Beranda blog Halaman 2777

LDK FSI RI UNM Ingatkan Pentingnya Berdakwah di Tengah Wabah

FAJARPENDIDIKAN.co.id-Pelatihan Dakwah Fardiyah dengan tema “ Dakwah Fardiyah di Tengah Wabah, Kenapa Tidak” jadi kegiatan yang dilaksanakan  Departemen Dakwah dan Urusan Masjid (DUM) Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Forum Studi Islam (FSI) Raudhatul Ilmi (RI) Universitas Negeri Makassar (UNM) yang bekerjasama dengan 9 Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) se Universitas Negeri Makassar pada Sabtu, (17/7).

Kegiatan ini dilaksanakan secara daring via Zoom Cloud Meeting dan diikuti 148 peserta ikhwah/laki-laki yang terdiri dari pengurus LDK FSI RI UNM dan Lembaga Dakwah Fakultas Se-Universitas Negeri Makassar.

Kegiatan itu dibuka Pembina LDK FSI RI UNM, Ustadz Nasrul, S.Pd., M.Ed. dan menghadirkan Ustaz Mansyur, S.Pd sebagai pemateri sekaligus merupakan demisioner Ketua Dapertemen Kaderisasi LDK FSI RI UNM.

Sasaran kegiatan ini merupakan pengurus LDK FSI RI UNM dan LDF Se-UNM dengan tujuan untuk memberikan pemahaman tentang urgensi dakwah, adab dan tata cara dakwah fardiyah.

Wahyudi Rahmat dari Lembaga Dakwah Fakultas SCMM FMIPA UNM selaku ketua panitia Pelatihan mengatakan, tujuan diadakannya Pelatihan  ini adalah memperluas cakupan tentang pentingnya kita berdakwah, adab dan tata cara dalam berdakwah fardiyah sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.

Ketua Panitia berharap agar setelah kegiatan pelatihan dakwah fardiyah ini dapat menciptakan calon Da’i yang penggiat dan profesional dalam berdakwah fardiyah.

“ Kami berharap para pengurus LDK FSI RI UNM dan LDF Se-UNM menjadi pendakwah dan penggiat dan professional dalam berdakwah fardiyah guna mencetak kader yang akan paham pentingnya untuk berdakwah, dan agar ada generasi pelanjut untuk menjalankan dakwah (menolong agama Allah) sesuai tuntunan dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,” ungkap mahasiswa Jurusan Kimia tersebut.

Ketua Departemen Dakwah dan Urusan Mesjid (DUM) LDK FSI RI UNM dalam hal ini Ahmad Saban juga mengungkapkan harapannya agar ilmu yang didapatkan pada kegiatan ini dapat mengajak lebih banyak orang untuk mengikuti dakwah.

“ Harapannya kedepan semoga dengan kegiatan ini kita bisa mendapatkan ilmu agar bisa mengajak orang banyak untuk mengikuti dakwah. Karena surga itu luas, kita tidak ingin hanya kita yang ada didalamnya,” ungkapnya.

Wali Kota Danny Dampingi Mentan RI Syahrul Pantau Kondisi Hewan Qurban

0

Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id- Jelang pelaksanaan shalat Idul Adha yang akan di helat pada 20 Juli 2021 mendatang, Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bertandang ke Kota Makassar dan mengunjungi RPH Rumminansia Manggala, Minggu (18/7/2021).

Di dampingi oleh Wali Kota Makassar Moh Ramdhan “Danny” Pomanto, Mentan Syahrul nampak teliti dalam memperhatikan kondisi beberapa hewan qurban.

Di RPH Antang, Mentan yang juga mantan Gubernur Sulsel ini selain mengecek kesehatan hewan,juga melihat langsung peralatan yang di gunakan saat menyembelih.

“Hari ini kunjungan ke Makassar sesuai dengan instruksi Presiden RI dan saya melihat kondisi hewan qurban di Kota Makassar ketersediaannya cukup dan dengan kondisi sehat”,ungkap Syahrul.

Sementara itu Wali Kota Makassar Danny Pomanto mengaku adanya kenaikan harga hewan qurban di bandingkan tahun sebelumnya.

“Tahun ini ada trend peningkatan harga hewan qurban namun selaras dengan daya beli masyarakat yang juga cukup tinggi. Ini menunjukkan bahwa kemampuan dan kesejahteraan masyarakat Kota Makassar sudah bagus meski saat ini sedang di terapkan PPKM”,jelas Danny.

Usai mengunjungi RPH Antang, Syahrul dan Danny beserta para rombongan selanjutnya bergerak menuju mall ternak dan TPH Dg Lala yang lokasinya juga masih berada di Kecamatan Manggala.(*)

Masjid Al-Markaz Al-Islami Tiadakan Salat Idul Adha

0

Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Merespon perkembangan kasus terkonfirmasi positif covid-19 yang terus menanjak di Makassar, pihak Yayasan Islamic Center (YIC) dan Pengurus Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, Sulawesi Selatan, menggelar rapat mendadak Ahad (18/7/2021).

Rapat dipimpin langsung Ketua Yayasan Islamic Center, Prof Basri Hasanuddin, didampingi Imam Besar Al-Markaz Al-Islami Ust. Dr. Muammar Bakry, Lc. dan dihadiri sejumlah pengurus.

Rapat tersebut untuk mengevaluasi rencana pelaksanaan salat Idul Adha 1442 H di Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar. Setelah mendengar berbagai pandangan tentang perkembangan kasus covid-19 khususnya di Makassar, maka pihak yayasan dan pengurus Al-Markaz Al-Islami akhirnya memutuskan meniadakan pelaksanaan salat Idul Adha 1442 H/ 2021 M.

“Dengan mempertimbangan perkembangan kasus covid-19 di Makassar dan juga edaran yang dikeluarkan pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), maka demi kemaslahatan bersama, maka kita putuskan meniadakan pelaksanaan salat Idul Adha tahun ini,” jelas Prof Basri Hasanuddin.

Terkait peniadaan salat Idul Adha tersebut, Prof Basri menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat yang ingin mengikuti salat Idul Adha di Al-Markaz. Menurutnya, Masjid Al-Markaz Al-Islami menjadi representase semua pihak sehingga harus memberi contoh upaya untuk bersama-sama ikut menanggulangan penyebaran wabah covid-19.

Sebelumnya, pengurus Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar telah membentuk panitia pelaksana salat Idul Adha 1442 H. Al-Markaz sendiri telah merampungkan persiapan teknis untuk pelaksanaan salat Idul Adha, penentuan khatib, hingga penyembelihan hewan qurban. Namun demi kepentingan dan keselamatan bersama, rencana pelaksanaan salat Idul Adha terpaksa ditiadakan.

Adapun pelaksanaan penyembelihan hewan qurban tetap akan dilaksanakan dengan protokol kesehatan. Namun demikian, panitia tidak akan melayani pendistribusian daging qurban di lokasi penyembelihan. Panitia akan mengantarkan daging qurban langsung kepada penerima yang sudah terdaftar.

“Jadi daging qurban akan diantarkan langsung kepada mustahid (penerima). Hal ini untuk menghindari terjadinya kerumunan di lokasi penyembelihan. Nama-nama mustahid sudah ada semua didata panitia,” kata Muammar Bakry.

Tahun ini, jumlah hewan qurban yang akan disembelih di Al-Markaz sebanyak 19 ekor sapi. Jumlah ini jauh menurun dari jumlah tahun lalu yang mencapai 33 ekor sapi qurban. Penurunan tersebut merupakan salah satu dampak pandemi covid-19. (*)

Menengok Kehidupan Suku Konjo Kajang Ammatoa, Bulukumba

Suku Konjo Kajang merupakan salah satu suku tradisional, yang terletak di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, tepatnya sekitar 200 km arah timur Kota Makassar. Suku Konjo Kajang di bagi dua secara geografis, yaitu:

  1. Kajang dalam (suku kajang, mereka disebut “Kajang Ammatoa”) dan
  2. Kajang luar (orang-orang yang berdiam di sekitar suku kajang yang relative modern, mereka disebut “orang-orang yang berdiam di sekitar suku kajang yang relative modern, mereka disebut “tau lembang”).

Daerah kajang luar adalah daerah yang sudah bisa menerima peradaban teknologi seperti listrik, berbeda halnya dengan kajang dalam yang tidak dapat menerima peradaban, itulah sebabnya di daerah kajang dalam tidak ada listrik bukan hanya itu apabila kita ingin masuk ke daerah kawasan ammatoa (kajang dalam) kita tidak boleh memakai sandal hal ini dikarenakan oleh sandal yang dibuat dari teknologi.

Bukan hanya itu bentuk rumah kajang dalam dan kajang luar sangat berbeda. Di kajang luar dapur dan tempat buang airnya terletak di bagian belakang rumah sama halnya dengan rumah-rumah pada umumnya, tidak seperti dengan kajang dalam (kawasan ammatoa) yang menempatkan dapur dan tempat buang airnya didepan.

Hal ini dikarenakan pada zaman perang prajurit kajang sering masuk kerumah penduduk untuk mencari makan itulah sebabnya dapur dan tempat buang air kecilnya ditempatkan didepan rumah bukan hanya itu agar prajurit juga tidak melihat anak dari pemilik rumah karena prajurit beranggapan apapun yamg berada di dalam rumah itu adalah miliknya.

Daerah Kajang juga terkenal dengan hukum adatnya yang sangat kental dan masih berlaku hingga sekarang. Mereka menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal moderenisasi, kegiatan ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Bulukumba.

Mungkin disebabkan oleh hubungan masyarakat adat dengan lingkungan hutannya yang selalu bersandar pada pandangan hidup adat yang merekayakini.

Hitam merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila kita memasuki kawasan ammatoa pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai makna bagi Masyarakat Ammatoa sebagai bentuk persamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. Tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama.

Warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan sang pencipta. Kesamaan dalam bentuk wujud lahir, menyikapi keadaan lingkungan, utamanya kelestarian hutan yang harus di jaga keasliannnya sebagai sumber kehidupan.

Filosofi Tempat  Tinggal

Seluruh rumah Suku Kajang menghadap kea rah Barat. Hal itu bukan tanpa alasan. Barat dianalogikan sebagai sebuah arah dimana simbol dari nenek moyang mereka berada. Konsep rumah yang mereka bangun juga seragam tanpa ada yang berbeda sedikit pun. Hal itu mereka lakukan untuk mengungkapkan nilai kesederhanaan dan simbol keseragaman.

Lebih dari itu, material yang mereka gunakan untuk membangun rumah bukanlah batu bata atau tanah. Membangun rumah dengan material tersebut adalah sebuah pantangan bagi mereka. Sebab, mereka percaya bahwa hanya orang mati saja yang diapit oleh liang lahat dan tanah.


Kendati demikian, masih ada beberapa keluarga Suku Kajang yang menggunakan batu sebagai bahan bangunan rumahnya. Walaupun mereka masih hidup, oleh Suku Kajang yang lain keluarga mereka dianggap mati, berkaitan dengan pantangan tersebut.

Beberapa sumber penelitian menyebutkan bahwa filosofi membangun rumah tanpa batu bata tersebut sebenarnya dilakukan oleh Suku Kajang dalam rangka melindungi hutan.

Hal itu cukup logis mengingat pembuatan batu bata tentu memerlukan lebih banyak kayu untuk pembakarannya. Dengan demikian, jumlah pohon yang harus ditebang juga akan semakin banyak. Larangan untuk membangun rumah dengan batu bata secara tidak langsung juga mengurang penebangan hutan.

Lebih lanjut, bagian-bagian rumah Suku Kajang juga memiliki beberapa filosofi, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Bagian atas rumah disebut dengan Parra yang merupakan tempat menyimpan bahan makanan. Di bawah atap bagian kiri dan kanan terdapat loteng yang berfungsi sebagai rak (para-para) tempat penyimpanan barang dan alat.

Bagian tengah disebut dengan Kale Balla yang berfungsi sebagai tempat hunian

Bagian bawah atau kaki rumah disebut dengan Sirih yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan menenun, menumbuk padi atau jagung dan tempat ternak.

Seluruh rumah Suku Kajang memiliki bentuk yang serupa dimana seluruhnya terdiri dari tiang-tiang yang ditanam dengan jumlah 16 batang. Kale Bolayya terdiri atas tiga bagian yang masing-masing dipisahkan oleh pappamuntulang, yaitu latta riolo (tempat tamu), latta tangnga (tempat tuan rumah menerima tamu) dan tala-tala (tempat tidur kaum wanita).

Apabila ada pengantin baru, maka tala-tala tersebut dibuat sejengkal lebih tinggi dari kedua bagian rumah lainnya serta dibuat kamar khusus yang disebut bili’i. Belii’i sendiri berdinding papan, berlantai bambu yang diikat satu sama lain, bertapa rumbia, dapur dan tempat buang air kecil letaknya pada bagian latta riolo sebelah krii pintu dan pada bagian ujung atap terdapat hiasan menyerupai ekor ayam yang disebut dengan anjong.

Pola pemukiman Suku Kajang didasarkan pada arah ketinggian. Mereka berbeda dengan masyarakat Bugis di Makassar yang mayoritas pola pemukimannya mengikuti aliran sungai atau pola pemukiman yang linear. Menurut mereka, rumah yang menghadap ke gunung tidak baik jika berhadapan dengan lembah.

Filosofi tersebut bermaksud untuk mengatakan bahwa pola pemukiman mereka pilih agar rezeki yang berasal dari Tuhan dapat diterima secara langsung ke rumah mereka, tanpa harus melalui perantara. Pola pemukiman yang demikian juga dipilih agar rezeki tidak tercecer sehingga berujung pada hal-hal yang tidak halal.

Kepercayaan

Sebagian besar Suku Kajang memeluk agama Islam. Meskipun demikian, mereka juga mempraktikkan sebuah kepercayaan adat yang disebut dengan Patuntung. Patuntung diartikan sebagai mencari sumber kebenaran.

Hal itu menyiratkan bahwa apabila manusia ingin mendapatkan sumber kebenaran, maka mereka harus menyandarkan diri pada tiga pilar, yaitu Tuhan, tanah, dan nenek moyang.

Keyakinan kepada Tuhan adalah kepercayaan yang paling mendasar dalam kepercayaan patuntung. Suku Kajang percaya bahwa Tuhan adalah pencipta dari segala sesuatu, Mahakekal, Mahamengetahui. Mahaperkasa, dan Mahakuasa.

Tuhan atau yang disebut sebagai Turie’ A’ra’na menurunkan perintah atau wahyunya kepada Suku Kajang melalui manusia Kajang pertama yang disebut Ammatoa. Wahyu tersebut dalam kepercayaan mereka disebut dengan pasang. Pasang yang hendak disampaikan bukanlah sembarangan.

Pasang tersebut berisi panduan hidup Suku Kajang dalam segala aspek dan lika-liku kehidupan. Nenek moyang mereka menurunkan pasang itu secara lisan dari generasi ke generasi. Suku Kajang sendiri diwajibkan untuk mematuhi pasang tersebut.

Mereka berkeyakinan bahwa apabila mereka melanggar Pasang yang ada, berbagai macam hal buruk akan terjadi dalam kehidupan mereka. Mereka mengenal sebuah filosofi menyangkut hal itu, yaitu “kalau kita jongkok, gugur rambut, dan tidak tumbuh lagi. Kalau kita langkahi, kita akan lumpuh.

Agar pasang tersebut dipatuhi oleh seluruh Suku Kajang, Ammatoa harus terus menjaga dan menyebarkan serta melestarikan pasang tersebut.

Keberadaan Ammatoa diyakini sebagai mediator atau penghubung antara manusia (Suku Kajang) dengan Tuhan. Mitos yang berkembang di kalangan Suku Kajang mengatakan bahwa Ammatoa adalah manusia pertama yang diturunkan diperkampungan mereka.

Lokasi pemukiman yang sekarang mereka huni diyakini sebagai tempat pertama kalinya Ammatoa diturunkan oleh Tuhan. Tidak heran jika kemudian mereka menyebutnya sebagai Tanah Toa yang berarti Tanah tertua yang diwariskan oleh leluhur mereka.

Ammatoa juga disebut sebagai manusia pertama yang mendirikan komunitas Suku Kajang sekaligus pemimpin tertinggi mereka. Menurut cerita yang berkembang, Ammatoa turun ke perkampungan Suku Kajang dengan mengendarai burung Kajang yang konon diyakini sebagai cikal bakal terciptanya manusia.

Setelah itu, terciptalah manusia yang menyebar ke berbagai penjuru dunia. Di antara banyaknya manusia yang diciptakan oleh Tuhan itu, orang Kajang dari Tana Toa adalah yang paling ia sayangi. Bagi Suku Kajang sendiri, kepercayaan kepada Ammatoa itu dipercaya sebagai sebuah ralitas.

Di tanah tempat Ammatoa pertama kali mendarat, mereka mendirikan perkampungan yang kemudian dinamai sebagai Tanah Toa atau tempat pertama kalinya manusia turun ke bumi. Oleh sebab itu, Suku Kajang meyakini Ammatoa sebagai pemimpin tertinggi mereka, yang mereka ikuti ajaran dan petuahnya dalam kehidupan sehari-hari.

Filosofi Alam

Sebagaimana masyarakat adat lainnya di Indonesia, Suku Kajang juga amat menjaga hubungan baik dengan alam. Meskipun tidak memiliki pengetahuan formal dan hidup dalam gelimang kecanggihan teknologi, Suku Kajang mengerti bagaimana mereka harus berinteraksi dengan alam, terutama hutan mereka.

Mereka paham bahwa sumber kekayaan hutan tidak sepatutnya dieksploitasi, melainkan harus dijadikan sebagai pendamping kehidupan sehari-hari. Hal itu mereka junjung karena adanya upaya penghormatan kepada Sang Maha Berkehendak yang mereka yakini mewujud ke dalam sakralitas alam.

Merusak lingkungan dan alam samahalnya dengan menghianati ajaran Tuhan dan Ammatoa yang memberikan mereka kehidupan selama ini. Kearifan lokal dan aturan adat sangat mereka junjung tinggi, terutama yang berkaitan dengan praktik-praktik perilaku manusia dengan alam. Apabila ada di antara Suku Kajang yang melanggar aturan tersebut, mereka harus siap menanggung konsekuensi yang berat.

Filosofi Manusia

Selain kepercayaan terhadap sakralitas alam, Suku Kajang juga memiliki tata tertib tersendiri dalam mengatur hubungannya dengan Tuhan dan manusia. Tata tertib itu mereka bentuk sebagai landasan hidup dan membina kehidupan sosial sesuai dengan perintah Tuhan.

Secara garis besar, ada dua jalur yang mendasari perilaku mereka, yaitu secara vertical dan secara horizontal. Secara vertical maksudnya adalah untuk mengatur perilaku Suku Kajang dengan Sang Pencipta, sedangkan secara horizontal dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara Suku Kajang dengan manusia lain.

Suku Kajang amat percaya bahwa menjalankan kehidupan sebagai makhluk sosial tidak bisa dilepaskan dari pemenuhan hak terhadap orang lain dan kewajiban kepada manusia lainnya pula. Dalam hidup bermasyarakat, mereka meyakini bahwa hubungan antarmanusia harus didasari pada sama-sama memberi manfaat dan kebaikan.

Selanjutnya, kewajiban lainnya akan mengikuti, terutama berkaitan dengan hubungannya dengan alam semesta. Sebab, kodrat manusia tidak dilepaskan dari alam semesta yang menjadi tempat bersandari bagi pemenuhan segala kebutuhan hidup.

Secara umum, kepercayaan mereka dalam menjaga hubungan dengan alam semesta dibagi menjadi empat, yaitu:

  • Unsur tentang Tuhan atau wujud supranatural yang mencakup kekuatan ghaib.
  • Unsur tentang Roh yang berkaitan erat dengan konsep hari akhir, yaitu adanya surga dan neraka.
  • Unsur etos kerja dan etika, yakni tujuan religius atau tendensi keakhiratan
  • Unsur asal-usul terjadinya alam semesta.

Lewat aturan-aturan tersebut, mereka berkeyakinan bahwa manusia dan alam memiliki hubungan yang saling membutuhkan. Manusia membutuhkan alam sebagai produsen bagi sehala kebutuhannya, sementara alam memerlukan manusia untuk menjaganya agar terus lestari.

Kearipan Lokal dan Penataan Ruang

Sebagaimana aspek-aspek kehidupan lainnya, Suku Kajang amat berpegang pada pasang sebagai sumber dari tata tertib kehidupan mereka. Konteks penataan ruang yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan fisik (penataan pola perkampungan dan perumahan), melainkan juga aspek manusia yang juga menjadi faktor berpengaruh terhadap ruang.

Suku Kajang percaya pada Pasang ri Kajang dalam pencapaian tujuan penataan ruang melalui pengaturan ruang, pelaksanaan dan pembinaan, serta pengendalian pemanfaatan ruang dimana seluruh kalimat dan simbol-simbol yang termuat di dalamnya memerlukan interpretasi budaya yang baik.

Simbol-simbol yang ada selalu berkaitan dengan kearifan lokal untuk mengelola lingkungan atau ruang oleh setiap individu dari Suku Kajang. Di dalam pasang, Suku Kajang mensejajarkan diri dengan lingkungan dan alam, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ammatoa “Bila kamu merusak hutan, sama artinya kamu merusak dirimu sendiri”.

Sebagai masyarakat yang hidup di Tana Toa yang merupakan tanah kebersahajaan, Suku Kajang harus menjunjung tinggi tata cara pergaulan yang sopan dan santun. Beberapa adat istiadat yang mencerminkan hal itu antara lain

Adat istiadat dalam bertutur kata.

Mereka percaya bahwa mereka diciptakan untuk saling menghargai antarsesama sekaligus antar masyarakat yang hidup di tempat berlainan. Bagi mereka, adalah sebuah pantangan besar untuk berbicara kasar dan akan dicela oleh Suku Kajang yang lain apabila berbicara dengan bertolak pinggang.

Mereka dituntun untuk berbicara dengan tangan dilipat di dada sambil membungkukkan badan dan menggulung sarung. Begitu pula dalam hal menyapa, mereka dituntun untuk menggunakan sapaan yang akrab dan mulia seperti menggunakan kata sapaan Puto untuk laki-laki dan Jaja’ untuk perempuan.

Sementara itu, untuk sapaan kepada serumpun mereka dianjurkan untuk menggunakan kata sapaan sesuai tingkat kelahiran, seperti Kak Toa untuk anak sulung, Kak Tengnga untuk anak tengah dan Lolo untuk anak bungsu.

Lebih jauh lagi, Suku Kajang juga memberikan penamaan kepada keturunan mereka sesuai dengan nama hewan, nama musim, dan nama mata angin. Sebagai misal, Jammu, Sappang, Ka’cuppang yang berarti kodok; nama-nama musim seperti Bara’ (musim hujan), Timoro’ (musim kemarau), dan nama mata angin seperti Raja (timur), dan Lau’ (Barat). Sementara itu, mereka diharamkan untuk mempergunakan nama nabi, malaikat, dan nama kebesaran Allah karena dinilai berat dan menimbulkan kedurhakaan sekaligus menanggung dosa.

Adat istiadat dalam berpakaian

Suku Kajang pantang untuk mengenakan pakaian selain berwarna hitam dan putih. Warna tersebut menurut pasang yang mereka percayai mengandung arti kesederhanaan.

Sarung hitam yang dikenakan laki-laki merupakan buatan mereka sendiri yang dilakukan dengan menenun, kemudian direndam ke dalam larutan yang terbuat dari daun tarum yang menyebabkannya menjadi hitam pekat. Pakaian perempuan pun terdiri dari sarung dan baju bodo yang berwarna hitam pekat.

Nilai-nilai sosial

Suku Kajang percaya pasang yang di dalamnya memuat nilai dan adat istiadat yang meliputi perbuatan yang mereka kerjakan. Perbuatan tersebut terdiri dari siri’ (malu), kasipali (pantangan), dan kesenian.

Adat istiadat yang mereka junjung antara lain nilai kejujuran yang merupakan nilai utama ajaran pasang; nilai sabar (sa’bara) yang harus dimiliki oleh seluruh Suku Kajang, terutama para pendidik; nilai konsekuen yang merupakan nilai ketegasan yang harus dimiliki oleh pemimpin adat; nilai tenggang rasa yang dianggap sebagai nilai positif dan berharga bagi kehidupan mereka.

Mereka juga percaya pada Siri’ yang merupakan sejumlah perbuatan yang akan menimbulkan rasa malu dan hukuman berat kepada Suku Kajang yang melakukannya. Beberapa perbuatan itu adalah larangan bagi perempuan berduaan dengan laki-laki yang bukan anggota keluarganya.

Mereka juga percaya pada Kasipalli yang merupakan larangan berat yang hukumannya akan jauh lebih berat dibandingkan Siri’ apabila dilakukan oleh mereka.

Beberapa perbuatan yang dikategorikan dalam Kasipalli adalah menggunakan nama-nama nabi, malaikat, dan Tuhan, berpakaian selain hitam dan putih, pantangan bagi janda untuk menggunakan pakaian selama 40 hari dan banyak bicara sejak kematian suaminya, pantangan mengubah bentuk asli rumah, pantangan menggunakan kendaraan bermotor dan hal-hal lain yang bersifat berlebihan.

Lebih jauh lagi, Suku Kajang juga mengenal baik beberapa kesenian yang sifatnya temporar dan insidental. Beberapa di antaranya adalah tari Pabitte Passapu, permainan gendang, pencak silat pada saat perkawinan.

Di dalam ajarang Pasang, Suku Kajang diperkenankan untuk mengembangkan kesenian sendiri, namun tidak diperkenankan untuk meniru kebiasaan atau kesenian para pendatang atau sesuatu yang dinilai bertentangan dnegan prinsip-prinsip kesederhanaan mereka.

Selain ajaran-ajaran tersebut, pasang yang dipercaya oleh Suku Kajang juga percaya bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara untuk menuju akhirat.

Untuk bisa menjangkau kehidupan akhirat yang baik, mereka perlu menerapkan pola hidup yang sederhana. Hidup dengan cara sederhana menurut mereka merupakan cara atau ideologi yang mempengaruhi bagiamana cara mereka mengatur pola keruangan dan cara mereka dalam memenuhi kebutuhan kesehariannya.

Sikap tidak berlebihan alias sederhana tersebut kemudian akan berdampak pada cara mereka memenuhi makanan, pakaian, sawah, kebun, rumah, dan pemanfaatan sumber daya hutan secara tidak berlebihan atau serampangan.

Jokowi Tegaskan Aparat Tak Bertindak Keras dan Kasar Selama PPKM

0

FAJARPENDIDIKAN.co.id- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta aparat keamanan tak bertindak keras dan kasar selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk menekan kasus Covid-19. Jokowi tak ingin situasi penanganan pandemi Covid-19 memanas karena perilaku tersebut.

“Kemudian, hati-hati dalam menurunkan mobility index mengenai penyekatan dan penanganan terhadap masyarakat, terhadap pedagang, PKL, toko. Saya minta kepada Polri dan juga nanti Mendagri, kepada daerah, agar jangan keras dan kasar,” kata Jokowi saat menyampaikan pengantar dalam Rapat Terbatas Evaluasi PPKM Darurat, yang diunggah YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (17/7).

Jokowi meminta cara-cara penegakan aturan saat PPKM darurat dilakukan dengan lebih baik. Menurutnya, aparat harus bersikap tegas tapi menghindari cara-cara kekerasan.

Mantan wali kota Solo itu menyebut aparat i terhadap perempuan pemilik warung kopi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang dilakukan Sekretaris Satpol PP Gowa, Mardani.

“Saya kira peristiwa-peristiwa yang ada di Sulawesi Selatan (harus dihindari). Misalnya, Satpol PP memukul pemilik warung, apalagi ibu-ibu, ini untuk rakyat menjadi memanaskan suasana,” kata Jokowi.

 

Mahasiswa KKL Ilmu Politik UIN Bahas Inovasi Pelayanan Publik Tahun Kedua Pandemi Covid 19

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Ilmu Politik Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar menggelar Diskusi Publik di Pelataran Balang Institut, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Rabu (15/7/2021) malam.

Diskusi Publik itu membahas Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam Mendorong Inovasi Pelayanan Publik Memasuki Tahun Kedua Pandemi Covid-19.

Hadir dalam kegiatan itu Bupati Bantaeng Ilham Syah Azikin, dan Ketua DPRD Bantaeng, Hamsyah Ahmad sebagai narasumber. Turut hadir pula sejumlah kepala OPD maupun perwakilannya.

Selain itu, hadir juga Dosen Pembimbing KKL Ilmu Politik UIN Alauddin Makassar  Fajar, S Sos M Si dan Direktur Balang Institut Mahbub Ali Muhyar sebagai Penanggap dalam kegiatan itu.

Pada kesempatan itu Ilham Azikin, Bupati peraih penghargaan ketahanan pangan tingkat nasional itu mengatakan inovasi yang ada di daerah yang dipimpinnya tidak dipicu oleh adanya pandemi.

“Saya bersama teman-teman OPD dan jajarannya sejak awal sudah berkomitmen bahwa hari ini tentu sejauh mana organisasi itu mampu memberikan pelayanan yang maksimal,” katanya.

Yang kedua, harus ada sesuatu selain menjadi motivasi bagi internal organisasi diharapkan yang akan diberikan kepada masyarakat membutuhkan magnet dimana pemerintah efektif memberikan pelayanan dan masyarakat merasakan kenyamanan mendapatkan pelayanan.

“Itu sudah sejak awal saya dorong. Bukan karena adanya pandemi. Saya juga dibantu penggiat sosial yang ada di Bantaeng merumuskan konsep inovasi sehingga sebelum pandemi kita pernah mendengar satu eselon IV tiga inovasi dan satu guru satu inovasi,” katanya.

Lebih daripada itu, dia juga memotivasi person di luar rangka struktural dalam organisasi untuk melahirkan sesuatu yang bisa digunakan dalam konteks pemberian pelayanan kepada masyarakat.

“Dengan begini, masyarakat dapat berperan aktif dalam kerja – kerja pemerintah. Misalnya dalam inovasi administrasi kependudukan, kesehatan ibu dan anak dan ini akan menjadi magnet serta kesadaran bagi masyarakat dalam pelayanan,” ujarnya.

Ia juga memuji OPD yang ketika ruang-ruang inovasi dibuka berlomba-lomba menghadirkan inovasi. Namun kata dia, inovasi tidak dihadirkan hanya untuk dilombakan atau untuk mendapatkan reward dari pemerintah tingkat atas.

“Inovasi lahir dari orang-orang yang punya kreatifitas,” katanya.

Selain itu Bupati Bantaeng juga terus membuka ruang-ruang diskusi organisasi internal maupun eksternal.

Juga diperlukan potret dari luar sebagai supporting system untuk menilai apakah inovasi tersebut bermanfaat bagi masyarakat atau tidak.

Sementara itu Ketua DPRD Bantaeng, Hamsyah Ahmad mengatakan, keberhasilan Bupati terlihat dari implementasi visi misi yang tertuang di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Tapi tidak berarti inovasi itu tidak ada tolak ukurnya atas keberhasilan pemerintah.

“Alhamdulillah banyak inovasi yang dilakukan oleh pemerintah kita. Kemarin baru-baru dari Menteri Koperasi, Bupati mendapat penghargaan lagi, itu adalah inovasi yang dilakukan,” katanya.

Hamsyah mengatakan eksekutif dan legislatif harus bersinergi. Sama seperti kehadirannya dalam diskusi itu dengan Bupati Bantaeng. Ia juga berharap agar seluruh OPD ikut membantu Bupati berinovasi untuk masyarakat banyak.

“Pandemi bukan penghalang, kita bersama dengan masyarakat yang akan membantu memberikan masukan,” katanya.

Hamsyah juga menambahkan, secara pribadi maupun kelembagaan berprinsip bahwa harga mati untuk diback up dalam penganggaran.

“Karena inovasi itu akan memberikan manfaat besar untuk masyarakat kita. Seperti yang tertuang dalam RPJMD pembagian modal usaha untuk kelompok kecil menengah.

Ini yang menjadi inovasi dan ini yang menjadi visi misi pak Bupati jadi sudah sinkron dan sudah sejalan antara perencanaan pak Bupati dan yang telah dilaksanakan di lapangan. Kemudian pak Bupati juga mendapat penghargaan, artinya apa yang sudah dilakukan adalah perlakuan positif kepada masyarakat kita. Jadi tidak ada alasan tidak kita back up dalam penganggaran,” kata Hamsyah Ahmad.

 

Citizen Report: Muh Aswan

Tim Asesor BAN-PT Visitasi Akreditasi Prodi S2 KPI UIN Alauddin Makassar Secara Daring

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Pandemi Covid-19 berdampak pada seluruh akitivitas, termasuk pada ranah pendidikan yang membuat proses belajar mengajar dilakukan secara daring (Dalam Jaringan) atau Online.

Begitupun dalam kegiatan visitasi akreditasi institusi dan prodi tetap harus berjalan walapun secara daring.

Pascasarjana Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam menyelenggarakan kegiatan Visitasi Akreditasi ( Assesment lapangan) secara daring via aplikasi zoom meeting. Kamis, (16/07/2021).

Pembukaan asesmen lapangan ini dihadiri dan dibuka langsung oleh Rektor UIN Alauddin Makassar Hamdan Juhannis.

Dalam sambutannya Rektor Uin yang akrab disapa Hamdan mengucapkan terima kasih kepada tim asesor BAN-PT yang telah bersedia melakukan asesmen untuk Prodi S2 KPI.

“Kami sangat berterima kasih atas kesediaan tim asesor untuk melakukan asesmen Prodi S2 KPI, semoga hasil dari asesmen ini mendapatkan hasil akreditasi yang terbaik sehingga bermanfaat bagi kemajuan Prodi S2 KPI,” Ungkap Hamdan.

Visitasi Akreditasi prodi S2 Komunikasi dan Penyiaran Islam oleh BAN-PT dilaksanakan selama dua hari mulai tanggal 16-17 Juli 2021.

Untuk Asesor yang melakukan asesmen yaitu Dr H Najahan Musyafak M.A dari kampus IAIN Walisongo dan Dr H Ahmad Sarbini M.Ag. UIN Sunan Gunung Jati.

Cerita Dongkelor Diangkat di Film Pendek Siswa SMK Farmasi Yamasi Makassar

0

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Siswa SMK Farmasi Yamasi Makassar didampingi guru pembimbing, Isthie Purnamasari yang juga seorang pendongeng dan menjadi salah satu tim kreatif Dongkelor (Dongeng Keliling Online dari Rumah) mendatangi Pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar yang juga inovator, Tulus Wulan Juni di ruang kerjanya.

Kunjungannya untuk konsultasi dan wawancara terkait inovasi Dongkelor dan cerita singkatnya hingga Dongkelor hadir sebagai salah satu inovasi unggulan Dinas Perpustakaan Makassar.

Dongkelor dipilih sebagai materi film pendeknya untuk mengikuti lomba Film Dokumenter Khusus SMK pada kegiatan Festival & Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2021.

Kehadiran Dongkelor menurut Isthi relevan sesuai tema yakni “Seni Pulihkan Negeri. Hal tersebut diamini oleh Pustakawan Tulus Wulan Juni.

“Dongkelor banyak sekali manfaatnya, selain sebagai media pengatar untuk meningkatkan minat baca juga bagaimana cerita-cerita dari nilai-nilai kebaikan dongeng itu bisa memberi terapi untuk tetap kuat dan semangat serta bangkit dari keterpurukan akibat pandemi covid-19,” ungkap Tulus.

Cerita tentang Dongkelor yang akan dibuat dalam versi film pendek oleh siswa SMK Farmasi Yamasi Makassar dalam rangka mengikuti lomba di tingkat Nasional.

Tentunya akan menjadi salah satu upaya memperkenalkan praktik baik yang dilakukan oleh para pendongeng dan Dinas Perpustakaan Kota Makassar untuk memberi inspirasi dan pandangan bahwa kehadiran dongeng bukan hanya sebuah program yang menyajikan cerita saja, tetapi lebih dari itu sebagai obat yang dapat menyembuhkan luka apa saja dan terus menebar semangat hidup.

Komisi IV DPRD Bone Kagum Inovasi Dinas Perpustakaan Kota Makassar

0

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Dinas Perpustakaan Kota Makassar, Senin (12/07) menerima rombongan kunjungan dari Komisi IV Bidang Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) DPRD Kabupaten Bone.

Kunjungan yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IV, dr A Ryad Baso Padjalangi diterima langsung oleh Sekretaris Dinas Perpustakaan Makassar, Muhyiddin Mustakim didampingi Kabid Pengembangan Perpustakaan dan Pembudayaan Kegemaran Membaca, Muh. Thato Amran Kudus serta Pejabat Fungsional Pustakawan di ruang baca lantai II Perpustakaan Umum Kota Makassar.

Rombongan Komisi IV yang berjumlah 10 orang terdiri dari dr A Ryad Baso Padjalangi (Ketua Komisi), A Muh Salam (Wakil Ketua), Andi Akhiruddin (Sekretaris Komisi) dan Anggota Komisi, A Mappanyukki Takka, Andi Purnama Sari A, Andi Irwan Wirasasti, Muhammad Wahyu, Muh, Asrullah, Rangga Risa Swara dan Marliati

Terlihat mereka begitu serius menyimak penjelasan dari Sekretaris Dinas Perpustakaan Kota Makassar terkait inovasi yang dimiliki Dinas Perpustakaan termasuk perjalanan lahirnya inovasi hingga sekarang telah memiliki enam inovasi yang seluruhnya telah mendapatkan penghargaan baik di tingkat kota, provinsi dan nasional.

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bone mengucapkan terima kasih karena kunjungan kerjanya telah diterima baik oleh Dinas Perpustakaan Kota Makassar dan dapat mendengarkan langsung bagaimana program inovasi dilaksanakan dan terus dikembangkan.

“Kunjungan kerja kami bertujuan ingin sharing tentang program inovasi unggulan Dinas Perpustakaan Kota Makassar.

Bagaimana melakukan inovasi, bagaimana memecahkan masalah dan kita semua kagum karena Dinas Perpustakaan Kota Makassar luar biasa caranya menyelesaikan masalah dengan berinovasi,” Ungkap Ryad Baso Padjalangi.

FKM Unhas Gelar Workshop Penyusunan Dokumen Roadmap Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas) menggelar Workshop Penyusunan Dokumen Roadmap Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Sabtu, 17 Juli 2021.

Kegiatan dilakukan secara hybrid, panitia offline di ruang K225 dan peserta online melalui aplikasi zoom.

Workshop yang bertujuan untuk mengetahui  bagaimana menghasilkan riset yang berkualitas untuk menghasilkan upaya preventif untuk mencegah penyakit tidak menular itu, dibuka secara resmi oleh Dekan FKM Unhas, Dr Aminuddin Syam, SKM., MKes., MMed., Ed.

Acara berjalan dengan lancar dipandu oleh Dr Abdul Salam, SKM., MKes., serta Wakil Dekan Bidang Akademik, Riset dan Inovasi Ansariadi, SKM., M Sc., PH., Ph.D yang berkesempatan hadir sebagai narasumber pembuka dengan topik Roadmap Penelitian dan PKM.

Workshop diawali dengan  pemaparan narasumber oleh Wakil Dekan Bidang Akademik, Riset dan Inovasi Ansariadi, SKM., M. Sc., PH., Ph. D dengan topik Roadmap Penelitian dan PKM.

Memulai pemaparannya Ansariadi mengatakan, pandemi Covid-19 akan tetap menjadi isu global beberapa tahun kedepan.

Issue lain ialah Suistanable Developmnet Goals yang harus dicapai oleh seluruh wilayah di Indonesia. SDGs nomor 3 yang tidak bisa dipisahkan dengan isu lain.  Health Determinants from Micro to Macro.

“Pemerataan dan keadilan dalam kesehatan masyarakat terkait isu vaksin berbayar menjadi isu global. Bagaimana pembangunan kesehatan bisa merata dan adil. Isu Kebijakan dan Sistem Kesehatan. Perlu diatur dengan kemampuan leadership untuk menjadi fokus teman-teman di AKK,” jelasnya.

Ansariadi juga mengatakan fokus riset kedepan banyak melihat tentang bagaimana bebannya, risk factor, model intervensi, uji coba model dan evaluasi hasil intervensi.

Selain itu, pengembangan model promoif dan preventif mencakup semua determinan kesehatan terutama perilaku dan lingkungan

Pendekatan baru mulai dari biomolkekuler sampai genetik. Model pendekatan terbaru yaitu multilevel modelling dalam menganalisis masalah kesehatan. Evaluasi kebijakan kesehatan baik sifatnya lokal, bagaiamana kebijakan kesehatan memengarhi penanganan pandemi

“Strategi agar bisa dijalankan dan ouputnya bisa dicapai yakni mengindentifikasi dana riset internal dan dikti yang tersedia setiap tahunnya, menyiapkan bank proposal kesehatan dengan melibatkan mahasiswa S3, mengindentifikasi dana riset dari funding internasional dan bekerjasama dengan institusi luar negeri dalam bentuk kolaborasi riset,” paparnya.

Lebih lanjut ia manjelaskan road map harus mendukung visi dan misi prodi. “Fokus Issue Strategis dan Tema Riset Fakultas yang relevan dengan prodi dan dikembangkan di masing-masing prodi.

Bagaimana dengan S1, S2, dan S3 apakah perbedaannya dari segi kedalaman atau keunikan Prodi. Indikator/output kinerja bidan ialah publikasi/HAKI dan pengabdian kepada masyarakat,” katanya.

Workshop dilanjutkan dengan diskusi oleh prodi S1, S2, dan S3 dengan melakukan pembahasan dan menyepakati usulan roadmap dan P2M masing-masing prodi.

Dilanjutkan dengan pemaparan hasil diskusi oleh masing-masing prodi dengan diberikannya RTL oleh ketua panitia Workshop Penyusunan Dokumen Roadmap Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Dr Balqis, SKM., M.Kes.

Workshop ditutup oleh Wakil Dekan Bidang Akademik, Riset dan Inovasi Ansariadi, SKM., M. Sc., PH., Ph. D.