“GOBLOK”

Aku tinggal bersama kakek dan nenekku. Aku memilih tinggal dengan beliau karena jarak rumah ke sekolahku saat ini lebih dekat dari pada jarak rumah orang tuaku. Aku adalah anak tunggal.

Jadi, aku selalu serius dan tidak pernah main-main dalam pembelajaran, karena hanya aku anak yang bisa memberikan keberhasilan dan kebahagiaan kepada Bapak dan Ibuku.

Aku bersekolah di Madrasah Aliyah yaitu MAN 2 Tuban, kuputuskan untuk memilih sekolah Madrasah ini, karena aku sepertinya tidak tertarik untuk sekolah di SMA atau SMK.

- Iklan -

Karena menurutku madrasah lebih baik karena lebih kental dengan ajaran islaminya. Lalu? Apa yang membuat aku berubah dalam segala hal setelah aku masuk disekolah ini? Inilah kisahku.

Awal MATSAMA (MAsa Ta’aruf SiswA MAdrasah) alhamdulillah berjalan dengan baik. MATSAMA ini berlangsung selama 4 hari berturut-turut. Dari hari senin sampai kamis. Pada hari kamis ini yang membuat jantung ku degdegan, karena hari kamis ini penentuan kelas dan jurusan yang akan aku masuki.

Jauh sebelum masuk masa-masa sekolah ini, aku sudah berkompromi dengan Bapak dan Ibuku untuk memilih jurusan IPS. Bapak dan Ibuku sama-sama menyetujui jurusan yang kupilih, dengan hati yang sangat gembira ini aku percaya diri dan langsung menyatakan untuk mengambil jurusan IPS ini.

- Iklan -

Setelah aku mendapatkan jurusan yang kupilih, para kakak OSPEK (lebih tepatnya semacam kakak OSIS gitu) memberitahukan pengumuman masing-masing ruang kelas. Aku berjalan paling depan dengan penuh semangat untuk menuju ruang kelasku.

Aku bahagia dan berjanji pada diriku sendiri aku harus jadi juara kelas dan harus tetap rendah hati. Walaupun aku tidak pernah menjadi juara 3 besar, ketika dibangku SD sampai SMP.Hah? 3 besar nggak pernah? boro- boro mau nyabet 3 besar, 10 besar aja nggak pernah. Malah jadi peringkat 15 besar ketika aku duduk dibangku SMP. Tapi,dengan penuh keyakinan aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Bapak dan Ibuku.

Berjalan 2 bulan sekolah, sikap Bapakku mendadak aneh. Bapak, seolah-olah ingin aku pindah jurusan IPA dan bersikeras akan datang kesekolah untuk memindahkan jurusanku. Karena menurut Bapak, di jurusan IPS itu bakal sulit untuk dapatkan pekerjaan di masa depan. Nggak seperti jurusan IPA yang bisa masuk di kedokteran dengan masa depan yang mapan.

- Iklan -

Tepat pada sore hari, sepulang dari sekolah. Bapak mengatakan hal seperti ini kepadaku “Ngapain masuk jurusan IPS, Jurusan IPS jurusan orang GOBLOK! Jurusan IPS mau jadi apa!!” Degggg jantungku berdegup kencang, rasa ingin menangis tidak bisa kutahan dan aku tetap terdiam tanpa sedikitpun kata yang terucap dimulutku. Baru kali ini, Bapakku berkata seperti ini, rasanya tidak ada lagi semangat untuk menjalani sekolah seperti biasanya. Terus kupikirkan kata-kata Bapakku.

Aku bingung aku mau bagaimana ini? langkah apa yang selanjutnya akan kutempuh? Ini baru 2 Bulan sekolah saja sudah seperti ini. Namun, aku tetap berusaha menguatkan diri sendiri. Ya, inilah kehidupan, rasa gelisah, susah dan senang bisa datang kapan saja. Kuakui memang sangatlah sulit, seharusnya orangtua bisa menjadi penyemangat untuk anaknya tapi disisi lain orangtua yang membuat down anaknya.

Aku memutuskan untuk tetap bersemangat dan ikhlas menjalani semua ini. Seketika, dengan penuh rasa optimisme kuusap air mata ini dan kesedihan, aku selalu berusaha memberikan keyakinan penuh dan kesabaran pada diriku.

Lambat laun 1 semester berjalan, 6 bulan itu bukan waktu yang singkat. Tapi, mau tidak mau harus kujalani dengan kemampuan dan keyakinan bahwa “Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan makhluknya” Dengan bersandar kalimat tersebut hatiku selaluku kuatkan.

Dalam semester 1 ini, Alhamdulillah aku meraih Juara kelas. Aku bersyukur dan kupersembahan untuk Bapak dan Ibuku. Tapi, apakah persoalan jurusan ini berakhir pada semester 1 saja? Nyatanya ini belum seberapa.

Anggapan Bapak masih tetap sama “Anak IPS tidak ada masa depan dan Jurusan IPS itu Jurusan orang Goblok” Namun, aku tetap bangkit dan semangat menuntut ilmu, akan kubuktikan bahwa jurusan itu tidak menjadi sebuah kalkulasi dalam meraih sebuah masa depan yang cerah. Karena bagiku “seseorang boleh ambil satu keputusan yang berlawanan. Tapi, kita juga harus

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU