Skandal Kios Pasar Pekkae: Misteri Jual Beli Lapak Negara

Barru – Praktik tak lazim terjadi di Pasar Pekkae, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Pasar yang seharusnya menjadi pusat perputaran ekonomi rakyat, kini justru berubah menjadi ajang jual beli dan sewa-menyewa lapak secara ilegal oleh oknum pemilik toko.

Hasil investigasi Fajar Pendidikan menemukan bahwa sejumlah lapak dikuasai oleh individu tertentu yang tidak lagi berdagang, namun menyewakan lapak milik pasar tersebut kepada pedagang lain. Ironisnya, praktik ini sudah berlangsung cukup lama tanpa penindakan tegas dari pihak terkait.

“Saya tanya, katanya ini sudah lama, Pak. Bahkan ada yang tidak jualan lagi tapi lapaknya tetap disewakan ke orang lain,” ungkap salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya, Rabu (11/6/2025).

Lebih miris lagi, para pedagang yang menyewa tersebut harus membayar dua kali: kepada pemilik lapak resmi, dan juga kepada pengelola pasar setiap bulannya. Situasi ini menambah beban pedagang, terutama di tengah lesunya daya beli masyarakat.

“Kan kita bayar ke pemilik lapak, terus bayar lagi ke pasar tiap bulan. Kalau pembeli lagi sepi, kami kesulitan. Kadang setor ke pasar pun tertunda,” keluhnya dengan wajah sedih.

Bahkan, dalam temuan di lapangan, seorang pedagang kain secara terbuka mengaku hendak menjual dua kios miliknya dengan harga Rp125 juta. “Saya mau jual kios saya, Pak. Rp125 juta, cuma dua tempat saja,” ujarnya kepada Fajar Pendidikan saat investigasi berlangsung.

Kepala Pasar Pekkae, Drs. H. Kamaluddin, M.M., menyebut praktik jual beli kios melanggar aturan. ( Sumber foto: fajarpendidikan.co.id )
Kepala Pasar Pekkae, Drs. H. Kamaluddin, M.M., menyebut praktik jual beli kios melanggar aturan. ( Sumber foto: fajarpendidikan.co.id )

Menanggapi hal tersebut, Kepala Pasar Pekkae, Drs. H. Kamaluddin, M.M., membenarkan adanya praktik jual beli lapak dan menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku.

Baca Juga:  Duit Irigasi Menguap, Direktur Masuk Bui

“Itu jelas melanggar. Pasar tidak bisa diperjualbelikan karena ini adalah milik pemerintah, bukan milik pribadi,” tegas Kamaluddin kepada fajarpendidikan.co.id.

 “Ia menambahkan, pihak pengelola pasar akan segera melakukan pendataan dan penertiban terhadap lapak-lapak yang disalahgunakan, guna melindungi hak pedagang kecil dan menjaga fungsi pasar sebagai ruang usaha publik.

- Iklan -

Diketahui, dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan fasilitas pasar milik Pemerintah Daerah Kabupaten Barru, telah ditetapkan besaran retribusi atas penggunaan fasilitas pasar sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 8 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, yaitu sebagai berikut:

  • Sewa Kios: Rp 15.000,- per m² per bulan
  • Sewa Losd (lapak terbuka atau semi permanen): Rp 10.000,- per m² per bulan
  • Sewa Pelataran (area terbuka di lingkungan pasar): Rp 5.000,- per m² per bulan
  • Sewa Losd Ikan (khusus area penjualan ikan atau hasil laut): Rp 25.000,- per m² per bulan

Ketua LSM Asura, Erwin, angkat bicara terkait maraknya praktik jual beli dan penguasaan kios secara ilegal di Pasar Pekkae, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Dalam investigasinya baru-baru ini, Erwin menemukan banyak kejanggalan yang dinilai telah merugikan negara dan mencederai fungsi pasar sebagai ruang usaha publik.

“Beberapa hari lalu saya turun langsung ke Pasar Pekkae dan menemukan bahwa kios serta lapak di sana diperjualbelikan secara bebas oleh para penyewa. Harga jualnya bervariasi, bahkan mencapai ratusan juta rupiah,” ungkap Erwin kepada Fajar Pendidikan, Rabu (11/6/2025).

Baca Juga:  Jamwas Kejagung Sambangi Kejati Sulsel: Bangun Kepedulian, Jaga Integritas

Menurutnya, kios di lantai bawah dijual dengan harga antara Rp125 juta hingga Rp150 juta, sementara lapak atau akses jalan dijual mulai Rp10 juta hingga Rp50 juta. Di lantai dua, bahkan ada lapak lengkap dengan isinya yang ditawarkan seharga Rp150 juta.

Lebih mencengangkan lagi, Erwin menemukan bahwa beberapa individu menguasai hingga 20 kios yang dibiarkan kosong atau disewakan kembali. Ada pula yang memiliki 10 kios, namun tidak digunakan di Pasar Pekkae, melainkan berjualan di tempat lain.

“Ini sangat merugikan pemerintah. Yang diperjualbelikan itu adalah aset negara. Bukan milik pribadi. Hampir semua fasilitas di lantai atas dan bawah, baik kios maupun akses jalan, dijadikan komoditas investasi oleh oknum tertentu,” tegasnya.

Erwin menilai kondisi ini sebagai bentuk pelanggaran serius dan mendesak adanya penataan ulang secara menyeluruh terhadap para penyewa.

“Bagi penyewa yang terbukti memperjualbelikan kios atau akses jalan, harus diberikan sanksi tegas. Pasar Pekkae yang seharusnya menjadi pasar modern kini tampak kumuh dan tidak tertata,” kritiknya.

LSM Asura juga meminta kepada pengurus baru Pasar Pekkae untuk segera melakukan reformasi pengelolaan pasar agar fungsi pasar sebagai ruang usaha rakyat bisa dikembalikan sesuai tujuan awal.

“Kami butuh perubahan nyata. Penataan ulang, pendataan pedagang, dan penghentian praktik jual beli lapak ilegal harus segera dilakukan. Jangan biarkan aset publik dimonopoli segelintir orang,” tutup Erwin.

 

Hengki 

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU