Hari Minggu yang Ditunggu-tunggu

Aziz selaku Bapaknya Rafly mengelus puncak kepala anaknya, berkali-kali matanya ingin menitikkan air mata yang berusaha ia tahan mati-matian. Merasa kasihan pada sang anak yang tak bisa ia bahagiakan sesuai keinginan.

“Nanti ya nak, nanti kita akan jalan-jalan ke pasar malam, dan membeli mainan!” Tentu Aziz berucap demikian dengan senyuman yang tak pernah pudar, dengan keringat yang membasahi wajahnya yang sudah dipenuhi keriputan.

“Nanti, nanti, nanti terusss! Bapak selalu bilang gitu kalau Rafly minta sesuatu!” Rafly tak kuasa menahan air matanya, ia melempar jaring ikan yang berada ditangannya ke sembarang arah, hatinya memanas. Ia sudah bersabar sejauh ini, sampai kapan lagi ia harus menunggu?

- Iklan -

Dengan penuh kekesalan Rafly berlari meninggalkan sang Bapak, tanpa memikirkan bagaimana perasaan Bapaknya. Rafly berlari sekencang mungkin, berlari tanpa arah. Rafly sendiri bingung ia ada dimana, yang ia dapati hanya pohon yang menjulang tinggi mengelilinginya, masa bodoh dengan semuanya, Rafly menangis ditengah hutan seorang diri, marah pada takdir, mempertanyakan keadilan pada Tuhan.

“Orang-orang dewasa bilang, Tuhan itu adil, lalu dimana keadilannya?! Mengapa hanya Ari dan Reno saja yang bahagia?!” Rafly berteriak, tangannya tak berhenti mencabuti segala rumput yang ia temui, kakinya juga tak pernah berhenti melangkah.

Ia kesal, ia ingin marah, tapi entah pada siapa, Rafly membenci hidupnya. Ia melampiaskan segala kekesalannya di dalam hutan, tak memikirkan kedua orang tuanya yang kebingungan mencari keberadaannya.

- Iklan -

Hari mulai gelap, di atas batu besar di tengah hutan Rafly masih enggan untuk beranjak dari tempatnya berbaring. Bagi Rafly mungkin inilah waktunya untuk mati, ia sendiri tak tahu jalan pulang, ia tersesat lebih dari dua jam lamanya.

Saat matanya baru saja tertutup, tiba-tiba ia mendengar suara kendaraan lewat, ia segera terbangun saat melihat orang yang dikenalnya berhenti tepat di hadapannya.

“Kak Muhsin?”

- Iklan -

“Yoi, ngapain kau tidur di situ?” Tanya Muhsin penasaran, pasalnya ini hutan belantara, bagaimana mungkin anak itu bisa sampai di tengah hutan.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU