Guru Besar FKM Unhas Paparkan Pengembangan Kebijakan Kawasan Sehat di Komite Ahli Kemenkes

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas), Prof Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, PhD, memaparkan pengembangan Kebijakan Kawasan Sehat di Komite Ahli Penanganan Masalah Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Jumat, 19 Juni 2020 yang dilaksanakan secara virtual.

Prof Sukri mengatakan, pengembangan kawasan sehat ini cukup kompleks. “Ini adalah umbrella atau payung sesungguhnya dalam menciptakan lingkungan perilaku sehat,” kata Prof Sukri.

Pengembangan kawasan sehat, kata Prof Sukri, bukan hal baru. Tahun 1986 WHO sudah mengembangkan konsep ini yang disebut dengan healthy setting atau setting atau tatanan yang sehat.

- Iklan -

“Konsep healthy setting yang paling terkenal di seluruh dunia adalah healthy cities, yang kemudian dikembangkan setting-setting yang lebih kecil seperti sekolah sehat, pasar sehat, penjara sehat, rumah sakit sehat dan sebagainya,” jelas Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan FKM Unhas itu.

Pertama, sambungnya, yang perlu dilakukan adalah melakukan analisis situasi masalah kesehatan wilayah.

Ada beberapa poin penting yang menjadi perhatian, terutama pada kota-kota besar di Indonesia. Urbanisasi dan kepadatan penduduk menjadi masalah utama.

- Iklan -

“Urbanisasi ini tidak hanya karena meningkatnya jumlah penduduk dari desa ke kota, tetapi meningkatnya konsentrasi penduduk wilayah untuk sendiri,” ungkapnya.

Kepadatan penduduk, kata Prof Sukri, tidak hanya berkaitan dengan jumlah penduduk semata tetapi juga memberi implikasi dampak kesehatan dan lingkungan masyarakat.

Baca Juga:  Buka Puasa Bersama KPI Macquarie Jadi Ruang Berjumpa Komunitas Muslim Indonesia di Sydney

“Kedua adalah kemacetan lalu lintas. Masalah ini tidak dalam kendali Kementerian Kesehatan tetapi dampaknya pada kesehatan. Karena itu, integrasi kebijakan antar kementerian juga perlu menjadi perhatian,” paparnya.

- Iklan -

Ketiga adalah masalah sampah yang sampai hari ini masih menjadi masalah besar baik sampah organik maupun sampah anorganik.

“Dampak lain dari kepadatan penduduk tadi adalah lahirnya kawasan atau rumah kumuh diantara gedung-gedung bertingkat atau pada area tertentu yang umumnya membentuk satu komunitas baru di pinggiran kota,” ungkapnya.

“Masalah lainnya juga adalah berkaitan dengan limbah baik limbah yang dihasilkan oleh industri maupun rumah tangga,” lanjutnya.

Disamping masalah tersebut, yang berkaitan dengan masalah lingkungan fisik, masalah lain dalam konteks kesehatan wilayah adalah masalah sosial.

Hari ini, kata Prof Sukri, masalah yang berkaitan dengan penanganan PSK, narkoba, anak jalanan, musisi jalanan, pak Ogah dan sebagainya juga adalah masalah yang cukup menyita perhatian dan mengganggu pemandangan kesehatan kota.

“Baik masalah fisik maupun masalah sosial, ini semua menjadi penyebab munculnya berbagai macam penyakit, baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular,” ungkapnya.

Menyelesaikan masalah lingkungan, lanjut Prof Sukri, paling tidak ada sekitar 40-50 persen masalah kesehatan dapat diselsaikan.

Baca Juga:  Buka Puasa Bersama KPI Macquarie Jadi Ruang Berjumpa Komunitas Muslim Indonesia di Sydney

Prof Sukri menambahkan bahwa terdapat dua program utama pemerintah yang mestinya tetap berjalan dalam masa pandemi Covid-19 ini, yaitu pertama adalah bagaimana integrasi berbagai kebijakan kawasan sehat dan kabupaten/kota sehat dengan pengendalian Covid-19 dengan kebijakan penanganan stunting, yang hampir tenggelam karena kebijakan penanganan Covid-19 tersebut.

Penanganan berbagai kebijakan kawasan sehat, pada dasarnya tidak lepas dari kebijakan global, misalnya Sustainable Development Goals, misalnya zero hunger, good health and well-being, quaility education, clean water and sanitation, sustainable cities and communities.

Demikian pula, UN-Habitat: tentang a better urban future, dan WHO dimana menjadi organisasi yang paling tidak dapat mendorong lahirnya Aliansi kota sehat yang lebih maksimal di negara-negara anggota. Selain itu, pada tingkat nasional, misalnya RPJPK 2005-2025, RPJMN 2020-2024, dan RENSTRA 2020-2024.

Hal lain, yang perlu kajian mendalam adalah seluruh peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaran kabupaten/kota sehat, misalnya Peraturan Bersama antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan tahun 2015, dan kebijakan yang sesuai dengan tatanan kabupaten/kota sehat, yang cukup banyak dan kompleks tersebut.

Diakhir sesi, juga ditambahkan berbagai masukan dari Dr. Hening Darpito, sebagai anggota tim, dan juga berbagai masukan dari peserta webinar.(*)

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU