Pembuatan Kapal Pinisi di Bulukumba, Sudah Melegenda Sejak 14 Abad Masehi

BULUKUMBA – Kapal Pinisi di Kabupaten Bulukumba sudah terkenal sampai ke mancanegara, dan wisatawan pun sangat tertarik mengenai kapal pinisi tersebut. Mulai dari sejarah, cara pembuatan dan hal lainnya.

Salah satu pembuat kapal di kawasan tanjung bira tepatnya di Kaluku cottages menuturkan harapannya mengenai masa depan agar perahu pinisi ini bisa terus berlansung, salah satunya dengan mengedukasi kepada generasi muda untuk belajar membuat perahu pinisi.

“Lebih bagusnya pemerintah juga bisa melihat di sini lansung dengan mengirimkan Mahasiswa teknik perkapalan atau orang yang berkompeten agar teori lebih luas dan pengerjaan kapal pinisi bisa lebih cepat dan lebih modern,” ungkap Hasanuddin penanggung jawab pembuatan kapal pinisi kepada FAJARPENDIDIKAN, Minggu, 29 Mei 2022.

- Iklan -

Proses pembuatan kapal pinisi di Kaluku Cottages – [FOTO/KASMAN]
Pembahasan lengkap mengenai kapal Pinisi sudah FAJARPENDIDIKAN lakukan liputan khusus dan dirangkum dari berbagai sumber, berikut beberapa hal tentang kapal pinisi:

1. Sejarah Kapal Pinisi

Sebuah jenis kapal yang dibuat oleh suku Bugis dan terkenal di seantero samudra pada masa jayanya. Menurut Kemendikbud, Sejarah kapal pinisi Pinisi dimulai dari pembuatannya pada abad ke 14 masehi oleh seorang putra mahkota bernama Sawerigading yang berasal dari Kerajaan Luwu.

Kala itu, perahu Pinisi pertama dibuat dengan menggunakan bahan baku dari pohon yang dikenal sebagai pohon Welengreng atau Pohon Dewata.

- Iklan -

Kenapa pohon Welengreng ini dikenal sebagai pohon Dewata?

Dikisahkan, pohon ini adalah pohon yang sangat kokoh dan tidak rapuh, akan tetapi pohon ini kerap dijaga oleh entitas-entitas tidak terlihat–sebut saja makhluk gaib–sehingga, sebelum pohon ini ditebang, serangkaian upacara adat untuk memindahkan penunggu pohon tersebut harus dilakukan.

Sebenarnya, Perahu Pinisi awalnya dibuat oleh Sawerigading untuk melancarkan modusnya kepada seorang putri kerajaan Tiongkok yang bernama We Cudai. Dengan kapal ini, Sawerigading berhasil mendarat di Tiongkok dan mempersunting wanita yang didambakannya tersebut.

- Iklan -

Akan tetapi, setelah sekian lama tinggal di negeri orang, kerinduan akan kampung halaman pun muncul. Akhirnya, ia memutuskan untuk pulang kampung menggunakan kapal yang ia buat itu.

Baca Juga:  Biro SDM Polda Sulsel Ajak Putra-Putri untuk Daftar Jadi Akpol

Namun, nasib malang melanda Sawerigading. Kapal kokoh buatannya dihantam oleh gelombang besar di wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Bulukumba. Puing kapal Sawerigading terpental hingga ke 3 wilayah, yaitu Ara, Tana Beru, dan Lemo-Lemo.

Masyarakat lokal tersebut kemudian membantu Sawerigading untuk merakit kembali kapal tersebut dengan skala yang lebih megah dan besar, yang akhirnya dikenal sebagai Pinisi–yang berarti sebuah kapal yang tangguh.

2. Kapal Pinisi dibuat di Bulukumba dengan Kayu Ulin

Kapal bersejarah ini menggunakan bahan baku kayu jenis Bitti yang dipadukan dengan kayu Ulin. Kapal dengan tinggi 2,5 meter dan panjang 15 meter ini mempunyai dua tiang layar utama dengan tujuh buah layar. Tiga layar dipasang di ujung depan, dua layar di bagian depan, dan dua layar lagi dipasang di bagian belakang perahu.

Tujuh layar di Kapal Pinisi ini memiliki makna yang mendalam yaitu bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengarungi tujuh samudera di dunia. Kekuatan pelaut Indonesia disimbolkan oleh kapal ini.

Pembuatan sebuah perahu Pinisi memakan waktu tiga hingga enam bulan. Namun terkadang lebih lama, tergantung dari kesiapan bahan dan musim dan ukuran kapal. Biasanya untuk satu kapal Pinisi dikerjakan sekitar 5-10 orang.

Masyarakat sekitar percaya jika perahu satu ini dikerjakan secara beramai-ramai atau banyak orang, akan mempengaruhi atau mengurangi nilai seni dari perahu itu.

Setiap detailnya dikerjakan secara teliti untuk menghasilkan kapal yang tahan lama digunakan berlayar. Tak heran, Perahu Pinisi berukuran besar dengan tenaga mesin diesel dijual dengan harga yang fantastis, bisa mencapai Rp2 miliar. Nantinya, pembeli bisa menentukan model perahu beserta interior di dalamnya.

Proses adat tak hanya sampai saat pemilihan kayu. Sebelum perahu Pinisi diluncurkan ke laut, mereka melaksanakan upacara Maccera Lopi dengan tujuan mensucikan perahu. Upacara ini ditandai dengan penyembelihan binatang.

3. UNESCO Telah Menetapkan Kapal Pinisi Sebagai Warisan Budaya tak Benda Dunia

Uniknya pembuatan Kapal Pinisi di Bulukumba ini juga telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia sejak Desember 2017 lalu. Pembuatan kapal Pinisi tak hanya di Tanjung Bira saja, namun juga dilakukan di tempat lain seperti di pantai Lemo-lemo dan di Tana Beru.

Baca Juga:  IAIN Bone Tindaklanjuti MoU Kakan Kemenag, Jalin PKS dengan KUA

Berkunjung ke TB Maranatha, Penerbit Komik Asli Indonesia yang Masih Bertahan
Kapal Pinisi tak hanya sekedar kapal pariwisata saja, namun kapal ini menjadi saksi sejarah, simbol kekuatan pelaut Indonesia dan juga sumber mencari nafkah warga Bulukumba.

4. Kapal Pinisi Sering Dijumpai di Raja Ampat dan TN Komodo

Kapal Pinisi seringkali dijumpai menjelajah Taman Nasional (TN) Komodo dan Raja Ampat. Desain tradisional dengan lantai kayu yang apik, interiornya terlihat modern elegan dan berkelas.

Kapal Pinisi seolah menjadi kapal dambaan hampir setiap orang untuk menjajal pengalaman mengarungi laut yang tak terlupakan.

Lebih dari sekedar berlayar di 2 tempat wisata itu, Kapal Pinisi sudah melegenda. Sejak abad 15 lalu, kapal yang berasal dari suku Bugis dan suku Makassar sudah digunakan oleh masyarakat Indonesia. Ketangguhan kapal ini tak perlu dipertanyakan lagi.

Kapal layar Pinisi diketahui pernah menaklukkan lima benua. Keganasan Samudera Pasifik, Vancouver di Kanada, Australia, Madagaskar hingga Jepang telah ditaklukkan oleh Kapal Pinisi. Kapal Pinisi lahir di daerah Bulukumba, Sulawesi Selatan. Salah satu tempat pembuatan kapal fenomenal ini ada di Tanjung Bira.

Sejak dahulu hingga kini, orang Bulukumba terkenal memiliki kemampuan membuat Kapal Pinisi. Dengan tangan ajaibnya, mereka membuat Kapal Pinisi secara manual. Tak seperti pembuatan kapal pada umumnya, kabarnya mereka membuat kapal ini tanpa menggunakan gambar rancang bangunan.

Proses pembuatannya pun tak bisa sembarangan. Mereka mempertahankan tradisi dalam pembuatan perahu tersebut. Dari proses memilih kayu sampai berlayar. Saat memilih kayu, mereka harus mengikuti hari baik yang ditetapkan yaitu pada hari ke-5 atau hari ke-7 di bulan tersebut.

 

 

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU