Filosofi Qurban oleh Drs. KH. Syafruddin Mahfudz M.si

Bagi kaum Muslimin yang berada di tanah air, pada setiap Idul Adha ada ibadah yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Seperti ; puasa hari Arafah, mengumandangkan takbir selama 4 hari, shalat Idul Adha, dan menyembelih hewan qurban.

Bila kita pelajari sumber-sumber hukum Islam, maka qurban yang disyariatkan mengikuti teladan Nabi Ibrahim as itu paling tidak mengandung 4 aspek penting sebagai berikut :

Pertama : Aspek Tasyakkur.

- Iklan -

Yakni mensyukuri berbagai nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. Dengan berkurban seorang Muslim menyatakan rasa syukurnya ke Hadirat Allah swt. Betapa selama ini nikmat Allah senantiasa dilimpahkan kepadanya.

Nikmat yang tidak mungkin bisa dihitung besar dan banyaknya. Apakah berupa rezki, harta, pangkat dan jabatan, umur, sehat, dan yang paling utama tentu saja nikmat Iman dan Islam.

FirmanNya dalam surat An Nahl (16):18 sebagai berikut :
وَاِنْ تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللهِ لاَتُحْصُوٍهاَ اِنَّ اللهَ لَغَفُوْرُ رَّحِيْم

- Iklan -

“ Dan jika kamu nmenghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak bisa menetapkan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun dan Maha Penyayang “.

Oleh karena itu, bila qurban yang kita tunaikan, apakah berupa kambing,sapi atau kerbau, dibandingkan dengan nikmat Allah yang telah dianugrahkan kepada kita, belumlah sebanding dan tidak ada apa-apanya.

Kesehatan adalah nikmat yang amat mahal yang sering tidak kita sadari, kecuali kalau sudah ditimpa sakit. Kita tahu betapa mahalnya biaya pengobatan, bila kita ditimpa sakit.

- Iklan -

Apalagi penyakit-penyakit yang ngetren masa kini, seperti, kangker, stroke, jantung, dan lain-lain. Apalah artinya qurban kambing 1 ekor seharga tiga juta rupiah dibanding dengan biaya operasi jantung yang ratusan juta rupiah ? Atau biaya cuci darah yang secara rutin harus dillakukan seminggu dua kali ?

FirmanNya dalam surat Al Kautsar, surat ke 108 berikut :

اِناَّ اَعْطَيْناَكَ الْكَوْثَر . فضلِّ لِرَبِّكَ واَنْحَرْ . اِنَّ شاَنِئَكَ هُوَ الَابتَرْ

“ Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus “.

Kedua : Aspek Taqorrub.

Yakni mendekatkan diri kepada Allah swt. Secara etimologis qurban berasal dari kata qoruba-yaqrubu-qurbaanan, artinya dekat. Maka dengan melakukan ibadah qurban, seorang Muslim berusaha untuk mendekatkan dirinya kepada Allah swt.

Orang yang telah melaksanakan qurban, dia merasa dirinya dekat dengan Allah swt, dan Allahpun akan dekat dengannya. Siapa saja orang yang dekat dengan Allah, pasti hidupnya akan merasa bahagia, serta setiap doanya akan Allah kabulkan.

Baca Juga:  Puasa Syawal 6 Hari, Sama dengan Berpuasa Selama Setahun

FirmanNya dalam surat Al Baqarah (2):186 sebagai berikut :

واذا سئلك عبادي عني فاني قريب اجيب دعوة الداع اذا دعان فليستجيبوا لي واليؤمنوا بي لعلهم يرشدون

“ Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila dia memohon KepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu , agar mereka selalu dalam kebenaran “.

Memang sesungguhnya salah satu hikmah setiap ibadah dalam Islam adalah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Apakah shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Karena hanya pada kondisi dekat kepada Allah swt, keridloan Allah akan tercapai. Padahal keridloan Allah (mardlotillah) itulah tujuan hidup seorang Muslim.

Ketiga : Aspek Ta’abbud.

Yakni aspek ibadah. Qurban adalah ibadah khusus yang disyariatkan dalam agama Islam, meneladani dan melestarikan pengorbanan yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim as bersama dengan putranya Nabi Ismail as. Bahkan telah dilakukan juga oleh Nabi-Nabi terdahulu.

Karena qurban itu ibadah, bukan penyembelihan biasa, maka ada tata caranya . Ada syarat rukunnya, sebagaimana diterangkan dalam Ilmu Fiqh. Seperti tentang syarat-syarat hewan yang dikurbankan, tentang waktu penyembelihan, tentang pembagian dagingnya, dsb.

Apabila kita ingin agar qurban kita syah menurut syarait, maka tentunya harus mengikuti ketentuan-ketentuan tersebut.

FirmanNy dalam surat Al Hajj (22):36 sebagai berikut :

والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير فاذكروا اسم الله عليها صواف فاذا وجبت جنوبها فكلوا منها واطعموا القانع والمعتر كذالك سخرناها لكم لعلكم تشكرون

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiar-syiar Allah. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya. Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati) maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan keadaannya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, agar kamu bersyukur “.

Keempat : Aspek Ta’awwun.

Yakni tolong menolong. Dengan berqurban dan kemudian dagingnya diberikan kepada fakir miskin, maka kita dapat menolong dan menyantuni kaum dhu’afa yang bagi mereka makan daging adalah satu kemewahan tersendiri.

Baca Juga:  Hakikat Hari Raya

Aspek sosial dalam ibadah qurban inilah yang harus digalakan kaum Muslimin. Karena seringkali kita lebih mengutamakan ibadah individual, dari pada ibadah sosial.

Contohnya, banyak di antara kita yang bolak balik tiap tahun naik haji, tapi sangat pelit mengeluarkan zakat infak atau shodaqoh. Apalagi menyantuni fakir miskin.

Padahal wajib haji hanya satu kali, sementara mengabaikan anak yatim dan fakir miskin termasuk kategori orang yang mendustakan agama. Kita harus ingat bahwa di dalam harta kita, ada hak orang miskin yang salah satunya dapat ditunaikan dengan ibadah qurban.

Islam adalah agama yang concern menjembatani hubungan yang harmonis antara si kaya dan si miskin dengan berbagai amaliah dan kepedulian sosial.

FirmanNya dalam surat Al Maidah (5):2 sebagai berikut :

وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الاثم والعدوان واتقوا الله ان الله شديد العقاب

“ Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan, dan bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya “.

Di samping empat aspek tersebut, ibadah qurban juga memiliki makna filosofis sbb

1. Kesediaan seorang Muslim untuk berqurban merupakan wujud pengamalan iman yang hakiki terhadap Allah swt. Hanya mereka yang imannya mantap yang mampu mengamalkan ajaran agama dengan baik. Ingat bahwa iman itu tidak stabil, kadang naik kadang turun. Maka perlu dipelihara dengan ibadah.

2. Kesediaan seorang Muslim untuk berqurban merupakan wujud ketakwaan kepada Allah swt. Orang yang takwa adalah orang yang melaksanakan perintah Allah dan senantiasa menjauhi larangannya dalam situasi dan kondisi apapun dan di manapun.

3. Kesediaan seorang Muslim untuk berqurban, hakekatnya merupakan simbolisasi dari kesediaan dan kemampuan dia untuk membuang sifat-sifat kebinatangan dalam dirinya.

4. Kesediaan seorang Muslim untuk berqurban melambangkan kerelaannya untuk mengorbankan apa saja yang dimilikinya untuk mengabdi kepada Allah swt.

Maka marilah kita rayakan Idul Adha tahun ini dengan berqurban. Kiranya peringatan Rasulullah saw berikut perlu kita perhatikan dengan sungguh-sungguh :
من كان له ساعة فلم يضحي فلا يقربن مصلانا
“ Barangsiapa mempunyai kelapangan rezki (untuk berqurban) namun tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati Mushalla kami“.

Wallahu ‘alam bish shawab.
Jakarta, 17 Juni 2021/17 Dzulqoidah 1443.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU