Peranan Wanita dalam Agama, Rumah Tangga dan Negara

Oleh Akhuukum Fillaah :

Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi

بسم الله الرحمن الرحيم

- Iklan -

الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

Tanamkanlah Budaya Membaca Sampai Selesai, Agar Tidak Gagal Faham. SELAMAT MEMBACA….!!

- Iklan -

Persamaan gender yang banyak di dengung-dengungkan oleh kaum barat, ternyata telah merasuk ke tubuh kaum muslimah umat ini. Mereka telah tertipu dengan pemikiran kaum barat, bahkan tidak sedikit yang mengekor pemikiran tersebut. Lantas bagaimana sebenarnya peranan wanita islam dalam membangun keluarga atau masyarakat…? Mari kita simak tulisan berikut, bagaimana seharusnya wanita membangun sebuah keluarga bahkan Negara…?

Keluarga merupakan pondasi dasar penyebaran islam. Dari keluarga lah, muncul pemimpin-pemimpin yang berjihad di jalan Allah, dan akan datang bibit-bibit yang akan berjuang meninggikan kalimat-kalimat Allah. Dan peran terbesar dalam hal tersebut adalah kaum wanita.

WANITA SEBAGAI SEORANG IBU

- Iklan -

Tidak ada kemulian terbesar yang di berikan Allah bagi seorang wanita, melainkan perannya menjadi seorang Ibu.

Bahkan Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam pun bersabda ketika di tanya oleh seseorang: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan baik…?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa…?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa…?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, “Kemudian siapa…?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” *(HR. Al-Bukhari, no. 5971 dan Muslim, no. 6447)

Di dalam rumah, siapakah yang mempunyai banyak waktu untuk anak-anak…?

Siapakah yang lebih mempunyai pengaruh terhadap anak-anak…?

Siapakah yang lebih dekat kepada anak-anak…?

Tidak lain adalah ibu-ibu mereka. Seorang ibu merupakan seseorang yang senantiasa di harapkan kehadirannya bagi anak-anaknya. Seorang ibu dapat menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang baik sebagaimana seorang ibu bisa menjadikan anaknya menjadi orang yang jahat. Baik buruknya seorang anak, dapat di pengaruhi oleh baik atau tidaknya seorang ibu yang menjadi panutan anak-anaknya.

Pernahkah kita membaca kisah-kisah kepahlawanan atau kemulian seseorang…? Siapakah dalang di dalam keberhasilan mereka menjadi seorang yang pemberani, ahli ilmu atau bahkan seorang imam…? Tidak lain adalah seorang ibu yang membimbingnya.

Mari kita simak perkataan seorang shahabiyah, Khansa ketika melepaskan keempat anaknya ke medan jihad:* “Wahai anak-anakku, kalian telah masuk islam dengan sukarela dan telah hijrah berdasarkan keinginan kalian. Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian adalah putra dari ayah yang sama dan dari ibu yang sama, nasab kalian tidak berbeda. Ketahuilah bahwa seseungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia yang fana. Bersabarlah, tabahlah dan teguhkanlah hati kalian serta bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung. Jika kalian menemui peperangan, maka masuklah ke dalam kancah peperangan itu dan raihlah kemenangan dan kemuliaan di alam yang kekal dan penuh kenikmatan.”

Keesokan harinya, masuklah keempat anak tersebut dalam medan pertempuran dengan hati yang masih ragu-ragu, lalu salah seorang dari mereka mengingatkan saudara-saudaranya akan wasiat yang di sampaikan oleh ibu mereka. Mereka pun bertempur bagaikan singa dan menyerbu bagaikan anak panah dengan gagah berani dan tidak pernah surut setapak pun hingga mereka memperoleh syahadah fii sabilillah satu per satu. (Sirah Shahabiyah hal 742, Pustaka As-Sunnah)

Inilah kekuatan seorang ibu yang di berikan kepada anak-anaknya. Tatkala sang anak merasa ragu akan hal yang ingin di perbuatnya, namun mereka teringat akan nasehat ibu mereka, maka semua keraguan itu menjadi hilang, yang ada hanya semangat dan keyakinan akan harapan seorang ibu.

Baca Juga:  Introspeksi Diri Terhadap Perjalanan Ibadah Ramadan (1)

Demikianlah peran mulia seorang ibu, dan tidak ada peran yang lebih mendatangkan pahala yang banyak melainkan peran mendidik anak-anaknya menjadi anak yang di ridhoi Allah dan Rasul-Nya. Karena anak-anaknya lah sumber pahala dirinya dan sumber kebaikan untuknya.

Ketahuilah, banyak di kalangan orang-orang besar, bahkan sebagian para imam dan ahli ilmu merupakan orang-orang yatim, yang hanya di besarkan oleh seorang ibu. Dan lihatlah hasil yang di dapatkannya. Mereka berkembang menjadi seorang ahli ilmu dan para imam kaum muslimin. Sebut saja, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Al-Bukhori dll adalah para ulama yang di besarkan hanya dari seorang ibu. Karena kasih sayang, pendidikan yang baik dan doa dari seorang ibu merupakan kekuatan yang dapat menyemangati anak-anak mereka dalam kebaikan.

Tahukah para pembaca dengan Imam Shalat Masjidil Haram, Asy-Syaikh Sudais…?

Apa yang melatarbelakangi beliau menjadi Imam shalat Masjidil Haram…?

Tidak lain adalah karena harapan dan doa dari ibu beliau. Seorang ibu yang terus menerus memotivasi anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, telah membuat tekad Syaikh Sudais kecil menjadi besar dan membuatnya bersemangat untuk menghafalkan qur’an dan selalu berusaha agar keinginannya dan keinginan ibunya tercapai untuk menjadi Imam Masjidil Haram.

Pernahkan para pembaca membaca kisahnya seorang tabi’in Ar-Rabi’ah Ar-Ra’yi…?

Seorang ulama yang di tinggalkan oleh ayahnya untuk berjihad selama 30 tahun dan hidup bersama ibunya. Dengan bekal yang di berikan oleh sang ayah, namun di habiskan hanya untuk pendidikan anaknya oleh ibunya, menjadikan sang anak berkembang menjadi seorang ulama dan pemuka Madinah, yang bahkan Majelisnya di hadiri oleh Malik bin Anas, Abu Hanifah, An-Nu’man, Yahya bin Sa’id Al-Anshari, Sufyan Tsauri, Abdurrahman bin Amru Al-Auza’I, Laits bin Sa’id dan lainnya. Hal ini karena pengaruh dari seorang ibu yang sholehah yang mendidik anaknya dengan sangat baik.

Ini adalah segelintir kisah-kisah yang mengagumkan akan pengaruh yang amat besar dari seorang ibu, dan masih banyak kisah-kisah lainnya jika kita mau mencari dan membacanya. Karenanya, jika para wanita sadar akan pentingnya dan sibuknya kehidupan di keluarga, niscaya mereka tidak akan mempunyai waktu untuk mengurusi hal-hal di luar keluarganya. Apalagi berangan-angan untuk menggantikan posisi laki-laki dalam mencari nafkah.

WANITA SEBAGAI SEORANG ISTRI

Ketika seorang laki-laki merasa kesulitan, maka sang istri-lah yang bisa membantunya. Ketika seorang laki-laki mengalami kegundahan, sang istri-lah yang dapat menenangkannya. Dan ketika sang laki-laki mengalami keterpurukan, sang istri-lah yang dapat menyemangatinya.

Sungguh, tidak ada yang mempunyai pengaruh terbesar bagi seorang suami melainkan sang istri yang di cintainya.

Mengenai hal ini, contohlah apa yang di lakukan oleh teladan kaum Muslimah, Khadijah Radhiyallaahu ‘anha dalam mendampingi Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam di masa awal kenabiannya. Ketika Rasulullah merasa ketakutan terhadap wahyu yang di berikan kepadanya, dan merasa kesulitan, lantas apa yang di katakan Khadijah Radhiyallaahu ‘Anha kepadanya…?

“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.” *(HR. Muttafaqun ‘alaih)*

Tidak ada pangkat tertinggi melainkan pangkat seorang Nabi, dan tidak ada ujian yang paling berat selain ujian menjadi seorang Nabi. Untuk itu, tidak ada obat penenang bagi Rasulullah dalam mengemban amanah nubuwahnya melainkan istri yang sangat dicintainya.

Baca Juga:  Kebahagiaan Orang yang Berpuasa

Sampai-sampai ketika A’isyah cemburu kepada Khadijah, dan berkata: “Kenapa engkau sering menyebut perempuan berpipi merah itu, padahal Allah telah menggantikannya untukmu dengan yang lebih baik…?” Lantas Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam marah dan bersabda: “Bagaimana engkau berkata demikian…?  Sungguh dia beriman kepadaku pada saat orang-orang menolakku, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dia mendermakan seluruh hartanya untukku pada saat semua orang menolak mambantuku, dan Allah memberiku rizki darinya berupa keturunan.” (HR. Ahmad dengan Sanad yang Hasan)

Demikianlah kecintaan Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Khadijah, dan demikianlah seharusnya bagi seorang wanita muslimah di dalam keluarganya. Tidak ada yang di inginkan bagi seorang suami melainkan seorang istri yang dapat menerimanya apa adanya, percaya dan yakin kepadanya dan selalu membantunya ketika sulitnya.

Inilah peran yang seharusnya di lakukan bagi seorang wanita. Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang perlu di lakukan wanita, akan tetapi menjadi pendamping seorang pemimpin (pemimpin rumah tangga atau lainnya) yang dapat membantu, mengarahkan dan menenangkan adalah hal yang sangat mulia jika di dalamnya berisi ketaatan kepada Allah Ta’ala.

PERANAN WANITA DALAM MASYARAKAT DAN NEGARA

Wanita di samping perannya dalam keluarga, ia juga bisa mempunyai peran lainnya di dalam masyarakat dan Negara. Jika ia adalah seorang yang ahli dalam ilmu agama, maka wajib baginya untuk mendakwahkan apa yang ia ketahui kepada kaum wanita lainnya. Begitu pula jika ia merupakan seorang yang ahli dalam bidang tertentu, maka ia bisa mempunyai andil dalam urusan tersebut namun dengan batasan-batasan yang telah di syariatkan dan tentunya setelah kewajibannya sebagai ibu rumah tangga telah terpenuhi.Banyak hal yang bisa di lakukan kaum wanita dalam masyarakat dan Negara, dan ia punya perannya masing-masing yang tentunya berbeda dengan kaum laki-laki. Hal ini sebagaimana yang di lakukan para shahabiyah nabi.

Pada jaman nabi, para shahabiyah biasa menjadi perawat ketika terjadi peperangan, atau sekedar menjadi penyemangat kaum muslimin, walaupun tidak sedikit pula dari mereka yang juga ikut berjuang berperang menggunakan senjata untuk mendapatkan syahadah fii sabilillah, seperti Shahabiyah Ummu Imarah yang berjuang melindungi Rasulullah dalam peperangan.

Sehingga dalam hal ini, peran wanita adalah sebagai penopang dan sandaran kaum laki-laki dalam melaksanakan tugas-tugasnya._

PENUTUP

Jika kita melihat akan keutamaan-keutamaan yang di berikan Allah untuk kaum wanita, maka jelaslah bahwa wanita merupakan tumpuan dasar kemuliaan suatu masyarakat bahkan Negara. Masyarakat atau Negara yang baik dapat terlihat dari baiknya perempuan di dalam Negara tersebut dan begitupun sebaliknya.

Karenanya, peran wanita baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan peran yang sangat agung yang tidak sepantasnya kaum wanita untuk menyepelekannya.

Persamaan gender yang di dengungkan oleh kaum barat, tidak lain adalah untuk menghancurkan pondasi keislaman seorang muslimah, sehingga ia meninggalkan kewajibannya sebagai seorang wanita.

Ingatlah, Pemimpin-pemimpin yang adil dan generasi-generasi yang baik akan muncul seiring dengan baiknya kaum wanita pada waktu tersebut.

Demikian Faedah Ilmiyah dan Mau’izhoh Hasanah pada hari ini. Semoga bisa memberikan manfaat untuk kita semua, serta bisa sebagai acuan untuk senantiasa memperbaiki amal kita di atas sunnah Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam dan Tidak berbicara agama dengan menggunakan Akal dan Hawa Nafsu melainkan dengan Dalil Yang Shohih sesuai dengan pemahaman para ulama salaf.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU