Dinding Tirani

Potongan Kedua

Pertengahan Abad-18 di tengah musim paceklik yang berkepanjangan, masalah telah dimulai. Rish saat itu sedang menulis karyanya yang akan diterbitkan lagi. Hiruk pikuk suasana kota. Banyak rakyat bertanya- tanya apa yang terjadi. Menanyakan peran raja dalam menangani berbagai masalah yang bermunculan.

Masalah paceklik yang menyerang seluruh negeri semakin meluas. Kegagalan panen menjadi masalah yang sangat serius. Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang melemah dan runtuh.

Seluruh hal buruk seperti dibebankan pada pundak rakyat. Akibatnya banyak rakyat yang tidak percaya lagi pada raja yang tidak memperhatikan kondisi negeri. Raja terlalu egois dengan kepentingan pribadinya.

- Iklan -

Rish dan penulis lain kembali memuat karya kontroversial terkait keadilan, kebebasan, dan masalah pajak rakyat yang dinilai tidak masuk akal.

“Hanya masalah waktu,mungkin revolusi akan benar-benar terjadi” Ucap Rish di pertemuan pagi ini.

“Ya, Karya kita hampir didengar oleh seluruh negeri. Orator mungkin akan segera turun ke jalan, merobohkan tirani”

- Iklan -

Suasana pertemuan kali ini sangat hening. Bagaimanapun, mereka mengkhawatirkan kondisi rakyat. Akankah revolusi didapat dari peperangan atau entah dengan cara apa. Itu yang mereka pikirkan.

Setelah pertemuan berlangsung, Rish kembali ke rumahnya, menatap jendela kamarnya, tumpukan rak yang penuh buku-buku. Kini, Rish sedang menulis surat untuk seseorang. Berharap agar revolusi ini tak menimbulkan kesedihan yang berarti dan negeri ini kembali makmu hingga keadilan bisa terjamin.

Pagi berikutnya, Rish datang datang ke pertemuan. Membahas situasi yang sudah sangat ricuh. Di pusat kota, orator dan rakyat mulai menyerang kastil yang selama ini melambangkan tirani.

- Iklan -

“Seruan revolusi sudah terjadi, mereka menyerang raja. Hanya soal waktu karya kita akan dihanguskan karena mengkritik mereka. Di mana anggota yang lain?” Ucap Rish

“Sepertinya tidak hanya karya kita yang dihanguskan. Situasi ini darurat sekali, mungkin pihak raja dan pro tirani sebentar lagi akan menangkap kita. Lantas apa yang akan kita lakukan Rish?”

“Kita cukup menunggu akan seperti apa akhirnya” “Menunggu? kau ingin kita tertangkap dan lenyap begitu saja?” “Setidaknya aku punya rencana terakhir. Jadi kita lihat nanti.”

Rish pulang dengan perasaan kacau. Urusan ini akan panjang sekali dampaknya. Hari berikutnya, pertemuan semakin sepi. Satu persatu anggota lenyap tanpa kabar. Rish merasa bingung dan sedih. Apa yang harus dia lakukan untuk mencari di mana kawannya berada. Di malam yang dingin dan sunyi di perempatan sudut kota, Rish dihadang oleh seseorang.

“Kau Rish Sang penulis bukan?”

“Iya. Dengan saya sendiri.”

“Kau telah melanggar kebijakan raja dan kau terbukti bersalah.”

Rish pasrah dengan kondisinya. Tangan terikat. Mulut dibungkam. Tetapi ia masih berharap kesempatan terakhir itu ada.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU