MAKASSAR – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, Agus Salim, menegaskan peran strategis Kejaksaan dalam memastikan kepatuhan terhadap Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Selatan.
Pernyataan itu disampaikan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi implementasi Inpres Nomor 2 Tahun 2021 yang berlangsung di Hotel Claro Makassar, Kamis (10/7/2025).
Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Kejati Sulsel. Acara dihadiri para wali kota, bupati, kepala kejaksaan negeri, serta jajaran BPJS Ketenagakerjaan se-Sulsel.
“Kejaksaan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mengoptimalkan pelaksanaan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,” ujar Agus Salim.
Kajati Sulsel juga menekankan bahwa Jaksa Agung RI telah memberikan mandat khusus untuk menegakkan kepatuhan dan penegakan hukum terhadap badan usaha, BUMN, BUMD, serta pemerintah daerah yang belum optimal melaksanakan program ini. Penegasan itu tertuang dalam Surat Jaksa Agung RI Nomor B-14/C.9/SKJA/04/2021 tanggal 1 April 2021.
Lebih lanjut, Agus Salim mengingatkan kepala daerah maupun wakil kepala daerah tentang potensi sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri atau Gubernur apabila tidak melaksanakan program strategis nasional tersebut. Sanksi pidana juga dapat dijatuhkan kepada pemberi kerja yang melanggar kewajiban penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Sulawesi Maluku, Mintje Wattu, mengungkapkan bahwa hingga Juni 2025, baru sekitar 1,327 juta pekerja atau 47 persen dari potensi 2,8 juta pekerja di Sulawesi Selatan yang telah tercakup dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Target kita di tahun 2025 adalah 62,93 persen atau 1.763.259 pekerja. Sementara target jangka panjang RPJPD Sulawesi Selatan pada 2045 sebesar 79,22 persen,” jelas Mintje.
Ia menyebutkan, tingkat kepesertaan tertinggi berada di Kota Makassar dan Kabupaten Toraja. Kontribusi nyata Kejati Sulsel dalam penegakan kepatuhan juga membuahkan hasil signifikan. Sepanjang tahun 2024, realisasi Surat Kuasa Khusus (SKK) berhasil memulihkan iuran sebesar Rp5,9 miliar dari 159 SKK yang diserahkan. Sementara pada tahun 2025 hingga pertengahan tahun ini, Rp204 juta iuran berhasil dipulihkan.
“Kami sampaikan apresiasi kepada Kejati Sulsel atas dukungan pengawasan dan penegakan kepatuhan pembayaran iuran. Kolaborasi ini penting untuk mencegah kemiskinan ekstrem dan anak putus sekolah, serta memastikan hak-hak pekerja terpenuhi,” tambah Mintje.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Selatan, Jayadi Nas, menyebut masalah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebagai persoalan kemanusiaan yang perlu dihadapi dengan hati nurani.
“Ini bukan sekadar melaksanakan instruksi presiden, tetapi memberikan perlindungan bagi pekerja rentan dan non-ASN, khususnya di lingkungan pemerintahan,” ucap Jayadi.
Ia menambahkan, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyelenggaraan jaminan sosial saat ini sudah memasuki tahap finalisasi. Selain itu, Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2014 juga telah mengatur kewajiban kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dalam proses pelayanan perizinan dan non-perizinan di lingkup Pemprov Sulsel.
Inisiatif ini, menurut Jayadi, sejalan dengan Inpres Nomor 2 Tahun 2021 yang mendorong kepala daerah membuat regulasi dan mengalokasikan anggaran untuk mendukung perlindungan jaminan sosial bagi seluruh pekerja.
Hengki