merah, melambangkan keceriaan.
  • Kain Batik: Bagian bawah terdiri dari kain batik khas Jawa yang dipakai melilit di pinggang. Motif batik biasanya dipilih sesuai dengan tema acara dan keraton.
  • Sanggul: Rambut penari disanggul dalam gaya tradisional yang disebut sanggul Jawa, memberikan kesan anggun dan rapi.
  • Aksesoris: Penari juga mengenakan aksesoris seperti gelang, anting, dan kalung untuk melengkapi penampilan mereka. Biasanya aksesoris ini terbuat dari bahan-bahan sederhana, namun tetap mempercantik penari.
  • Selendang (Sampur): Selendang atau sampur yang dipakai di bahu digunakan oleh penari untuk memperindah gerakan tangan. Selendang ini biasanya berwarna cerah dan mencolok.

6. Musik Pengiring

Tari Gambyong diiringi oleh musik gamelan yang terdiri dari instrumen tradisional Jawa seperti kendang, bonang, saron, dan gong. Lagu pengiring yang paling terkenal adalah Gending Gambyong. Irama gamelan yang lembut dan harmonis menciptakan suasana tenang dan damai, sejalan dengan gerakan lemah gemulai penari. Kendang memainkan peran penting dalam menentukan tempo tarian, yang diikuti oleh gerakan penari.

Tari Bedhaya Yogyakarta : Sejarah, Makna, Gerakan, Properti, dan Busananya

Tari Bedhaya adalah salah satu tari klasik yang berasal dari Keraton Yogyakarta dan Surakarta, dengan sejarah yang panjang serta makna mendalam. Tari ini memiliki keanggunan gerak yang sangat halus dan lemah lembut, mencerminkan nilai-nilai spiritual, religius, serta budaya Jawa. Berikut penjelasan mengenai sejarah, makna, gerakan, properti, dan busananya:

1. Sejarah Tari Bedhaya

Tari Bedhaya memiliki akar sejarah yang kuat di dalam keraton (istana) Jawa, khususnya Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Tarian ini pertama kali diciptakan pada masa Kerajaan Mataram pada abad ke-16. Bedhaya dianggap sebagai tarian yang sakral dan berhubungan dengan mistis, karena awal mulanya dipercaya terinspirasi oleh kisah pertemuan raja Mataram dengan Nyai Roro Kidul, penguasa Laut Selatan. Tari Bedhaya merupakan tarian penghormatan yang melambangkan hubungan antara raja dan kekuatan alam serta dunia spiritual.

Di masa lalu, tari ini hanya dibawakan di dalam lingkungan keraton pada acara-acara tertentu seperti penobatan raja, upacara pernikahan keraton, dan acara keraton lainnya. Pada awalnya, tarian ini tidak boleh ditampilkan kepada masyarakat umum, karena statusnya yang sangat sakral.

2. Makna Tari Bedhaya

Tari Bedhaya memiliki makna yang sangat simbolis. Tari ini sering dianggap sebagai representasi hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta, serta perjalanan hidup manusia. Jumlah penari biasanya sembilan orang, yang melambangkan sembilan lubang pada tubuh manusia yang dikenal sebagai babahan hawa sanga dalam filsafat Jawa. Setiap gerakan dalam tari Bedhaya mencerminkan nilai-nilai spiritual seperti kesabaran, kerendahan hati, dan ketenangan batin.

Selain itu, Tari Bedhaya juga mencerminkan kekuasaan, kewibawaan, dan kedaulatan raja, yang dalam konteks Jawa dianggap sebagai perwujudan dari kekuasaan ilahi. Tarian ini menegaskan peran raja sebagai penguasa duniawi yang memiliki hubungan dengan kekuatan gaib.

3. Gerakan Tari Bedhaya

Gerakan dalam tari Bedhaya sangat halus, anggun, dan teratur. Setiap gerakan memiliki makna simbolis dan harus dilakukan dengan penuh konsentrasi. Tidak ada gerakan yang terburu-buru; semua dilakukan dengan kehalusan dan ketepatan. Berikut beberapa ciri khas gerakan tari Bedhaya:

  • Lemah Gemulai: Gerakan tangan, kepala, dan kaki harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan keanggunan.
  • Melebur dalam Gerakan: Para penari harus tampak seperti bergerak bersama sebagai satu kesatuan yang harmonis.
  • Langkah Halus (Maju Mundur): Langkah-langkah kaki kecil yang sangat halus mencerminkan keselarasan dan keseimbangan hidup.
  • Gerakan Simetris: Tarian ini sering kali berbentuk pola simetris untuk menunjukkan keharmonisan alam semesta.

4. Properti dalam Tari Bedhaya

Pada umumnya, Tari Bedhaya tidak memerlukan banyak properti. Penari hanya membawa diri mereka dan ekspresi tubuhnya sebagai bentuk utama dari tarian. Namun, beberapa versi mungkin menggunakan properti yang minimal, seperti:

  • Kain Sampur: Selendang yang disampirkan di pundak penari, sering digunakan untuk memperindah gerakan tangan dan lengan.
  • Keris: Dalam beberapa pertunjukan Bedhaya, penari atau tokoh raja bisa membawa keris yang melambangkan kekuasaan dan kekuatan.

5. Busana Tari Bedhaya

Busana dalam Tari Bedhaya sangat penting karena menggambarkan keanggunan dan kebesaran Keraton. Busana penari sangat rumit dan detil, serta melambangkan status sosial dan peran spiritual tarian ini. Berikut adalah ciri-ciri busana Tari Bedhaya:

  • Kebaya Klasik: Penari memakai kebaya klasik Jawa yang terbuat dari bahan sutra atau beludru dengan motif tradisional.
  • Kain Batik: Para penari mengenakan kain batik panjang yang diikat dengan lilitan di pinggang, melambangkan kerapian dan kesederhanaan dalam tradisi Jawa.
  • Sanggul: Rambut penari disanggul rapi dalam gaya tradisional yang disebut sanggul bokor mengkureb, melambangkan kemuliaan dan keanggunan.
  • Aksesoris Emas: Penari juga mengenakan aksesoris emas seperti kalung, gelang, dan anting-anting yang menambah keindahan dan nilai artistik tarian.
  • Mahkota Cunduk Mentul: Pada bagian kepala penari, terdapat hiasan mahkota yang disebut cunduk mentul, yang menambahkan kesan kemewahan dan kebesaran.

Itulah penjelasan mengenai sejarah, makna, gerakan, properti, dan busananya.

Renungan Harian Kristen, Minggu, 13 Oktober 2024: Tawar Hati dan Kedewasaan Rohani

0

Renungan Harian Kristen hari ini, Minggu, 13 Oktober 2024 berjudul: Tawar Hati dan Kedewasaan Rohani

Bacaan untuk Renungan Harian Kristen hari ini diambil dari Keluaran 2:11

Renungan Harian Kristen hari ini mengisahkan tentang Tawar Hati dan Kedewasaan Rohani

Keluaran 2:11 – Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya itu.

Pengantar:

Pada awalnya, Musa menyadari bahwa dialah orang yang harus membebaskan bangsanya itu. Dia benar dalam sudut pandang pribadinya. Namun, dia bukanlah orang yang tepat untuk tugas tersebut sampai dia terlebih dahulu belajar dilatih, belajar didisiplin oleh Allah, belajar tentang kesatuan yang benar dengan Allah, dan belajar tentang ketergantungan penuh pada Allah.

Renungan Harian Kristen, Minggu, 13 Oktober 2024

Ketika Musa melihat penindasan atas bangsanya, dia merasa yakin bahwa dia harus membebaskan mereka. Dalam kegeraman yang didorong rasa keadilan, dia mulai membela mereka.

Setelah dia melancarkan pukulannya yang pertama demi Allah dan kebenaran, Allah membiarkan Musa masuk dalam tawar hati yang dalam, kehilangan semangat, dan mengutusnya ke padang gurun selama empat puluh tahun.

Pada akhir masa itu, Allah menampakkan diri kepada Musa dan berkata kepadanya, “… bawa umat-Ku … keluar dari Mesir.” Namun, Musa berkata kepada Allah, “Siapakah aku ini, maka aku … membawa orang Israel keluar dari Mesir” (Keluaran 3:10-11).

Pada awalnya, Musa telah menyadari bahwa dialah orang yang harus membebaskan bangsa itu. Namun, dia harus dilatih dan didisiplin oleh Allah terlebih dahulu. Dia benar dalam sudut pandang pribadinya, tetapi dia bukanlah orang yang tepat untuk tugas tersebut sampai dia belajar tentang persekutuan yang benar dan kesatuan dengan Allah.

Kita mungkin mempunyai visi tentang Allah dan pemahaman yang jelas mengenai apa yang Allah kehendaki, tetapi bila kita mulai melakukannya, ada waktunya bagi kita mengalami sesuatu yang serupa dengan empat puluh tahunnya Musa di padang belantara.

Seperti yang Musa alami, ketika Allah seolah-olah telah mengabaikan segalanya, ketika kita benar-benar tawar hati, dan ketika kita kehilangan semangat, Allah datang dan menghidupkan kembali panggilan-Nya kepada kita.

Kemudian, kita mulai gentar dan berkata, “Siapakah aku ini, maka aku harus pergi …?” Kita harus belajar bahwa gerak langkah Allah terangkum dalam “AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu” (Keluaran 3:14). Kita juga harus belajar bahwa usaha diri kita sendiri bagi Allah tidak menunjukkan apa-apa, kecuali sikap tidak hormat bagi-Nya. Kita sendiri harus bersinar melalui hubungan pribadi dengan Allah agar dapat berkenan kepada-Nya (Matius 3:17).

Kecenderungan kita adalah berfokus pada sudut pandang pribadi mengenai banyak hal; kita mempunyai visi lalu berkata, “Saya tahu, inilah yang Allah inginkan kulakukan.” Namun, kita belum belajar untuk mengikuti gerak langkah Allah. Jika Anda mengalami suatu masa tawar hati dan kehilangan semangat, akan ada waktu pertumbuhan kedewasaan bagi Anda pribadi di depan.

Demikian Renungan hari ini, Minggu, 13 Oktober 2024 diambil dari Keluaran 2:11 yang mengisahkan tentang Tawar Hati dan Kedewasaan Rohani dan disadur dari Renungan Oswald Chambers//alkitab.mobi.