Elgarion

“Elgara. Kamu tuh jadi pria jangan lemah. Tuh liat dia, main basket. Contoh temen mu Orion. Tubuhnya kekar, nggak kayak kamu.” Ucap papah. Sementara aku hanya bisa tersenyum pada pria yang ku panggil papah.

Sepertinya kedua orang tua ku tidak lagi berbedat, makannya suasana menjadi tentram. Mamah ku juga baru saja pulang, dengan dua manusia, kakak dan adik ku.

“Kamu darimana Elgara? Kenapa pulangnya jam segini? Apa nilai mu jelek lagi? Lihat adik mu baru aja menang olimpiade, dan kakak mu baru aja mendapatkan universitas yang terbaik, sementara kamu? Kamu cuma bisa melakukan kegiatan melukis tanpa membuahkan prestasi. Udahlah nggak usah melukis lagi. Fokus di nilai mu yang jelek. Contoh adik dan kakak mu.”

- Iklan -

Tuhan, mengapa ucapan dari mamahku sangat menyakitkan? Aku memang belum mendapatkan prestasi apapun. Aku suka melukis, namun saat mengikuti lomba belum pernah menang. Tapi kenapa papah dan mamah ku tidak mendukung kegiatan itu? Aku hanya perlu dukungan saja.

“Benar kata mamah mu, Elgara. Sudahi melukis mu. Jadilah athlete seperti kakak mu. Bahkan dia dapat universitas terbaik. Atau jadilah seperti adik mu yang selalu menang olimpiade. Kegiatan melukis mu itu nggak membuahkan hasil.”

Aku terkepung layaknya orang bodoh. Hanya bisa tersenyum palsu, menahan semua rasa pilu di dada. Kakak ku yang baru saja masuk kuliah itu hanya bisa tersenyum smirk. Sementara adik ku yang masih SMP juga tersenyum smirk. Kedua pria yang menyebalkan.

- Iklan -

Aku hanya bisa menganggukan kepala saja. Suasana hati ini tiba-tiba menjadi kelabu. Rasanya sangat menyakitkan ketika di bandingkan oleh saudara kandung sendiri. Kami semua berbeda, aku hanya tengah berusaha menjadi seorang juara.

Bahkan aku sudah mengirimkan lukisan ku ke event melukis tingkan internasional. Semoga saja menjadi juara. Tidak ada yang tau soal itu.

Semesta bekerja dengan cepat. Aku berjalan ke arah lapangan basket, untuk melihat Orion yang ternyata tengah beristirahat dari aktivitas basketnya. Aku berjalan dari arah belakang, dengan mambawa sebotol air minuman di tangan, berniat mengejutkan Orion.

- Iklan -

“Orion. Kok lo bisa sahabatan sama Elgara? Dia kan cowok nerd. Udah gitu nggak gaul lagi. Liat aja kaca mata nya yang besar itu, HAHAHA,” perkataan yang membuat langkah kaki ku terhenti. Itu adalah suara Exel. Lebih baik diam dulu, dan mendengarkan percakapan.

“Sahabat? Cih…Gue bukan sahabatnya dia. Em—kita tumbuh bareng dari kecil. Tapi semakin dewasa gue sadar kalau dia itu emang nerd, makannya gue malu kalo ngenalin dia ke tim basket ini. Gue cuma kasian aja sama dia, nggak punya teman,” ucap Orion.

Busur panah benar-benar menancap tepat di tengah-tengah lingkaran. Ini keterlaluan, jadi selama ini Orion menganggap ku apa? Aku terlalu menganggapnya spesial, namun nyata nya diri ku ini hanya menjadi benalu baginya.

Di rumah selalu di bandingkan dengan adik dan kakak. Hubungan ku dengan orang tua juga tidak baik. Sementara di sekolah, sahabat ku sendiri tidak menganggap ku sebagai seorang sahabat juga.

Ketika sampai di kelas, aku melihat Orion dan Exel yang juga menatap ku dengan ramah. Mereka mendudukan bokongnya tepat di belakang ku. Mereka juga mengobrol dengan ku, namun hanya ku tanggapi seadanya saja. Perkataan  Orion masih berputar di otak ini.

“Gar, nanti gue mau pulang sama Exel, lo jal…”

“Nggak papa. Gue emang mau jalan kok, em—lebih enak jalan HAHA, bisa lihat apapun,” aku tersenyum kepada kedua manusia yang ada di sana. Tentu saja senyuman palsu.

Ketika jam istirahat, aku duduk sendirian di kantin, menatap Orion yang bersenda gurau dengan teman barunya. Biasanya Orion duduk bersama ku di sudut kantin, yang jarang di lihat oleh orang lain. Ternyata aku sudah tahu alasannya sekarang.

Pada akhirnya aku memang sendirian. Melakukan semuanya secara mandiri, tanpa pertolongan orang lain. Duduk sendirian di pojok kantin, layaknya orang bodoh.

Saat hendak membuang sampah, manik ku bertemu dengan manik Elgara. Pria itu tersenyum manis ke arah ku, namun tak ku gubris sama sekali. Air muka Orion langsung berubah menjadi cemas.

“Gar,” pria itu memanggil nama ku dengan keras, namun enggan ku gubris.

Orion dan Exel saling menatap satu sama lain. Dua cowok tampan itu menaikan bahunya karena tidak tahu apa yang terjadi dengan ku saat ini.

Sekolah sudah mulai sepi. Aku masih berada di ruang kelas, melakukan piket kelas yang seharusnya dilakukan bersama beberapa orang. Orion dan Exel sudah pulang duluan. Apakah ini sebuah pembodohan? Aku sendirian membersihkan kelas, yang lainnya pulang.

“Gar,” panggil seorang manusia dari belakang punggung ku. Suara berat pria itu terdengar jelas. Siapa lagi kalau bukan Orion. “Gar lo kenapa sih?” Orion menahan ku yang hendak pergi.

Kami saling menatap, namun aku langsung menundukan pandangan karena perkataan Orion masih terngiang-ngiang di otak ku. Memilukan sekali.

“Em…Lo belum pulang? Exel mana? Gue mau pulang rion,” aku memberanikan diri untuk menatap Orion, di tambah dengan polesan senyuman yang manis namun palsu.

“Gue kenal baik lo. Ada apa sama lo?

“Lo nggak kenal gue rion. Lo nggak kenal gue.” “Ada apa sih sebenernya?”

“Nggak ada apa-apa. Intinya lo nggak kenal gue dengan baik,” kata ku. “Jangan lari dari masalah,” ucap Orion.

Nerd,” Orion terdiam mendengar kata-kata itu. Dengan gerakan cepat, aku langsung saja pergi dari sana meninggalkan Orion.

Saat berjalan, tiba-tiba saja notifikasi masuk di ponsel, membuat ku menghentikan langkah di koridor sekolah yang panjang tanpa manusia.

“ELGARAA,” teriak Orion. Namun aku masih fokus pada ponsel yang bertuliskan ‘Selamat, karya lukisan ciptaan Elgara Saros, telah terpilih sebagai juara satu tingkat Internasional.’

Jantung ini berdetak cepat. Ini adalah kabar baik untuk membuktikan bahwa aku benar-benar memiliki bakat yang bisa menghasilkan prestasi.

Langkah kaki jenjang segera berlari meninggalkan sekolah. Orion yang tadi sudah berada di dekat ku, harus berlari lagi supaya bisa memegang erat tubuh ku.

Perasaan ini campur aduk. Disisi lain aku senang, namun disisi lain benar-benar hancur mengingat perkataan Orion.

“ELGARA MAAFIN GUE— BERHENTI DONG,” teriak Orion menggelegar di gedung SMA Garuda. Aku terus saja berlari bukan untuk menghindari Orion, namun ingin cepat-cepat memberitahu kabar baik ini pada mamah dan papah.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU