Tren Musik Folk Sudah Populer, Pop Dan Hip-Hop Semakin Up

Gara-gara internet, tren musik jadi dinamis, tidak ketebak, dan berubah-ubah. Pastinya, Jika dulu musik Indonesia pasti mengikuti sama musik luar, kini kita bisa ciptain tren sendiri.

Tidak percaya? Di Amerika sana, musik folk bukanlah tren. Di sini, musik folk sudah bukan tren semata. Musik folk Indonesia malah bisa dibilang punya kultur sendiri, seperti minum kopi dan naik gunung. Yang lama-lama malah jadi bahan meme dan jokes.

Musik Folk Belum Keluar Dari Zona Nyamannya

Dipacu dengan Akad dari Payung Teduh pada tahun lalu, musik folk semakin menancapkan kukunya di 2018.

- Iklan -

Tahun lalu, biangnya folks adalah Fourtwenty lewat Zona Nyaman-nya. Di Spotify, lagunya udah diputer 15 juta kali.

Tahun ini, ada nama Fiersa Besari. Penyanyi yang juga dikenal sebagai penulis ini bahkan sempat masuk tangga nada Billboard, tepatnya di Chart Social 50. Payung Teduh, meski tanpa Is lagi, juga masih aktif dengan merilis album baru Mendengar Suara dan mengisi soundtrack Wreck It Ralph 2.

Folk memang naik daun. Namun sayangnya, genre ini terasa monoton. Band-band baru yang hadir dan mengaku folk terdengar hanya ingin numpang ke daun yang memang lagi naik saat itu. Perlahan indie folk jadi musik-musik pasaran yang membosankan. Temanya seragam: kopi, senja, gunung, percintaan, kenelangsaan dan hal-hal lain yang jadi stereotipe mereka. Banyak juga yang sebenarnya lebih cocok masuk kategori “pop akustik” dibanding “indie folk”.

- Iklan -

Popularitas Jason Ranti yang makin menggila patut kita syukuri dan Theory of Discoustic dari Makassar adalah yang paling menarik perhatian bagi kami.

Para pengusung musik pop di negara ini sebenarnya bisa saja membuat karya yang selalu senada, bermain aman, dan tetap merajai tangga lagu. Namun, pada 2018 ini bermunculan para solis maupun band yang berani merilis karya lebih berisi.

Simak, Kunto Aji dengan Mantra Mantra. Album kedua solis ini digarap dengan riset tajam: Kunto menggunakan frekuensi 396 Hz yang menurut penelitian bisa mengeluarkan racun atau pikiran negatif. Bantuan empat produser dengan referensi musikal berbeda juga membuat album ini terdengar sangat segar. Single Topik Semalam, sejauh ini, udah diputar 1.8 juta kali di Spotify.

- Iklan -

Selain Kunto Aji, ada nama baru yakni Pamungkas. Kualitas produksi yang cantik, eksekusi musikal yang pas, pop modern dengan kelas. Nama menjanjikan.

Karya teranyar Yura Yunita berjudul Merakit, Polka Wars dengan Mandiri,  Bilal Indrajaya dengan Biar yang bikin mendayu, hingga album Numbers milik Dekat bikin kita harus mengakui kalau pop lebih asik dari indie rock di 2018 ini.

Hip-hop makin keren

Taji rap di scene musik Indonesia semakin terlihat. Baik itu lyrical rap, mumble rap, hingga mereka para YouTuber yang ngaku jadi rapper, semuanya punya tempat tersendiri pada 2018.

Singkirkan dulu fenomena diss, dari yang kurang penting kayak Ericko Lim vs Reza Arap hingga yang panas abis kayak Xhaqala vs Ben Utomo. Hip-hop memang makin diperhitungkan.

Monkshood dari Bap.. Rapper muda ini berhasil memadukan segala influens musikalnya ke dalam sebuah wadah secara kreatif dan emosional.

Kedua, Swagton Nirojim dari Krowbar. Album ini seperti panduan menuju tahun politik ala Krowbar, terutama buat kamu yang sudah muak banget sama pemilu.

Sumpah serapah dan segala analogi kotor hadir dengan eksekusi brilian dari rapper Bandung tersebut.

Kolaborasi dua rapper senior, Doyz dan Morgue Vanguard, Demi Masa, seperti jadi throwback dan nostalgia akan zaman hip-hop 90-an.

Di ranah populer, ada Young Lex dengan Nyeselkan, Rich Brian dengan Amen, hingga Whachu Mean dari Ramengvrl yang menarik perhatian. Begitu juga dengan rapper-rapper yang bermunculan di YouTube meski mayoritas karyanya tak ada yang memorable.

Seperti apa dunia rap lokal pada 2022?

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU