OPINI : Merdeka Belajar Dan Kontroversi Isu SKCK Bagi Pelajar

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Masifnya gelombang penolakan terhadap pengesahan UU Omnibus Law menuai kebijakan baru dari pemerintah. Kebijakan tersebut terkait dengan keikutsertaan Mahasiswa dan sejumlah pelajar SMA dalam demo penolakan UU tersebut.
Diketahui bahwa pada gelombang awal aksi penolakan pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja 8 Oktober lalu, Polri mencatat 3.862 orang ditangkap di berbagai wilayah di Indonesia, dan mayoritas adalah pelajar, yaitu 1.548 orang dari daerah Sulawesi Selatan, Jakarta, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.

Keikutsertaan mereka dalam demo dinilai tidak wajar, sebab para pelajar ini dianggap tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Bahkan mereka dianggap hanya terprovokasi oleh kelompoknya sebagai bentuk solidaritas semata tanpa memiliki motif dan tujuan yang jelas.

Atas dasar tersebut Kepolisian mengeluarkan kebijakan untuk mencatat identitas pelajar yang tertangkap dan mengancam untuk tidak memberikan SKCK, yang akan berdampak kepada masa depan mereka.
Kepolisian mengklaim kebijakan itu akan ditempuh untuk memberikan efek jera kepada pelajar. Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono “Mekanisme pencatatan SKCK itu hanya berlaku bagi pelajar yang memang terbukti melanggar hukum atau melakukan tindak pidana”. BBC News Indonesia (15/10/2020)
Lain halnya dengan Koordinator Wakca Balaka Forum Advokasi Keterbukaan Informasi, beliau menuturkan. “Menakut-nakuti pelajar yang akan menyuarakan aspirasinya didepan umum jelas merupakan pendidikan politik yang buruk. Membunuh masa depan Demokrasi”. SuaraJabar.Id (15/10/2020).

Kebijakan tersebut juga disayangkan oleh Komisioner KPAI Jasra Putra, beliau menyebut kebijakan itu akan membuat pelajar kesulitan mencari pekerjaan disektor Formal. Karena SKCK sangat penting dalam persyaratan kerja di perusahaan-perusahaan formal.

Memaknai Hakikat Merdeka Belajar
Merdeka belajar adalah program kebijakan baru kemendikbud RI yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dengan esensi kemerdekaan berpikir, membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, sopan dan berkompetensi.

Dengan melihat esensi dari merdeka belajar ini maka sepatutnya keikutsertaan para pelajar ini tidak perlu dipermasalahkan, karena hal tersebut menjadi perwujudan sikap berani dalam menyampaikan aspirasi dan mengkritisi apa yang dianggap akan menyengsarakan masyarakat.

Namun demikian, ada beberapa hal yang patut dicermati dari program merdeka belajar tersebut. Pertama. Dalam memaknai hakikat merdeka yakni pemerintah bebas mengeksplor potensi anak-anak ummat untuk memuluskan kepentingan para kapitalis. Peserta didik hanya dibekali ilmu untuk dapat bersaing dalam dunia kerja. Sehingga pendidikan saat ini hanya dijadikan sebagai komoditas pendayagunaan SDM.

Kedua. Potensi pemuda untuk menentang Kapitalisme dan menuntut perubahan justru diberangus. Hal tersebut terlihat dalam kebijakan penertiban SKCK bagi pelajar yang ikut demo. Sehingga akan melahirkan insan-insan yang tidak memiliki sikap empati, pasrah dengan keadaan dan kehilangan sikap kritis.

Sepatutnya menjadi hal yang wajar apabila para pelajar turut mengingatkan pemerintah serta seluruh jajarannya agar tidak gegabah dalam mengambil tindakan pengesahan UU Omnibus Law, demi kemaslahatan seluruh warga negara terutama yang terdampak dari UU tersebut.

Tentu saja dengan pengetahuan yang mendalam terkait perkara tersebut, serta memahami kemana arah perjuangan dan perubahan yang sedang diperjuangkan. Sebagai perwujudan bentuk kecintaan kepada negeri ini
Islam, Solusi Pendidikan Terbaik
Sepanjang penerapannya, Islam telah menjelma menjadi satu-satunya sistem yang mampu melahirkan generasi-geserasi cerdas dan beradab. Islam memprioritaskan pendidikan sebagai modal pertama dan utama dalam pembentukan sebuah peradaban, Dalam Islam potensi-potensi yang dimiliki oleh para pemuda senantiasa diarahkan untuk mewujudkan sistem islam. Mereka dibina dengan metode pendidikan talaqiyyan fikriyan. Metode ini mampu mencerdaskan akal dan meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, sehingga ilmu yang diperolehnya mampu mengubah tingkah lakunya, bukan sekedar transfer ilmu dari gurunya.

Dengan metode pembelajaran yang membekas itu potensi peserta didik senantiasa terarah sesuai dengan fitrah penciptaanya. Yakni untuk mengabdi kepada Allah SWT serta mampu untuk senantiasa memberi manfaat bagi umat. Bukan justru menjadi generasi individualis yang tidak perduli dengan kesulitan yang akan menimpah orang lain. Wallahu’alam


Oleh Nurhikmah,S.Pd.I / Praktisi Pendidikan

Baca Juga:  Tempo vs Bahlil: PERLUKAH TEMPO MEMINTA MAAF?
- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU