Pesan Tetta

Malam itu, rinai hujan mulai membasahi kaca jendela. Gemercik suaranya mulai menari-nari berharmoni di atap rumah. Hembusan angin mulai masuk ke sela-sela kulit yang dinginnya, kini mulai menusuk. Memanggil hati sejenak. Menikmati hangatnya selimut yang menemani nikmatnya tertidur lelap dengan suara gemercik air yang indah.

Terlihat dua orang, bapak dan anak perempuannya yang sedang asyik bercengkrama di ruang tamu. Nampak raut wajah mereka sesekali tegang saat melihat layar smartphone. Lalu tiba-tiba tertawa dan kemudian kembali serius memikirkan sesuatu hal. Sambil menikmati secangkir teh hangat dan sepiring pisang goreng di atas meja.

“Ni’ma, lihat dulu ini nak!” Menunjukkan artikel di smartphone.

- Iklan -

Iye(1) ada apa Tetta(2)?”

“Dunia sekarang sudah sakit meradang Ni’ma!” “Kenapa Tetta mengatakan itu?”

“Bagaimana tidak nak, banyak fenomena anak remaja yang menyimpang saat ini.

- Iklan -

Coba lihatlah artikel online ini!”

Tawwa(3) Tetta sudah gaul sekarang. Lebih update dari Ni’ma.” Sambil tertawa. “Nassami’(4) Tetta juga tidak mau ketinggalan informasi dengan anak sekarang.

Namanya apa lagi? Oh anak millenial dan generasi Z!” Sambil menahan tawa.

- Iklan -

“Jagonya Tettaku tawwa!”

Mereka fokus membaca artikel yang sedang mereka diskusikan. Artikel itu mengenai fenomena anak remaja masa kini yang tak asing lagi terdengar di kalangan anak muda bahkan orang dewasapun sering menyebutnya.

“Apa itu Toxic Relationship nak?”

“Hmmm Toxic Relationship itu Tetta istilah yang digunakan ketika pasangan menjalin hubungan seperti pacaran yang tidak sehat. Hubungan beracun yang sama sekali tidak menghasilkan kebahagiaan dan rasa tidak nyaman. Misalnya dapat menimbulkan tindakan kekerasan pada pasangan bahkan menimbulkan traumatik fisik dan batin Tetta. Kebanyakan yang dirugikan adalah pihak perempuan.“ Ungkapnya.

“Bahayanya.    Itulah    kenapa    kebanyakan    orangtua    dulu    melarang   anaknya

berpacaran. Bahkan agamapun melarang nak.”

“Mau bagaimana lagi Tetta, karena bagi anak muda sudah bagian dari hidup mereka. Tetapi sebagian juga ada anak muda yang sudah menyadari mengenai Toxic Relationship. Hingga membuat mereka enggan untuk berpacaran lagi.”

Baca Juga:  Kewajiban Anak Kepada Orang Tuanya yang Sudah Meninggal

Rinai hujan telah mereda. Jam dinding terus bergerak menunjukkan pukul 21.30 WITA. Malam yang semakin larut tak membuat pecakapan itu terhenti. Pembahasan mereka semakin malam semakin menimbulkan keseruan.

“Ni’ma…Ni’ma!” Ungkap Tetta.

Iye ada apa? Kita mau bahas apa lagi Tetta?”

“Begini Ni’ma, Tetta mau cerita mengenai kejadian kemarin sore yang Tetta lihat.” “Apa yang Tetta lihat? Ni’ma jadi penasaran.”

“Tadi sore Tetta pergi ke warung makan. Ada suatu hal yang kurang enak dilihat. Saat itu ada dua sepasang sejoli anak muda yang sedang bermesraan. Mereka tepat duduk di depannya Tetta. Andaikan rasa lapar masih bisa Tetta tahan, mungkin Tetta akan keluar dan meninggalkan warung itu. Tapi apa daya rasa lapar tidak dapat ditahan lagi. Dan anehnya beberapa segerombolan anak muda yang ada disana menyindir kemesraan mereka. Tapi sungguh mereka tak mempedulikan dan tak merasa tersinggung. Yang ada tingkah laku dua sejoli itu malah makin mesra dan tak memperdulikan singgungannya, haha…”

Mereka tertawa lepas bersama. Sesekali menikmati secangkir teh hangat. Pisang gorengpun yang tersedia kini tinggal beberapa buah. Lalu mereka kembali melanjutkan.

“Hmmm… biasa terjadi hal seperti itu Tetta di kalangan anak muda. Bukan saja hal itu Tetta, ada pula yang pernah Ni’ma baca sebuah artikel yang sangat menyedihkan. Ada salah satu Mahasiswi yang membawa pacarnya ke kos-kosannya tanpa sepengetahuan dari pemilik kos. Kelakuannya diketahui setelah mahasiswi itu melahirkan bayinya. Karena katanya malu dikuburlah bayi itu ke dalam pot bunga besar yang ada di sekitar kos tersebut. Sepandai-pandainya menyembunyikan sesuatu, yah ketahuan pada akhirnya.”

“Serius Ni’ma, ya Tuhan!” Geleng-geleng kepala.

“Ada juga kasus anak remaja rela bunuh diri karena putus cinta. Apalah Tetta jikalau

hati telah terluka logikapun tiada berarti.”

“Yah, begitulah tantangan kita sebagai orangtua Ni’ma. Apalagi di zaman sekarang.

Baca Juga:  Kewajiban Anak Kepada Orang Tuanya yang Sudah Meninggal

Anak adalah amanah yang besar. Sekarang ini sudah terkikis nilai sifat Siri’nya!”(5)

Siri’ itu artinya malu kan Tetta? Tapi seperti apa maknanya Tetta?”

“Ini adalah falsafah hidup budayanya kita Ni’ma. Paentengi Siri’ na Paccenu!(6) Junjung tinggi kehormatan dan rasa malu. Apabila tak ada lagi rasa ini bersemayam di dada kita, maka tak ada lagi artinya dia menjalani kehidupan sebagai manusia. Rasa Pacce lebih kepada rasa kepedulian sosial terhadap orang lain. Zaman boleh maju nak tapi adab tak boleh kendor!”

Iye Tetta. Jujur falsafah hidup ini begitu berat menurutku Tetta. Apalagi kami masih muda yang jiwanya masih ingin mencoba banyak hal. Serasa ini seperti Pekerjaan Rumah untukku.”

“Iya, apalagi kamu nak seorang perempuan. Tetta masih ingat sebuah peribahasa dahulu, “ ekspresi wajah yang serius. “Kerbau seratus dapat digembalakan, manusia seorang tiada terkawal.”

Tetta apa makna dari peribahasa itu? Ni’ma baru mendengarnya!”

“Maknanya nak lebih baik menjaga ternak yang banyak, dibandingkan menjaga satu orang anak perempuan!”

Di sudut kaca jendela rumah, terlihat seorang anak perempuan yang asyik bermonolog sedang berdiri menghadap luar jendela. Mengamati ranting-ranting yang patah di dahan pohon. Terlihat beberapa dedaunan yang telah menguning dan kecoklatan kini telah gugur. Lamunanya terhenti seketika.

“Oh Ni’ma Ni’ma… nak! Apa yang kau lakukan disana? Akhir-akhir ini kau selalu terdiam dan melamun di dekat jendela!”

Iye haha tidakji Mamak.”

Tak ada lagi canda tawa dan diskusi mengenai banyak hal. Kini telah 10 bulan kepergianmu Tetta. Hanya tersisa rekam jejak kenangan. Raga Tetta sudah tak ada. Tetapi pesan Tetta akan selalu tertancap tajam di hati Ni’ma oh Tetta!” Gumamnya dalam hati.

Catatan Kaki

*1: Iya ;*2. Ayah ; *3. Ungkapan apresiasi senang ; *4. Ungkapan meyakinkan ; *5. Rasa Malu. ; *6. Junjung tinggi rasa malu dan rasa peduli.

Penulis : Annisa Muslimah

Annisa Muslimah

 

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU