Kronologi Awal Mula Kasus Larangan Hijab di Sekolah India

Kronologi Awal Mula Kasus Larangan Hijab di Sekolah India, Beberapa institusi pendidikan di India ditutup karena terjadi keributan tentang penggunaan jilbab di dalam sekolah yang mendapat perhatian internasional setelah pemenang Hadiah Nobel Malala Yousafzai mengangkat masalah ini.

Pemerintah negara bagian Karnataka di India selatan mengambil keputusan penutupan setelah aksi protes pelajar Hindu terhadap perempuan Muslim yang mengenakan jilbab di dalam kelas meningkat dan mengarah ke kekerasan. Pengadilan tinggi negara bagian akan terus mendengarkan petisi yang membela perempuan Muslim pada hari Rabu (09/02).

Sebelumnya, enam siswi melakukan protes di sebuah sekolah milik pemerintah atas pemakaian jilbab yang memunculkan aksi balasan di sekolah lainnya. Beberapa murid Hindu kemudian muncul mengenakan selendang safron – warna yang dianggap sebagai simbol Hindu – untuk memprotes perempuan Muslim yang mengenakan jilbab.

- Iklan -

Kesaksian warga Muslim di India yang jadi sasaran kelompok perusuh ‘Mereka bilang cinta itu buta, tapi justru kebencian yang buta’ – Pasangan beda agama cemas setelah muncul peraturan baru

Pada hari Selasa (08/02), Malala Yousafza – yang berusia 15 tahun ketika dia selamat dari serangan Taliban di Pakistan karena membela hak anak perempuan untuk dididik – meminta para pemimpin India untuk “menghentikan marginalisasi perempuan Muslim”.

“Melarang siswi pergi ke sekolah karena hijab adalah hal sangat mengerikan,” kata aktivis berusia 24 tahun itu.

- Iklan -

“Objektifikasi perempuan tetap ada – untuk memakai (pakaian) yang lebih sedikit atau lebih.”

Di India, perselisihan tersebut telah meningkatkan ketakutan dan kemarahan di kalangan minoritas Muslim, yang mengatakan konstitusi negara memberi kebebasan untuk mengenakan apa yang diinginkan.

Dilansir dari laman news.detik.com. Pada hari Selasa (08/02), video-video viral menunjukkan seorang perempuan Muslim dihina oleh sekelompok siswa laki-laki yang meneriakkan slogan-slogan, serta sebuah pertengkaran sengit antara murid yang mengenakan jilbab dan selendang safron.

- Iklan -

Dalam langkah yang jarang terjadi, hakim yang mengadili kasus tersebut mengimbau para pelajar dan pihak yang lain untuk “menjaga perdamaian dan ketenangan”.

Kronologi Awal Mula Kasus Larangan Hijab di Sekolah India

Masalah ini mendapat perhatian ketika enam siswi remaja di sekolah pra-universitas yang dikelola pemerintah -setingkat sekolah menengah atas- di distrik Udupi Karnataka melakukan aksi protes karena dilarang masuk kelas, dengan alasan mengenakan jilbab.

Udupi adalah salah satu dari tiga distrik di wilayah pesisir Karnataka yang sensitif terkait urusan agama – basis pendukung kubu Partai Bharatiya Janata Party (BJP) sayap kanan Perdana Menteri Narendra Modi.

Para pengamat sering menggambarkan wilayah itu sebagai laboratorium politik mayoritas Hindu. BJP juga berkuasa di Karnataka.

Masalah ini mendapat perhatian nasional setelah enam siswi memulai protes di sebuah sekolah pra-universitas di Udupi (Umesh Marpally)

Pihak sekolah mengatakan bahwa mereka mengizinkan siswi mengenakan jilbab di kampus dan hanya meminta mereka melepasnya di dalam kelas.

Tetapi para pengunjuk rasa – yang semuanya mengenakan seragam wajib kuliah – berpendapat bahwa mereka juga harus diizinkan untuk menutupi rambut di dalam kelas.

“Kami memiliki beberapa guru laki-laki. Kami harus menutupi rambut kami di depan laki-laki. Itulah mengapa kami memakai jilbab,” kata Almas AH, salah satu siswi, kepada BBC Hindi.

Para siswi itu membantah tuduhan bahwa mereka bertindak atas perintah Campus Front India – sayap siswa dari kelompok Islam radikal, Popular Front of India – yang mengadvokasi mereka.

Sebenarnya, bukan hal yang aneh melihat perempuan mengenakan jilbab dan burka (cadar penuh) di India, di mana simbol-simbol keyakinan ditampilkan di depan umum.

Tetapi, kepala sekolah mengatakan bahwa para guru perlu melihat wajah dan seragam murid untuk membantu mereka memastikan tidak ada diskriminasi di antara pelajar.

Pertemuan berulang antara murid, pejabat sekolah dan perwakilan pemerintah tidak bisa menyelesaikan kebuntuan.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU