Sonorous

“Wah, ini pasti konyol sekali bila aku tidak melihat aksimu di depan balai desa tadi.” Diomira memegang jidatnya karena merasa gila. “Tapi, kenapa harus musik dari sebuah acara? Apa tidak bisa jika kamu memutar musik sendiri dan menyedotnya dengan glass bead?

Orang itu menggeleng pelan. “Tidak bisa. Kakek butuh energi suara yang penuh dengan kebahagiaan supaya dia juga ikut bahagia. Orang yang datang ke sebuah acara pasti bahagia, apalagi jika acara itu adalah acara pernikahan. Semua orang pasti sangat bahagia. Kamu melihat tamu-tamu di balai desa menjadi tidak semangat ‘kan? Glass bead menyerap kebahagiaan mereka.”

“Tidak.” Kaki Diomira melangkah mendekat, ia menepuk bahu orang tersebut.

- Iklan -

“Sekalipun tamu-tamu di pernikahan itu terlihat bahagia, mereka punya masalah sendiri- sendiri. Sebuah pernikahan tidak selalu bahagia. Aku dengar Kak Harvi menangis saat akan menuju ke balai desa, Mamanya juga curhat dengan Ibuku sambil menangis, bahkan aku yakin sampai sekarang Mamanya masih menyimpan rasa sedih yang mendalam saat anaknya ternyata akan jauh dengannya. Ah, kakakku juga menangis sejak tahu Kak Harvi akan menikah. Dia suka dengan Kak Harvi sejak SMA. Walaupun ia terlihat bahagia bisa makan-makan, aku yakin hatinya sedang menjerit.”

“Kakekmu tidak membutuhkan energi suara dan kebahagiaan dari glass bead, mungkin yang dia butuhkan adalah kehadiran cucunya yang paling dia sayangi.”

Kandang sapi itu hening. Orang di hadapan Diomira terdiam dan tertunduk dengan matanya yang berkaca-kaca. Kaimat terakhir Diomira membuatnya mengerti bahwa selama ini kakeknya membutuhkan dirinya. Namun yang ia lakukan hanya berkelana di berbagai tempat dan jarang pulang ke rumah kakeknya.

- Iklan -

“DIO!”

Diomira membalikkan badannya. Matanya menemukan tubuh Reiki yang lemas di antara para sapi yang berjejeran. Diomira sangat tahu, bahwa menuju ke kandang sapi harus mendaki bukit kecil di sudut kampung. Dan ia yakin Reiki yang ternyata lemah itu akan sangat kelelahan begitu tiba di sini.



“BANG HYGO?! GIMANA BISA–”

- Iklan -

“Ssst… kamu bikin sapi-sapi di sini bangun.”

Reiki tidak memedulikan Diomira yang mengomelinya. Langkahnya mendekati seorang laki-laki yang biasanya dipanggil Hygo. “Sudah aku duga, gelegat Abang tadi benar- benar aneh.”

Hygo tertawa canggung. “Ah, tapi bagaimana kamu tahu kalau aku pelakunya?” Tanyanya kepada Diomira.

Sneakers. Aku ingat pernah iseng coret-coret sneakers Abang pakai cat. Aku pikir Abang bakalan buang sneakers-nya, ternyata masih dipakai sampai sekarang,” jelas Diomira.

“Halah, coretannya enggak bagus-bagus amat. Sekarusnya dibuang saja,” kata Reiki dengan sinis.

“Enggak kok. Dari pada coretan, ini lebih ke gambar. Lucu, sneakers-nya jadi berwarna.”

Diomira dan Hygo tertawa bersama, membuat Reiki sebal melihatnya. Bahkan sapi- sapi yang sedang tertidur itu lebih baik untuk ditonton.

“Oh iya! Gimana caranya kita bisa mengembalikan kesadaran orang-orang di balai desa?” Tanya Diomira menyadari bahwa ada satu masalah lagi.

“Abang tahu caranya. Tapi… apa bisa dibicarakan di luar? Sapi-sapi di sini agak menakutkan,” jawab Hygo sambil menggaruk hidunya yang tidak tahan dengan bau khas kandang sapi.

Diomira tertawa. Dari awal, ia sudah tahu bahwa Hygo punya trauma terhadap sapi.

* * *

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU