Perjalanan CJH Menunaikan Ibadah Haji ke Tanah Suci, Sebuah Perjuangan

Dalam menunaikan Ibadah Haji, jamaah calon Haji dari seluruh dunia, berangkat dari negaranya menuju Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji, sebuah perjuangan, terbilang menyabung nyawa. Tak hanya jaraknya tempuhnya yang lumayan melelahkan, terutama lagi karena padatnya kedatangan ‘’tamu-tamu Allah’’, membuat jamaah berdesak-desakan dalam menjalani aktivitas ibadah.

Meskipun berangkat dengan pesawat, tetap saja perjalanannya cukup melelahkan. Karna aktivitas ibadah baik di Mekah maupun di Madinah, dilakukan dengan berjalan kaki dan berdesak-desakan. Kecuali berangkat dari hotel menuju stanplas bus di Masjidil Haram.

Makanya, faktor kesehatan sangat diprioritaskan. Meskipun ongkos naik haji sudah dinyatakan lunas, namun bila kesehatan ‘’anjlok’’ menjelang pemberangkatan, keberangkatan jamaah, terpaksa ditunda. Panitia pemberangkatan, tidak segan segan menunda keberangkatan, bila sakit.

- Iklan -

Sebab perjalanan menunaikan ibadah sangat berat. Tidak sekedar jauhnya jarak tempuh dan aktivitas sholat lima waktu di Masjidil Haram selama berada di Mekah, dan harus sholat lima waktu di Mesjid Nabawi, selama berada di Madinah.

Berikut jarak yang harus ditempuh jamaah, mulai titik star dari Bandara Mekah, tidak termasuk keberangkatan dari Negaranya menuju Tanah Suci. Dari Makassar menuju Mekah misalnya, dibutuhkan perjalanan sekitaran 20 jam, dengan pesawat.

mendampingi orang tua menunaikan ibadah haji tahun 2017
Mendampingi orang tua menunaikan ibadah haji tahun 2017. [FOTO/IST]
Jarak tempuh khusus pada fase-fase memasuki puncak ritual ibadah haji, tanpa putus, atau tanpa diselingi waktu istirahat.

- Iklan -
  1. Fase Mekah – Mina. Dari Mekah menuju Mina, menempuh perjalanan dengan bis, sejauh 7 kilometer dengan mobil.
  2. Fase Mina – Arafah . Dari Mina menuju Padang Arafah dengan jauh perjalanan 14,5 kilomter dengan mobil..
  3. Fase Arafah Muzdalifah. Dari Padang Arafah menuju Muzdalifah, menempuh perjalanan sejauh 8 kilomter dengan mobil.
  4. Fase Muzdalifah – Mina, dimana jamaah harus bermalam, untuk beristirahat sejenak di Muzdalifah, menempuh jarak 4 kilometer dengan mobil.
  5. Fase pelontaran jumrah, dari Mina (tenda tempat menginap) menuju jamarat melontar jumrah, dengan menempuh jarak 4 kilometer pergi, dan 4 kilomter pulang, atau 8 kilometer pergi – pulang dengan kaki. Untuk fase kelima ini, dijalani selama 3 hari.
Baca Juga:  Kegalauan Kartini Mengubah Pandangannya Tentang Islam dan Barat

Dengan demikian, jarak yang ditempuh dengan khusus melontar jumrah, sebanyak 32 kilometer. Disini jamaah orang tua atau lansia, rata – rata diba’dalkan (diwakilkan) ke jamaan yang masih muda, maksimal bisa membada’dalkan tiga jamaah lansia. Namun dengan jamaah yang membada’dalkan, tidak bekerja Cuma-Cuma, tatapi mendapatkan pahala.

Dengan demikian, jarak tempuh khusus proses ritual puncak, menempuh jarak, menurut yang diinfokan Edwin Miftahuddin, sejauh 72 kilomter. Itu pun belum termasuk aktivitas setiap hari di Mekah, sholat di Masjidil Haram, dan kunjungan ke tempat – tempat bersejarah terkait prosesi jamaah Haji, dan perjuangan Rasulullah Muhammad SAW.

Baca Juga:  Napak Tilas Perjuangan RA Kartini

Meskipun dengan mobil yang disediakan Pemerintah Saudi dari hotel ke Masjidil haram, namun dengan padatnya jamaah, baik di tempat sholat, tawaf dan sa’I, cukup melelahkan, karena ditempu dengan jalan kaki, sambil berdesak-desakan. Perlu persiapan fisik yang prima. Ini untuk Haji regular yang diatur Pemerintah. Sekedar informasi, lamanya waktu yang harus dijalani jamaah Haji, selama di tanah suci, 40 hari, termasuk 7 hari di Madinah. Ini tidak termasuk perjalanan dari Negara asal sampai ke Negara tujuan.

- Iklan -

Itu, makanya, Pemerintah menyiapkan pendampingan bagi jamaah lansia. Namun hanya yang boleh mendampingi, anaknya, yang juga sudah mendaftar berhaji. Makanya, disarankan kepada jamaah calon Haji yang sudah dinyatakan masuk nomor antriannya, sudah harus mempebanyak istirahak, menyiapkan fisik yang prima, agar InsyaAllah dapat selamat pulang ke tanah air asalnya. Demikian, bagi jamaah yang memiliki penyakit, diusahakan agar menyembuhkan penyakitnya, dan berangkat dengan kesehatan yang prima.

Sebab, berdasarkan pengalaman penulis, rata – yang meninggal ditanah suci, jamaah yang mengandung penyakit bawaan, dan factor kelelahan fisik, terutama jamaah lansia.

Penulis : NURHAYANA KAMAR

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU