Hukum Puasa Nisfu Sya’ban di Hari Jumat, Ini Kata Ustadz Adi Hidayat

“Jika kita ingin jadikan bentuknya superlative, lebih meningkat lagi, lebih membakar lagi maka tambahkan Alif dan Nun di ujungnya, maka masyarakat menyebutnya dengan Ramadhan, bulan, masa, waktu yang sangat terik membakar yang sangat panas membakar,” terang Ustadz Adi Hidayat dilansir Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube Adi Hidayat Official.

Karena itulah sebulan sebelumnya masyarakat tersebut kemudian membagi tugas per kelompok-kelompok. Pengelompokan-pengelompokan untuk menyebar disebut dengan tasya’ub namanya, keadaannya disebut dengan Sya’ban.

“Maka di bulan Sya’ban bulan yang kedelapan, masyarakat itu bertugas berpencar mencari sumber-sumber air untuk ditampung dan dikumpulkan sebagai persiapan di bulan yang kesembilan yaitu bulan Ramadhanm,” urainya.

- Iklan -

Di masa Islam, nama-nama bulan ini dipertahankan dalam perjalanan di tahun Hijriah dari mulai Al muharram atau Muharram sampai dengan bulan Dzulhijah, dari bulan pertama sampai dengan bulan yang kedua belas.

Menariknya pada bulan Sya’ban sampai dengan bulan Ramadhan ada pergantian kembali ada pelebaran dari makna yang dulu maknanya lebih kepada menunjukkan suasana, iklim, cuaca, yang panas membakar, yang terik luar biasa.

Ustadz Adi Hidayat menjabarkan, secara metafora makna itu dibawa dalam nilai-nilai syariat, nilai pendidikan spiritual, orang-orang yang saat Ramadhan mau meningkatkan amalnya, membangun ketaatan, meninggalkan maksiat, bertaubat kepada Allah.

- Iklan -

“Maka Ramadhan akan memberikan panas terik membakar dosa-dosanya, menggugurkan kesalahan-kesalahannya, mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan Taqarrub yang sangat indah sehingga berpeluang diterima amal, diberikan kemuliaan, dan mungkin juga bisa berpotensi wafat dalam keadaan khusnul khatimah dan kembali menjadi hamba yang sholeh,” paparnya.

Baca Juga:  Bolehkah Berkumur Saat Sedang Berpuasa?

Untuk itu perlu persiapan, tidak semua orang yang sampai ke bulan Ramadhan boleh jadi mendapatkan peningkatan taqwa, dapat manfaat dari taubatnya, bisa terdorong untuk meningkatkan ketaatan, belum tentu kalau dia tidak sungguh-sungguh, kalau dia tidak serius.

Karena itu ayat puasa ketika dihadirkan di ayat 183 di surat Al-Baqarah itu, di penghujung Allah akhiri dengan kalimat la’allakum tattaqụn agar umat muslim mampu meningkatkan taqwa.

- Iklan -

Surat Al Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ – ١٨٣

Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Namun apakah semua yang puasa bisa meningkat taqwa? Ustadz Adi Hidayat menjawab belum tentu, karena la’allakum dikenal dengan huruf yang menunjukkan terpenuhinya satu harapan dengan syarat kesungguhan, keseriusan untuk mewujudkannya.

Di antara keseriusan itu maka citranya secara metafora diambil dari bulan sebelumnya bulan Sya’ban, bulan kedelapan saat banyak orang di masa pra Islam mengumpulkan air untuk persiapan bulan kesembilan maka air berikutnya yang kita siapkan menuju Ramadhan adalah air-air spiritual.

Baca Juga:  Bagaimana Kalau Lupa Bayar Zakat?

“Air-air yang bukan hanya melapangkan dahaga, menghilangkan haus, tapi air yang bisa menumbuhkan nilai-nilai ketaatan, yang bisa menggemburkan kembali, menyuburkan kembali hati-hati yang kering. Karena itulah banyak ayat dalam Al Qur’an yang menyebut tentang air, kata Alma yang mewakili air saja setidaknya disebutkan 63 kali dalam Al Qur’an,” tutur Ustadz Adi Hidayat.

Ustadz Adi Hidayat mengatakan, jika tidak dimulai dari bulan Sya’ban, tidak mudah untuk menjalani Ramadhan, karena itu ia mengimbau memanfaatkan bulan Sya’ban untuk mengumpulkan banyak air spiritual, berlatih ibadah, meningkatkan ketaatan sehingga nanti mampu terbiasa saat masuk bulan Ramadhan.

Sehingga itulah rahasia dan makna di balik bulan Sya’ban yakni mampu menumbuhkan nilai-nilai ketaatan paada diri umat muslim.

“Jadi rasulullah mengajarkan kepada kita untuk beradaptasi puasa terlebih dahulu, tingkatkan amal sholeh, cari air spiritual sejak bulan Sya’ban,” kata dia.

Sehingga ketika terkumpul semua bekal-bekal spiritual itu, maka siap kita manfaatkan di bulan Ramadhan, siap digunakan untuk bulan Ramadhan.

Nabi Muhammad SAW bahkan pernah disebutkan menunaikan puasa di Sya’ban seutuhnya atau sepenuhnya.

Ada juga yang menafsirkan Nabi SAW kadang-kadang berpuasa, ini menunjukkan kesan memperbanyak latihan, memperbanyak mendekat kepada Allah SWT.

“Semoga dengan itu dapat menghantarkan kesiapan pada bulan Ramadhan untuk membangun ketaatan, mendekatkan kepada Allah SWT dan membakar semua dosa dan kesalahan yang pernah diperbuat,” pungas Ustadz Adi Hidayat.

Sumber: https://banjarmasin.tribunnews.com/

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU