Beranda blog Halaman 162

Tari Suanggi : Sejarah, Makna, Properti, Gerakan dan Busana

Tari Suanggi adalah salah satu tarian tradisional dari Papua yang memiliki nuansa mistis dan magis. Tarian ini sering dikaitkan dengan ritual pengusiran roh jahat atau penyembuhan. Berikut adalah penjelasan mengenai sejarah, makna, properti, gerakan, dan busana dalam Tari Suanggi:

1. Sejarah Tari Suanggi

Tari Suanggi berasal dari tradisi masyarakat Papua yang percaya pada keberadaan roh jahat atau suanggi. Menurut kepercayaan setempat, roh suanggi adalah roh perempuan yang meninggal secara tidak wajar, dan dipercaya dapat mengganggu kehidupan manusia dengan membawa malapetaka seperti penyakit atau kematian. Oleh karena itu, Tari Suanggi dilakukan sebagai bagian dari ritual untuk mengusir roh jahat atau sebagai bentuk penyembuhan spiritual ketika ada seseorang yang sakit parah akibat diyakini diganggu oleh roh suanggi. Tarian ini biasa ditampilkan dalam upacara adat atau penyembuhan di beberapa suku Papua, seperti di wilayah Fakfak dan Sorong.

2. Makna Tari Suanggi

Makna utama dari Tari Suanggi adalah penyucian dan pengusiran roh jahat dari kehidupan manusia. Tarian ini mengisahkan tentang perjuangan masyarakat melawan roh jahat yang dianggap membawa bencana atau kesialan. Tari Suanggi juga melambangkan kekuatan spiritual dan keberanian dalam melawan pengaruh negatif yang dianggap mengganggu harmoni kehidupan. Selain itu, tarian ini juga berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan dunia roh.

3. Properti Tari Suanggi

Properti yang digunakan dalam Tari Suanggi biasanya sederhana, tetapi memiliki simbolisme kuat, antara lain:

  • Tifa: Alat musik tradisional Papua ini digunakan untuk mengiringi tarian. Bunyi tifa yang ritmis menciptakan suasana mistis dan menggugah perasaan penonton.
  • Senjata tradisional: Kadang-kadang penari membawa senjata seperti tombak atau parang sebagai simbol perlawanan terhadap roh jahat.
  • Topeng: Dalam beberapa variasi tarian, penari dapat menggunakan topeng untuk menggambarkan sosok roh jahat atau suanggi. Topeng ini digunakan untuk memperkuat kesan mistis dan dramatik dari tarian.

4. Gerakan Tari Suanggi

Gerakan dalam Tari Suanggi memiliki nuansa dramatis dan intens. Beberapa karakteristik gerakan tarian ini antara lain:

  • Gerakan tubuh yang kuat: Penari menunjukkan ekspresi ketakutan dan kemarahan saat melawan roh suanggi. Gerakan tangan dan kaki biasanya penuh tenaga, menggambarkan pertarungan melawan kekuatan gelap.
  • Langkah cepat dan ritmis: Penari bergerak dengan langkah cepat, mengikuti irama tifa yang mengiringi tarian. Gerakan ini menciptakan kesan pengejaran antara manusia dan roh jahat.
  • Ekspresi wajah: Wajah para penari biasanya menampilkan ekspresi tegang dan penuh emosi, menambah dramatisasi dalam tarian. Hal ini mencerminkan ketegangan dan bahaya yang dihadapi oleh masyarakat dalam menghadapi roh jahat.
  • Gerakan melingkar: Terkadang penari membentuk lingkaran untuk menciptakan simbol pertahanan dan persatuan dalam menghadapi roh suanggi.

5. Busana Tari Suanggi

Busana yang digunakan dalam Tari Suanggi melambangkan kekuatan dan spiritualitas masyarakat Papua. Berikut adalah beberapa elemen busana yang sering digunakan:

  • Pakaian tradisional Papua: Penari mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan alami seperti serat pohon, daun-daunan, atau kain tradisional. Warna busana sering kali menggambarkan kekuatan dan keberanian, seperti merah atau hitam.
  • Hiasan kepala: Penari sering memakai hiasan kepala dari bulu burung atau aksesoris alami lainnya yang mencerminkan identitas masyarakat Papua.
  • Lukisan tubuh: Tubuh para penari biasanya dilukis dengan motif-motif tradisional yang menggunakan warna putih, merah, dan hitam. Lukisan tubuh ini memiliki makna perlindungan spiritual dan menunjukkan keterkaitan dengan dunia roh.
  • Topeng roh jahat: Pada beberapa versi tarian, seorang penari yang memerankan roh suanggi akan mengenakan topeng yang menyeramkan untuk menggambarkan kehadiran roh jahat yang sedang diusir.

Tari Wor : Sejarah, Makna, Properti, Gerakan dan Busana

Berikut ini adalah rincian sejarah mengenai Tari Wor yang merupakan salah satu tarian tradisional dari Papua, khususnya dari masyarakat Biak Numfor di bagian utara Papua:

1. Sejarah Tari Wor

Tari Wor memiliki akar yang dalam dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Biak Numfor. Awalnya, tari ini merupakan bagian dari upacara adat yang memiliki fungsi penting dalam berbagai aspek kehidupan, seperti penyambutan tamu penting, perayaan kemenangan perang, serta ritual syukur kepada leluhur atas hasil panen atau keberhasilan masyarakat. Tari Wor juga sering kali dikaitkan dengan ritual keagamaan tradisional, yang melibatkan pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang. Tarian ini menjadi salah satu bentuk ekspresi budaya yang diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat Biak Numfor dan menjadi simbol identitas budaya mereka.

2. Makna Tari Wor

Makna dari Tari Wor terletak pada penghormatan terhadap leluhur dan rasa syukur atas berkah yang diberikan alam dan roh leluhur. Tarian ini juga sering digunakan untuk mempererat persaudaraan di antara anggota masyarakat serta sebagai bentuk ungkapan kegembiraan dalam berbagai perayaan. Tari Wor juga mengandung pesan moral tentang keberanian, persatuan, dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan latar belakang tradisi yang kuat, tarian ini merefleksikan hubungan yang erat antara manusia, alam, dan roh leluhur.

3. Gerakan Tari Wor

Gerakan dalam Tari Wor cukup beragam dan dinamis, mengikuti ritme musik tradisional yang dimainkan selama pertunjukan. Beberapa ciri khas gerakan dalam tarian ini meliputi:

  • Gerakan melingkar: Para penari sering kali membentuk formasi lingkaran, yang melambangkan persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat.
  • Langkah kaki cepat: Gerakan kaki yang cepat dan ritmis menggambarkan energi dan semangat para penari.
  • Gerakan tangan terbuka: Tangan penari sering digerakkan ke atas atau ke samping, melambangkan keterbukaan dan keramahtamahan masyarakat Papua, khususnya dalam menyambut tamu.
  • Tarian kolektif: Tari Wor biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang menari secara serempak, menekankan pentingnya kebersamaan dalam tradisi dan kehidupan sosial suku Biak Numfor.

4. Properti Tari Wor

Tari Wor menggunakan beberapa properti yang mendukung makna dan suasana tarian, di antaranya:

  • Tifa: Alat musik utama yang digunakan untuk mengiringi Tari Wor adalah tifa, yang dimainkan untuk memberikan irama dan ritme dinamis pada tarian. Bunyi tifa sangat khas dan menjadi simbol kekuatan dan semangat masyarakat Papua.
  • Busur dan panah: Dalam beberapa variasi Tari Wor, penari membawa busur dan panah sebagai simbol kekuatan perang dan perlindungan dalam kehidupan masyarakat.
  • Tombak atau senjata tradisional: Properti ini sering digunakan untuk menambah kesan keberanian dan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman, terutama dalam konteks sejarah perang antar-suku.

5. Busana Tari Wor

Busana yang dikenakan dalam Tari Wor merupakan cerminan kekayaan budaya Papua, khususnya suku Biak Numfor. Beberapa elemen busana yang sering dikenakan dalam tarian ini antara lain:

  • Rok rumbai: Rok yang terbuat dari serat alam atau daun-daun kering adalah busana khas yang digunakan oleh penari, melambangkan kesederhanaan dan keterikatan dengan alam.
  • Hiasan kepala: Para penari menggunakan hiasan kepala dari bulu-bulu burung, terutama burung Cenderawasih, yang merupakan simbol kehormatan dan keindahan dalam budaya Papua.
  • Kalung dan gelang: Aksesoris seperti kalung manik-manik dan gelang sering dikenakan oleh penari untuk memperindah penampilan serta melambangkan status sosial dan kekayaan budaya.
  • Lukisan tubuh: Penari kadang menghiasi tubuh mereka dengan lukisan tradisional yang menggunakan bahan alami, seperti tanah liat atau pewarna alami, yang melambangkan hubungan dengan leluhur dan alam.

Tari Isosolo : Sejarah, Makna, Properti, Gerakan dan Busana

Tari Isosolo adalah tarian tradisional dari Papua yang memiliki nilai budaya dan spiritual yang mendalam. Berikut adalah rincian sejarah, makna, properti, gerakan, dan busana dari Tari Isosolo:

1. Sejarah Tari Isosolo

Tari Isosolo berasal dari suku-suku di Papua yang hidup di kawasan pegunungan. Sejarah tarian ini erat kaitannya dengan ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat untuk menghormati alam dan leluhur. Isosolo sering kali dipentaskan dalam upacara penting seperti perayaan panen, penyambutan tamu, dan upacara spiritual yang bertujuan untuk memohon perlindungan dan keberkahan dari roh leluhur. Tarian ini telah diwariskan dari generasi ke generasi, dan masih dipertahankan hingga saat ini sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat setempat.

2. Makna Tari Isosolo

Tari Isosolo memiliki makna simbolis yang berkaitan dengan hubungan antara manusia, alam, dan roh leluhur. Masyarakat Papua memandang alam sebagai bagian integral dari kehidupan mereka, dan tarian ini merupakan ekspresi rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah, serta penghormatan kepada kekuatan-kekuatan alam dan leluhur. Tarian ini juga dianggap sebagai sarana untuk mempererat ikatan sosial dan memelihara keharmonisan dalam masyarakat.

3. Gerakan Tari Isosolo

Gerakan dalam Tari Isosolo cenderung lembut dan teratur, menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan leluhur. Beberapa karakteristik gerakan dalam tarian ini adalah:

  • Gerakan tangan: Penari sering kali menggerakkan tangan dengan gerakan memutar atau menepuk lembut, yang melambangkan rasa syukur dan penghormatan.
  • Langkah kaki: Kaki penari bergerak dalam pola melingkar atau maju mundur dengan ritme yang tenang, mencerminkan keteraturan dan keharmonisan.
  • Formasi: Penari biasanya menari dalam formasi melingkar, yang mencerminkan persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat.
  • Gerakan tubuh: Badan penari bergerak mengikuti alunan musik yang lembut, dengan fokus pada gerakan halus yang mencerminkan sikap rendah hati dan penghormatan terhadap leluhur.

4. Properti Tari Isosolo

Tari Isosolo tidak banyak menggunakan properti, tetapi dalam beberapa pertunjukan, properti yang digunakan sering kali memiliki makna spiritual dan simbolis, di antaranya:

  • Tifa: Alat musik tradisional Papua ini menjadi instrumen pengiring utama dalam tarian Isosolo. Tifa memberikan irama yang menenangkan dan menjadi simbol ritme alam.
  • Daun atau ranting: Beberapa penari mungkin membawa daun atau ranting sebagai simbol hubungan manusia dengan alam.
  • Perisai kayu: Dalam beberapa variasi tarian, perisai kayu dapat digunakan untuk menggambarkan perlindungan dari roh jahat atau simbol pertahanan diri.

5. Busana Tari Isosolo

Busana yang dikenakan dalam Tari Isosolo menggambarkan keunikan budaya Papua, yang erat kaitannya dengan alam. Berikut beberapa elemen busana dalam tarian ini:

  • Rok rumbai: Penari mengenakan rok rumbai yang terbuat dari bahan alami seperti daun sagu atau serat kayu, mencerminkan kesederhanaan dan keterikatan dengan alam.
  • Hiasan kepala: Hiasan kepala dari bulu burung atau daun digunakan untuk memperindah penampilan, serta melambangkan kehormatan dan kebanggaan sebagai masyarakat Papua.
  • Aksesoris tubuh: Penari sering kali menggunakan kalung dan gelang dari kerang atau manik-manik, yang merupakan bagian penting dari budaya suku Papua.
  • Lukisan tubuh: Beberapa penari menghiasi tubuh mereka dengan lukisan tradisional yang terbuat dari bahan alami, yang biasanya memiliki makna spiritual dan perlindungan.

Ini Batas Aman Konsumsi Kopi dalam Sehari, Jangan Berlebihan

0

Seberapa banyak kopi yang aman untuk diminum setiap hari? Beberapa orang dapat mengonsumsi empat hingga lima cangkir tanpa mengalami masalah, sementara yang lain mungkin sudah merasakan efek samping dari cangkir pertama.

Menikmati kopi bisa menjadi momen favorit sehari-hari. Selain rasanya yang nikmat, kopi memiliki banyak manfaat, seperti menurunkan risiko kanker, gagal jantung, diabetes tipe 2, dan bahkan kematian, menurut berbagai penelitian.

Namun, studi juga menunjukkan bahwa konsumsi kopi yang berlebihan dapat meningkatkan risiko demensia, stroke, dan kematian akibat penyakit kardiovaskular, terutama pada peminum dengan tekanan darah tinggi.

Lalu, berapa banyak kopi yang aman untuk dikonsumsi setiap hari? Apakah satu atau dua cangkir sudah cukup?

Anggapan yang Salah

Meskipun ada bukti bahwa konsumsi kopi dalam jumlah moderat tidak berbahaya, bukan berarti kita harus memaksakan diri untuk mengonsumsinya demi manfaat kesehatan, kata Tricia Psota, pakar gizi dari Nutrition on Demand dan anggota American Society for Nutrition. “Saya tidak akan merekomendasikan siapa pun untuk minum minuman berkafein dengan alasan apa pun,” ujarnya.

Batas Aman Minum Kopi

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) merekomendasikan agar orang membatasi asupan kafein harian hingga 400 miligram, yang setara dengan sekitar empat hingga lima cangkir kopi.

Kebanyakan orang tidak akan mengalami efek samping serius dari kafein, meskipun kemungkinan terjadinya efek samping seperti detak jantung tidak teratur, muntah, kejang, diare, hingga kematian meningkat jika mengonsumsi 1.200 miligram, atau sekitar 12 cangkir, dalam sehari.

Beda Orang, Beda Batas Aman

Namun, bahkan konsumsi 400 miligram kafein per hari dapat menyebabkan efek samping seperti mulas, gemetar, kecemasan, dan kesulitan tidur. Beberapa orang dapat minum empat hingga lima cangkir tanpa masalah, sementara yang lain sudah merasakan efek samping dari cangkir pertama.

Bagi ibu hamil atau menyusui, Psota menyarankan untuk tidak mengonsumsi lebih dari 200 miligram, atau sekitar dua cangkir kopi per hari, karena kafein dapat tersalurkan ke bayi melalui ASI. Penelitian juga menunjukkan bahwa kafein selama kehamilan dapat berkontribusi pada bayi yang lahir dengan berat badan rendah.

Selain itu, bahkan satu cangkir kopi sehari dapat meningkatkan risiko bagi penderita penyakit kardiovaskular atau diabetes, terutama jika dikonsumsi dengan gula atau krim.

Menurut Nikki Cota, pakar gizi di Mayo Clinic, batas konsumsi gula harian yang direkomendasikan adalah 50 gram dari makanan yang mengandung 2.000 kalori sehari. Jadi, jangan sampai satu cangkir kopi manis menghabiskan batas konsumsi gula harian itu.

Usia juga dapat memengaruhi toleransi tubuh terhadap kafein, menurut Jessica Sylvester dari Academy of Nutrition and Dietetics. “Jika kamu mulai merasa sangat lelah dan kafein tidak membantu, maka sebaiknya berhenti minum kopi,” ungkap Sylvester. “Jika jantungmu mulai berdetak cepat, kamu juga harus berhenti. Ini bervariasi bagi setiap orang.” (*)

Tari Fela Mandu : Sejarah, Makna, Properti, Gerakan dan Busana

Tari Fela Mandu merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari suku Mee, Papua. Berikut ini penjelasan mengenai sejarah, makna, properti, gerakan busana Tari Fela Mandu:

1. Sejarah Tari Fela Mandu

Tari Fela Mandu merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari suku Mee, Papua. Tarian ini biasanya ditampilkan dalam berbagai upacara adat yang penting bagi masyarakat suku Mee, khususnya sebagai bagian dari ritual penghormatan terhadap arwah leluhur.

Tarian ini juga sering ditampilkan saat ada perayaan kemenangan perang atau setelah keberhasilan suku dalam berbagai tantangan hidup. Sejarahnya terikat dengan tradisi suku Mee yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual, di mana tarian ini sering kali digunakan untuk menghubungkan masyarakat dengan kekuatan-kekuatan alam dan roh-roh leluhur.

2. Makna Tari Fela Mandu

Makna utama dari Tari Fela Mandu berkaitan dengan penghormatan terhadap leluhur dan perlindungan spiritual. Dalam budaya suku Mee, tarian ini sering dilakukan untuk memohon berkah dari roh-roh leluhur serta untuk mengusir roh-roh jahat yang mungkin membawa pengaruh buruk bagi masyarakat. Tarian ini juga dianggap sebagai wujud rasa syukur atas kemenangan dalam perang atau keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas besar yang membutuhkan kekuatan dan kerja sama. Selain itu, tarian ini melambangkan keberanian, persatuan, dan perlindungan bagi suku Mee.

3. Gerakan Tari Fela Mandu

Gerakan dalam Tari Fela Mandu cenderung dinamis dan kuat, mencerminkan semangat perang dan keberanian. Beberapa ciri gerakan dalam tarian ini antara lain:

  • Gerakan tangan: Tangan penari bergerak cepat dan kuat, sering kali menggambarkan gerakan menusuk atau memukul, yang mencerminkan semangat juang dan keberanian para prajurit suku Mee.
  • Gerakan kaki: Kaki penari melangkah dengan cepat, melambangkan kecepatan dan ketangkasan, yang penting dalam peperangan.
  • Formasi baris: Penari sering kali menari dalam barisan, menyerupai formasi tempur, yang menunjukkan kesatuan dan kekompakan dalam menghadapi musuh.
  • Gerakan tubuh: Gerakan tubuh para penari mencerminkan kesiapsiagaan, dengan tubuh yang sering membungkuk dan meloncat, seakan-akan menirukan gerakan para prajurit yang siap bertempur.

Gerakan-gerakan dalam tarian ini sangat berenergi dan penuh semangat, menggambarkan keberanian dan ketangkasan prajurit suku Mee dalam melawan musuh atau tantangan hidup.

4. Properti Tari Fela Mandu

Properti yang digunakan dalam Tari Fela Mandu sering kali berupa alat-alat perang tradisional yang digunakan oleh suku Mee, di antaranya:

  • Tombak: Tombak digunakan sebagai simbol keberanian dan kekuatan dalam tarian ini, melambangkan kesiapan masyarakat untuk melawan ancaman yang datang.
  • Perisai: Selain tombak, perisai juga sering digunakan untuk melindungi diri dari serangan, melambangkan ketahanan dan perlindungan.
  • Senjata tradisional: Senjata lainnya yang digunakan dalam tarian ini antara lain parang atau pisau pendek, yang sering digambarkan dalam gerakan tarian sebagai simbol serangan dan pertahanan.
  • Tifa: Sebagai alat musik utama, tifa digunakan untuk memberikan irama yang kuat dan dinamis, mendukung gerakan-gerakan tarian yang energik.

5. Busana Tari Fela Mandu

Busana yang dikenakan dalam Tari Fela Mandu umumnya menggambarkan identitas prajurit suku Mee. Beberapa elemen busana yang digunakan dalam tarian ini antara lain:

  • Rok rumbai: Para penari mengenakan rok rumbai yang terbuat dari bahan alami seperti serat pohon atau daun, yang melambangkan keterikatan dengan alam dan keberanian.
  • Hiasan kepala: Penari sering kali mengenakan hiasan kepala yang terbuat dari bulu-bulu burung atau bahan alam lainnya, melambangkan kehormatan dan keberanian para prajurit.
  • Kalung dan gelang: Aksesoris tambahan seperti kalung dan gelang yang terbuat dari manik-manik atau kerang digunakan untuk memperindah penampilan dan menambah kesan gagah.
  • Cat tubuh: Penari juga sering menghiasi tubuh mereka dengan cat tradisional yang menggunakan warna-warna alami, melambangkan kesiapan untuk berperang dan keterikatan dengan leluhur.

Busana dalam Tari Fela Mandu tidak hanya mencerminkan aspek estetika, tetapi juga sarat akan makna, mencerminkan keberanian, kesatuan, dan kekuatan spiritual dari masyarakat suku Mee.

Tari Awaijale Rilejale:Sejarah, Makna, Properti, Gerakan dan Busana

Tari Awaijale Rilejale merupakan salah satu tarian tradisional dari suku Sentani di Papua. Tarian ini adalah bagian dari kekayaan budaya Papua dan umumnya ditampilkan dalam berbagai acara adat serta upacara penting masyarakat setempat. Berikut penjelasan tentang sejarah , makna , properti , gerakan dan busana dari Tari Awaijale Rilejale:

1. Sejarah Tari Awaijale Rilejale

Tari Awaijale Rilejale berasal dari suku Sentani, yang mendiami wilayah di sekitar Danau Sentani, Papua. Nama tarian ini menggambarkan gerakan perahu yang melaju di atas air, dan sering kali tarian ini memang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari masyarakat Sentani yang banyak bergantung pada danau sebagai sumber kehidupan.

Tari ini pada awalnya digunakan sebagai bagian dari upacara adat yang berkaitan dengan perayaan kehidupan masyarakat di sekitar Danau Sentani. Pada upacara-upacara adat tersebut, Tari Awaijale Rilejale sering ditarikan untuk memperingati semangat kerja sama dan harmoni di antara masyarakat. Selain itu, tarian ini juga menjadi simbol dari kebersamaan serta keterikatan masyarakat dengan alam, terutama danau dan air sebagai sumber daya utama.

2. Makna Tari Awaijale Rilejale

Makna dari Tari Awaijale Rilejale sangat erat kaitannya dengan kebersamaan, kerja sama, dan harmoni. Tarian ini menggambarkan bagaimana masyarakat Sentani hidup berdampingan dengan alam, terutama air dan danau. Melalui tarian ini, mereka merayakan hubungan mereka dengan alam, menunjukkan rasa syukur atas sumber daya alam yang melimpah, serta mengekspresikan semangat gotong royong dan kesatuan.

Selain itu, gerakan-gerakan yang menyerupai gerakan mendayung perahu menggambarkan semangat kerja keras dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Dengan bersama-sama, masyarakat dapat mengarungi kehidupan seperti perahu yang berlayar di atas air. Tarian ini juga sering kali ditampilkan sebagai simbol perdamaian dan solidaritas antara suku-suku di sekitar Danau Sentani.

3. Gerakan Tari Awaijale Rilejale

Gerakan dalam Tari Awaijale Rilejale terinspirasi dari gerakan mendayung perahu di atas danau. Beberapa karakteristik gerakan dalam tarian ini adalah:

  • Gerakan tangan: Tangan para penari bergerak seperti sedang mendayung, melambangkan aktivitas sehari-hari masyarakat Sentani yang menggunakan perahu sebagai alat transportasi utama.
  • Langkah kaki: Kaki penari melangkah dengan ritme yang teratur, seolah-olah mengikuti irama dayung yang terayun dengan lembut. Gerakan ini menggambarkan keseimbangan antara manusia dan alam.
  • Formasi tarian: Para penari biasanya menari dalam formasi barisan atau lingkaran, mencerminkan kerja sama dalam mendayung perahu. Formasi ini juga menggambarkan keteraturan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
  • Gerakan tubuh: Badan penari bergerak mengikuti alunan musik yang mengalir lembut, mencerminkan aliran air dan suasana tenang di danau. Gerakan ini menunjukkan ketenangan dan rasa syukur.

Gerakan-gerakan ini bersifat lembut, teratur, dan penuh harmoni, mencerminkan kehidupan yang damai dan hubungan harmonis dengan alam.

4. Properti Tari Awaijale Rilejale

Properti yang digunakan dalam Tari Awaijale Rilejale umumnya sangat sederhana, namun mencerminkan kehidupan masyarakat pesisir danau. Beberapa properti yang digunakan dalam tarian ini antara lain:

  • Perahu: Dalam beberapa pertunjukan, replika perahu tradisional kecil digunakan untuk mempertegas tema tarian yang menggambarkan kehidupan di atas air.
  • Dayung: Properti yang sering digunakan adalah dayung, yang digunakan oleh penari untuk menirukan gerakan mendayung perahu di danau. Dayung ini merupakan simbol penting dalam tarian ini, karena menggambarkan peran air dan perahu dalam kehidupan masyarakat Sentani.
  • Tifa: Alat musik tradisional Papua, tifa, sering kali digunakan untuk mengiringi tarian. Tifa memberikan irama yang menenangkan, mengikuti gerakan lambat dan teratur para penari.

Properti-properti ini tidak hanya berfungsi untuk mempercantik pertunjukan, tetapi juga menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Sentani yang sangat bergantung pada danau dan alat transportasi air.

5. Busana Tari Awaijale Rilejale

Busana yang dikenakan para penari Tari Awaijale Rilejale mencerminkan kehidupan masyarakat pesisir dan kaya akan unsur alam. Beberapa elemen busana yang sering digunakan dalam tarian ini antara lain:

  • Rok rumbai: Para penari biasanya mengenakan rok rumbai yang terbuat dari bahan alami seperti serat pohon atau daun sagu. Rok ini memberikan kesan alami dan melambangkan keterikatan masyarakat dengan alam.
  • Hiasan kepala: Para penari juga mengenakan hiasan kepala yang terbuat dari bulu burung atau daun-daunan. Hiasan ini memberikan tampilan yang indah dan juga menunjukkan kebanggaan akan identitas suku.
  • Kalung dan gelang: Aksesoris seperti kalung dan gelang yang terbuat dari manik-manik atau kerang sering kali dikenakan oleh para penari untuk menambah keindahan busana mereka.
  • Cat tubuh: Tubuh para penari biasanya dihiasi dengan lukisan atau cat tubuh berwarna alami, seperti putih atau cokelat, yang mencerminkan motif-motif khas Papua.

Busana dalam tarian ini umumnya sederhana namun penuh makna, mencerminkan hubungan masyarakat dengan alam dan juga menggambarkan kebudayaan asli Papua yang kaya akan simbol-simbol alam.

Pekerja Tambang Raih Magister Ilmu Pemerintahan di Unpacti Makassar

0

Karyawan perusahaan tambang, Muhammad Syawal Naspar, berhasil meraih gelar magister ilmu pemerintahan setelah mempertahankan tesisnya pada ujian tutup pada Program Pascasarjana Universitas Pancasakti (Unpacti) Makassar, Rabu, 23 Oktober 2024.

Syawal mempertahankan tesisnya berjudul; “Model Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kualitas Kinerja Guru”, di hadapan tim penguji yang terdiri atas Dr Anirwan, Dr Nasir, Dr Erniwati, dan Dr Suparman Mekah.

Ujian tesis dibuka oleh Rektor Unpacti Dr Ampauleng, dan setelah dinyatakan lulus, Muhammad Syawal Naspar juga langsung diyudisium oleh Rektor Unpacti, dan didampingi Direktur Pascasarjana Unpacti Dr Anirwan, serta Ketua Prodi S2 Ilmu Pemerintahan Pascasarjana Unpacti Dr Nasir.

Menjawab pertanyaan penguji tentang alasannya kuliah program studi magister Ilmu Pemerintahan, Syawal mengatakan dirinya bekerja di perusahaan tambang, tetapi di tempat kerjanya, ia sering bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang pemerintahan, sehingga diperlukan ilmu pemerintahan dan memudahkan berkomunikasi dengan orang-orang pemerintahan.

“Saya bekerja di perusahaan swasta, tapi di tempat kerja saya, kami sering bertemu dengan orang-orang pemerintahan, sehingga perlu juga saya memahami tentang pemerintahan,” kata Syawal.

Syawal Naspar melakukan penelitian di SD Negeri 107 Rompu, Desa Rompu, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara. Desa Rompu merupakan salah satu desa terpencil yang jaraknya kurang lebih 10 Km dari Ibu Kota Kecamatan Masamba.

Waktu tempuh yang dibutuhkan hingga sampai ke Desa Rompu adalah 20–30 menit, dikarenakan jalan utama yang dilalui berlubang dan sempit, serta banyaknya mobil dump truk enam roda yang bermuatan yang juga menggunakan jalan tersebut.

Dari hasil penelitiannya, Syawal menyimpulkan bahwa kepala sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan arah jalannya kebijakan yang ada di sekolah dalam rangka pencapaian mutu pendidikan yang maksimal.

“Kepala sekolah tidak seharusnya mencari kesalahan atau kekurangan bawahannya yang ada di sekolah, melainkan bagaimana cara untuk mencarikan solusi untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang ada, sehingga persoalan tersebut tidak berlarut-larut dari hari ke hari,” tutur Syawal.

Oleh karena itu, lanjutnya, kepala sekolah diharapkan mampu memberikan pengaruh yang baik dalam peningkatan kualitas kinerja guru di sekolah dalam pencapaian mutu pendidikan yang maksimal.

Syawal mengatakan, model kepemimpinan kepala sekolah SD Negeri 107 Rompu dalam upaya peningkatkan kedisiplinan guru adalah dengan menggunakan model kepemimpinan memberitahukan (telling), yang dimana kepala sekolah memberikan petunjuk, arahan yang spesifik dan mengawasi secara keras.

“Contohnya, menegur langsung dengan cara memanggil guru yang bersangkutan ke ruang kepala sekolah atau mengarahkan pada saat upacara bendera dan rapat akan pentingnya kekedisiplinan tata tertib sekolah yang telah disepakati bersama,” kata Syawal.

Model kepemimpinan kepala sekolah SD Negeri 107 Rompu dalam peningkatan sikap dan mental guru yaitu dengan menggunakan model kepemimpinan pelatihan (coaching ladership), yang berfungsi agar bawahannya dapat memperbaiki kelemahannya, membangun kekuatan dan meraih potensi maksimal dalam diri mereka.

Model lainnya dalam upaya peningkatan motivasi kerja guru lebih cenderung menggunakan model kepemimpinan transaksional yaitu pemimpin yang melakukan transaksi untuk memotivasi bawahannya agar melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

“Dari kesimpulan penelitian ini, peneliti menyarankan agar kepala sekolah SD Negeri 107 Rompu perlu lebih mengembangkan kemampuan kepemimpinannya dengan pendekatan yang lebih kolaboratif dan partisipatif, tidak hanya menekankan pada model kepemimpinan memberitahukan (telling). Kepala sekolah bisa mengadakan diskusi terbuka dengan para guru untuk mencari solusi bersama atas masalah-masalah kedisiplinan, sehingga tercipta suasana yang lebih positif dan mendukung peningkatan kinerja,” papar Syawal.

Kepala SD Negeri 107 Rompu juga dapat menerapkan model kepemimpinan oriter dalam peningkatan disiplin para guru, serta model kepemimpinan mendelegasikan (delegating), model kepemimpinan demokratis.

“Kepala sekolah diharapkan untuk lebih proaktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang mendukung produktivitas, misalnya melakukan perbaikan pada fasilitas sekolah, menciptakan ruang diskusi antar guru untuk berbagi pengalaman, serta menyediakan forum untuk menyampaikan masukan dan kritik membangun demi kemajuan Bersama,” urai Syawal.

Direktur Program Pascasarjana Unpacti Makassar, Dr Anirwan, seusai yudisium mengatakan, setelah Muhammad Syawal Naspar diyudisium, maka Pascasarjana Unpacti Makassar telah menyudisium empat alumni, yaitu Suhaeni (ASN Kantor Camat Bontoramba, Jeneponto);

Haping (Kepala UPT SDN 26 Bontoramba, Jeneponto), Arnita Soevian (staf tenaga kependidikan Sekolah Kharisma Makassar), dan Muhammad Syawal Naspar (Site Manager PT Geo Gea Mineralindo, bergerak di bidang Izin Usaha Jasa Pertambangan, sub kontraktor pertambangan nikel). (*)

Resep Tumis Telur Kecap, Hidangan Favorit Banyak Orang

0

Rubrik Selera Nusantara edisi kali ini menyajikan resep Tumis Telur Kecap. Tumis Telur Kecap adalah hidangan yang sederhana namun lezat, sering kali menjadi favorit di banyak rumah tangga. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai hidangan ini:

Rasa

Hidangan ini memiliki perpaduan rasa yang nikmat. Kecap manis memberikan sentuhan manis dan gurih, sementara telur yang ditumis memberikan tekstur lembut. Kadang, tambahan bumbu seperti bawang putih, bawang merah, dan cabai dapat memberikan aroma dan rasa yang lebih kompleks.

Cara Memasak

Proses memasak Tumis Telur Kecap sangat mudah dan cepat. Biasanya, telur dikocok terlebih dahulu, lalu ditumis dengan bumbu dan kecap. Bisa ditambahkan sayuran seperti bawang daun atau paprika untuk menambah warna dan nutrisi.

Variasi

Terdapat banyak variasi dari Tumis Telur Kecap. Beberapa orang suka menambahkan daging ayam, udang, atau sayuran lainnya untuk meningkatkan cita rasa. Kecap yang digunakan juga bisa berbeda, seperti kecap manis atau kecap asin sesuai selera.

Penyajian

Hidangan ini biasanya disajikan dengan nasi putih hangat, menjadikannya makan siang atau malam yang cepat dan memuaskan.

Secara keseluruhan, Tumis Telur Kecap adalah pilihan yang praktis dan lezat, cocok untuk semua kalangan.

Resep Tumis Telur Kecap

Bahan:

  • 6 butir telur ayam
  • 4 butir bawang merah diiris
  • 4 butir bawang putih dicincang
  • 5 biji cabai merah, iris
  • 2 biji cabai rawit, iris
  • 3 biji cabai hijau, iris
  • 1 biji tomat merah kecil, iris
  • 4 sendok makan kecap, manis
  • 2 sendok makan kecap asin
  • 2 sendok makan kecap ikan
  • Kaldu jamur secukupnya
  • Sedikit merica dan air secukupnya

Cara Membuat Tumis Telur Kecap

  1. Goreng telur ayam (diceplok), kemudian sisihkan.
  2. Tumis bumbu-bumbu yang diiris, dengan sedikit minyak, kemudian tunggu sampai mengeluarkan aroma harum.
  3. Masukkan air secukupnya, kemudian telur yang sudah diceplok, selanjutnya kecap manis, kecap asin, lalu merica bubuk.
  4. Bari kaldu jamur lalu koreksi rasa.
  5. Masak hingga kecap meresap pada telur. Lalu angkat dan sajikan dengan nasi hangat.

Selamat mencoba dan menikmati. (Ana)

Tari Perang : Sejarah, Makna, Properti, Gerakan dan Busana

Tari Perang adalah salah satu tarian tradisional yang sangat terkenal dari Papua. Tarian ini biasanya mencerminkan keberanian, kekuatan, dan semangat juang masyarakat Papua. Tari Perang awalnya digunakan dalam konteks peperangan antar suku, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, tarian ini berubah menjadi sebuah pertunjukan seni budaya yang mencerminkan semangat kepahlawanan dan persatuan.Berikut adalah penjelasan mengenai sejarah, makna, properti, gerakan, dan busana dalam Tari Perang:

1. Sejarah Tari Perang

Tari Perang berasal dari tradisi peperangan antar suku di Papua, yang dulu sering terjadi. Sebelum pergi berperang, para prajurit suku akan menarikan Tari Perang sebagai simbol keberanian, kekuatan, dan persiapan mental untuk bertempur. Tarian ini juga berfungsi sebagai cara untuk menyatukan semangat para prajurit dan memompa keberanian mereka sebelum memasuki medan perang.

Seiring dengan berkurangnya konflik antar suku di Papua, Tari Perang mulai ditampilkan sebagai simbol kepahlawanan, keberanian, dan persatuan. Tarian ini kemudian berkembang menjadi bagian dari upacara adat atau festival budaya untuk memperingati sejarah suku dan memperlihatkan kekuatan serta identitas masyarakat Papua.

2. Makna Tari Perang

Tari Perang memiliki makna yang mendalam, terutama terkait dengan keberanian, kekuatan, dan persatuan. Tarian ini menggambarkan kesiapan para prajurit dalam menghadapi pertempuran dan mempertahankan wilayah atau kehormatan suku mereka. Makna lain dari Tari Perang adalah sebagai simbol kepahlawanan dan perjuangan, baik di masa lalu maupun dalam konteks kehidupan modern, di mana tarian ini sering digunakan untuk menginspirasi rasa cinta tanah air dan persatuan di antara masyarakat Papua.

Selain itu, tarian ini juga melambangkan persiapan spiritual dan fisik yang dilakukan oleh para prajurit sebelum mereka berperang. Gerakan dalam tarian ini mencerminkan latihan dan disiplin yang mereka perlukan untuk bertahan dan mengatasi tantangan di medan perang.

3. Gerakan Tari Perang

Gerakan dalam Tari Perang umumnya agresif, dinamis, dan penuh semangat. Gerakan-gerakan ini dirancang untuk mencerminkan keberanian dan kekuatan fisik prajurit. Beberapa ciri khas gerakan dalam Tari Perang adalah:

  • Gerakan tangan: Tangan para penari biasanya diangkat dengan gerakan yang cepat dan tajam, sering kali menggambarkan penggunaan senjata seperti tombak atau panah. Penari juga membuat gerakan memukul atau menusuk yang menggambarkan aksi pertempuran.
  • Gerakan kaki: Kaki penari melangkah dengan cepat, kuat, dan stabil. Langkah-langkah ini menggambarkan gerakan para prajurit yang sedang bersiap untuk bertempur. Beberapa gerakan termasuk lompatan yang agresif dan tangkas.
  • Formasi tarian: Penari sering kali membentuk formasi seperti barisan tempur atau lingkaran, menciptakan kesan kerjasama dan kekompakan. Formasi ini juga menggambarkan strategi perang yang diterapkan oleh para prajurit suku.
  • Ekspresi wajah: Wajah para penari menunjukkan keberanian dan kemarahan, sebagai simbol semangat juang mereka.

Gerakan Tari Perang sering kali dipadukan dengan irama musik yang keras dan dinamis, memberikan energi dan semangat kepada penonton.

4. Properti Tari Perang

Properti yang digunakan dalam Tari Perang biasanya adalah alat-alat yang berkaitan dengan peperangan. Beberapa properti yang sering digunakan dalam Tari Perang adalah:

  • Tombak atau panah: Senjata tradisional yang digunakan para prajurit Papua saat berperang. Properti ini menjadi simbol kekuatan dan keberanian para prajurit.
  • Perisai: Perisai tradisional yang digunakan untuk melindungi diri dari serangan musuh. Perisai ini sering kali diukir dengan motif-motif khas Papua.
  • Tifa: Alat musik pukul tradisional Papua yang digunakan untuk mengiringi tarian. Irama tifa memberikan kekuatan ritmis yang mendukung gerakan penari.
  • Tombak: Selain panah, tombak juga sering digunakan dalam tarian ini sebagai properti penting untuk menggambarkan situasi peperangan.

Properti-properti ini tidak hanya digunakan untuk mempercantik tarian, tetapi juga mencerminkan realitas sejarah perang dalam kehidupan masyarakat Papua di masa lalu.

5. Busana Tari Perang

Busana yang dikenakan oleh para penari Tari Perang sangat khas dan mencerminkan identitas masyarakat Papua. Beberapa elemen busana yang sering digunakan dalam Tari Perang adalah:

  • Koteka: Bagi penari pria, mereka sering mengenakan koteka sebagai penutup bagian bawah tubuh, yang terbuat dari labu hutan.
  • Rok rumbai: Para penari pria juga memakai rok rumbai yang terbuat dari serat alami seperti daun sagu, yang memberikan tampilan khas tradisional Papua.
  • Hiasan kepala: Penari sering mengenakan hiasan kepala yang terbuat dari bulu burung cenderawasih, simbol kebanggaan dan keberanian. Bulu burung cenderawasih merupakan simbol kemuliaan di Papua.
  • Cat tubuh: Tubuh penari biasanya dihiasi dengan cat putih atau hitam yang menggambarkan motif-motif khas Papua. Motif-motif ini sering kali mencerminkan semangat peperangan dan kekuatan spiritual.
  • Kalung dan gelang: Penari mengenakan aksesoris seperti kalung atau gelang yang terbuat dari bahan-bahan alam seperti manik-manik, kerang, atau tulang.

Busana yang dikenakan dalam Tari Perang memberikan kesan kuat dan gagah, mencerminkan kekuatan fisik serta semangat para prajurit Papua.

Daftar Makanan yang Tidak Boleh Dikonsumsi Bersamaan

0

Tidak semua makanan aman untuk dimakan bersamaan. Makanan yang kita konsumsi sehari-hari dapat memengaruhi kesehatan kita, baik secara positif maupun negatif.

Meskipun banyak makanan yang aman untuk dikombinasikan, ada beberapa kombinasi yang sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan risiko kesehatan. Makan makanan tertentu bersamaan dapat mengganggu proses pencernaan, mengurangi nilai gizi, atau bahkan menyebabkan reaksi berbahaya dalam tubuh.

Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai kombinasi makanan yang sebaiknya tidak dimakan bersamaan, serta penjelasan mengenai efek negatifnya terhadap kesehatan. Dengan memahami hal ini, kita dapat membuat pilihan makanan yang lebih baik dan menjaga kesehatan tubuh kita.

Beberapa kombinasi dapat membahayakan kesehatan. Berikut ini adalah contohnya:

  1. Daging Kambing dan Semangka: Daging kambing bersifat panas, sedangkan semangka dingin. Mengonsumsi semangka setelah daging kambing dapat mengurangi nilai gizi daging tersebut.
  2. Mentimun saat Haid: Menghindari mentimun saat haid penting, karena bisa menyebabkan sisa darah di dinding rahim, berisiko mengarah pada kista atau kanker.
  3. Minuman Manis Setelah Makan: Hindari Coca Cola, Sprite, dan minuman manis lainnya setelah makan, karena dapat meningkatkan kolesterol dan berisiko stroke.
  4. Udang dan Jus Jeruk: Mengonsumsi udang bersamaan dengan jus jeruk dapat menghasilkan zat beracun yang berbahaya, bahkan bisa berakibat fatal.
  5. Minuman Soda: Minuman soda dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti obesitas dan osteoporosis, meskipun tidak langsung menambah berat badan.
  6. Teh Hijau dan Gula: Hindari menambahkan gula pada teh hijau, karena dapat mengurangi manfaat antioksidan. Wanita juga sebaiknya menghindari kopi manis untuk mencegah osteoporosis.
  7. Sayur Bayam dengan Tahu/Kedelai: Kombinasi ini tidak disarankan karena bayam mengandung asam oksalat yang dapat membentuk batu ginjal saat bereaksi dengan kalsium.
  8. Hindari Gula: Konsumsi gula dapat menurunkan imunitas dan berhubungan dengan berbagai penyakit serius, termasuk obesitas dan penyakit jantung.
  9. Makanan Sehat: Ikan salmon, apel, anggur, ceri, blueberry, dan bayam bermanfaat untuk menjaga kesehatan otak dan memperkuat ingatan.
  10. Bawang Putih: Bawang putih dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi risiko kanker.

11. Jahe Hangat: Meminum jahe hangat di sore hari bermanfaat untuk membakar lemak dan mengeluarkan racun dari tubuh.

Semoga informasi ini bermanfaat! (*)