Teks Khutbah Jumat 11 November 2022 Tema Jika Belum Paham Jamak dan Qashar Shalat

Teks Khutbah Jumat 11 November 2022 Tema Jika Belum Paham Jamak dan Qashar Shalat, Jamak shalat artinya mengerjakan dua shalat wajib di salah satu waktu, baik dengan mengerjakan di waktu shalat yang pertama (jamak takdim) ataukah dikerjakan di waktu shalat yang kedua (jamak takhir).

Shalat yang boleh dijamak adalah shalat Zhuhur dan shalat ‘Ashar, lalu shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’. Menjamak dua shalat ini dibolehkan menurut ijma’ (kesepakatan) para ulama.

Dilansir dari laman rumaysho.com, berikut ini penjelasan lengkap dari Teks Khutbah Jumat 11 November 2022 Tema Jika Belum Paham Jamak dan Qashar Shalat. Simak di bawah ini….

- Iklan -

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Amma ba’du …

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya.

- Iklan -

Pada hari Jumat penuh berkah ini, kita diperintahkan bershalawat kepada Nabi akhir zaman, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ada hadits yang menunjukkan keutamaan bershalawat kepada beliau. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim, no. 408)

- Iklan -

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Dalam khutbah Jumat kali ini, kami ingin menyampaikan dua ajaran dalam Islam yang menunjukkan agama ini penuh kemudahan, yaitu jamak dan qashar shalat.

Dasar yang perlu dipahami terlebih dahulu adalah ajaran Islam itu penuh kemudahan.

Allah Ta’ala berfirman,

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Dalam ayat lainnya disebutkan,

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An Nisa’: 28).

Baca Juga:  Apa Bedanya Zakat Mal dan Zakat Fitrah?

Dalam hadits juga disebutkan,

يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا

Buatlah mudah, jangan mempersulit.” (HR. Bukhari, no. 69 dan Muslim, no. 1734).

Dalam hadits lain disebutkan,

فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Kalian diutus untuk mempermudah dan kalian tidaklah diutus untuk mempersulit.” (HR. Bukhari, no. 220).

 

Sekarang kita melihat mengenai jamak shalat.

Jamak shalat artinya mengerjakan dua shalat wajib di salah satu waktu, baik dengan mengerjakan di waktu shalat yang pertama (jamak takdim) ataukah dikerjakan di waktu shalat yang kedua (jamak takhir). Shalat yang boleh dijamak adalah shalat Zhuhur dan shalat ‘Ashar, lalu shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’. Menjamak dua shalat ini dibolehkan menurut ijma’ (kesepakatan) para ulama. (Dinukil dari Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:287).

Dasar dari jamak shalat di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra’: 78).

Dari sini yang dimaksudkan melakukan shalat pada waktu duluk asy-syams adalah saat matahari tergelincir yaitu shalat Zhuhur dan Ashar. Sedangkan maksud shalat pada ghasaq al-lail (gelap malam, saat tenggelam matahari) adalah shalat Maghrib dan Isya. Maka berarti shalat Zhuhur dan Ashar bisa dijamak, begitu pula shalat Maghrib dan Isya bisa dijamak.

Apa saja sebab boleh menjamak shalat?

Pertama, menjamak shalat karena hujan deras yang menyulitkan

Kedua, menjamak shalat karena sakit.

Dalilnya adalah firman Allah,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)

Ketiga, menjamak shalat karena kesulitan mengerjakan shalat pada masing-masing waktu, misalnya macet yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta.

 

Catatan: Tidak boleh mengundur shalat siang pada malam hari misalnya karena mengurus pernikahan menjadi among tamu atau menjamak shalat tanpa ada uzur.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Boleh menjamak shalat Maghrib dan Isya, begitu pula Zhuhur dan ‘Ashar menurut kebanyakan ulama karena sebab safar ataupun sakit, begitu pula karena uzur lainnya. Adapun melakukan shalat siang di malam hari (seperti shalat Ashar dikerjakan di waktu Maghrib, pen) atau menunda shalat malam di siang hari (seperti shalat Shubuh dikerjakan tatkala matahari sudah meninggi, pen), maka seperti itu tidak boleh meskipun ia adalah orang sakit atau musafir, begitu pula tidak boleh karena alasan kesibukan lainnya. Hal ini disepakati oleh para ulama.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 22: 30)

Baca Juga:  Puasa dan Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

Sekarang kita bahas qashar shalat? Qashar shalat itu apa?

Yang dimaksud qashar adalah menjadikan shalat empat raka’at menjadi dua raka’at ketika safar, baik dilakukan ketika dalam keadaan khauf (genting) maupun keadaan aman.

Ibnu Taimiyah telah menjelaskan sebab qashar shalat dan sebab jamak shalat dengan mengatakan,

وَالْقَصْرُ سَبَبُهُ السَّفَرُ خَاصَّةً لَا يَجُوزُ فِي غَيْرِ السَّفَرِ وَأَمَّا الْجَمْعُ فَسَبَبُهُ الْحَاجَةُ وَالْعُذْرُ فَإِذَا احْتَاجَ إلَيْهِ جَمَعَ فِي السَّفَرِ الْقَصِيرِ وَالطَّوِيلِ وَكَذَلِكَ الْجَمْعُ لِلْمَطَرِ وَنَحْوِهِ وَلِلْمَرَضِ وَنَحْوِهِ وَلِغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْأَسْبَابِ فَإِنَّ الْمَقْصُودَ بِهِ رَفْعُ الْحَرَجِ عَنْ الْأُمَّةِ

Qashar shalat hanya disebabkan karena seseorang itu bersafar. Tidak boleh seseorang mengqashar shalat pada selain safar. Adapun sebab menjamak shalat adalah karena adanya hajat (kebutuhan) dan adanya uzur (halangan). Jika seseorang butuh untuk menjamak shalat, maka ia boleh menjamaknya pada safar yang singkat atau safar yang waktunya lama. Begitu pula seseorang boleh menjamak shalat karena alasan hujan dan kesulitan semacam itu, karena sakit, dan sebab lainnya. Karena ingat sekali lagi, sebab menjamak shalat adalah untuk menghilangkan kesulitan pada kaum muslimin. (Majmu’ah Al-Fatawa, 22:292)

Apa saja syarat boleh mengqashar shalat? Sehingga kita tidak mudah-mudahan mengqashar shalat.

1- Niat untuk bersafar

Ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hambali menyaratkan safar yang boleh shalatnya diqashar adalah safar yang bukan maksiat.

2- Sudah mencapai jarak safar

Seseorang baru boleh mengqashar shalat jika sudah mencapai jarak yang ditentukan oleh para fuqaha sebagai jarak disebut telah bersafar. Jika telah memenuhi jarak tersebut barulah disebut sebagai musafir.

Berapakah jarak itu?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa jarak safar menurut sebagian ulama adalah 83 KM. Ulama lainnya menyatakan bahwa jarak safar itu tergantung pada ‘urf walaupun tidak mencapai 83 KM. Bahkan seandainya secara ‘urf jarak tersebut tidak dianggap safar, maka tidak dianggap safar walau jarak yang ditempuh sudah mencapai 100 KM.

Pendapat terakhir ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, karena memang Allah tidak menetapkan pembatasan jarak safar dalam mengqashar shalat. Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menetapkan jarak dalam hal ini. Pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah inilah yang lebih mendekati kebenaran.

Kesimpulan:

  1. Tidak masalah jika kita mengambil pendapat yang menentukan jarak safar yaitu 83 KM.
  2. Namun jika standar dalam ‘urf (kebiasaan masyarakat menganggap sudah safar) sudah jelas, maka ‘urf lebih baik untuk dipakai.
- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU