Sonorous

Sore yang tentram di hari Sabtu yang tampaknya akan lebih seru jika punya seseorang untuk diajak jalan-jalan. Namun kenyataan, Diomira lebih senang menghabiskan malam Minggu bersama laptop kesayangannya.

Sudah tiga jam lamanya ia berbaring di ranjang dengan berbagai camilan untuk menemani acara menonton dramanya. Bagi Diomira yang suka rebahan, ini adalah surga baginya. Dia akan selalu mengingat malam Minggu yang tentram ini.

Tentram? Ya. Semua orang di rumahnya sedang pergi ke kondangan anak Bu RT yang sangat dikagumi gadis-gadis kampung. Semua orang di kampung ini berbondong-bondong datang ke balai desa untuk merayakan pernikahan primadona itu.

- Iklan -

Diomira dengar, balai desa menjadi sangat mewah, sangat bercahaya, dan menawan di malam hari nanti. Kata ibunya juga, mereka memesan makanan dari restoran mewah di kota.

Tapi Diomira tidak akan tergoda. Sebagai gadis yang suka menyendiri, ia lebih memilih bosan di rumah dari pada harus berbincang-bincang dengan orang lain di tengah pernikahan.

Sangat berbeda dengan kakak perempuannya yang sejak satu Minggu yang lalu bersemangat sekali mendatangi pernikahan yang sedang berlangsung itu walaupun kakaknya itu mengakui bahwa ia patah hati karena laki-laki idamannya sudah menikah terlebih dahulu. Menyedihkan.

- Iklan -

Kembali lagi kepada Diomira. Tangannya merogoh-rogoh toples kesayangan ibunya. Ah, ia tidak sadar bahwa makanannya sudah habis. Padahal tadi ia sudah menyiapkan tiga toples dan dua minuman soda yang mungkin bisa menemani acara menontonnya.

Namun ternyata kurang baginya yang hobi makan. Tak ada pilihan lain, Diomira harus bangun dari kasur untuk pertama kalinya. Namun, baru saja akan berdiri, pintu terbuka dengan keras.

“DIO!”

- Iklan -

Diomira terlonjak kaget saat seseorang menggebrak pintu kamarnya dengan tidak santai. Masih dengan keterkejutannya, Diomira mendongak dengan kesal kepada orang yang baru saja masuk. Ia mengenalnya. Iya, sangat mengenalnya hingga ia ingin menabok wajahnya.

“ENGGAK SOPAN MASUK KAMAR CEWEK! KELUAR!” Teriak Diomira hingga orang di hadapannya itu  merasa seperti di terpa angin. Bukan  hanya orang itu, mungkin rumah ini akan hancur.

“Gawat darurat, Di. Ah, enggak. Ini lebih ke aneh. Benar-benar aneh.”

Diomira menepis tubuh laki-laki di depannya itu dengan kasar. “Apanya yang aneh?” Tanya Diomira sambil berjalan menuju dapur.

“Tamu-tamu undangan di balai desa jadi aneh. Mereka… jadi linglung. Waktu aku panggil, mereka sama sekali enggak dengar. Mereka tuli!”

Diomira melirik laki-laki di sebelahnya dengan sinis. “Bukannya kamu yang aneh? Datang-datang ke rumahku, enggak pakai ketuk pintu, langsung masuk ke kamarku. Dan sekarang kamu ngelantur?” Diomira menggeleng-geleng prihatin.

“Ini beneran, Di. Kalau enggak percaya, ayo, kita ke balas desa.”

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU