MEMOIR Hotel

“Ting Tong..”, bunyi notifikasi pesan whatsapp dari nomor tak dikenal masuk. Rina pun segera membuka pesan tersebut.

Barang sudah tersedia.. Bisa diambil kapan?

Sambil berpikir untuk membalas pesan, Rina pun mengetikkan

- Iklan -

Jam 5 sore di taman Cattleya..

Selang 1 menit kemudian, orang tersebut membalas

Oke…

- Iklan -

Rina pun mengendap-endap keluar dari kamar dan masuk ke garasi untuk mengeluarkan sepeda. Sambil memapah sepeda perlahan-lahan, Rina pun akhirnya berhasil keluar dari rumah tanpa sepengetahuan orang-orang. Setelah berjalan sekitar 20 langkah menjauhi rumah, akhirnya Rina pun naik ke sepeda dan bergegas menuju taman cattleya. Setelah mengayuh sekitar 20 menit, akhirnya Ia pun sampai di taman tersebut. Rina pun menghentikan kayuhannya dan merabah kantong saku celananya untuk melihat jam. Saat membuka hp, muncul pesan masuk dari nomor tak dikenal.

Saya tinggalkan barang di balik koran yang ada di bangku taman urutan pertama.. Silahkan ambil di situ..

Rina pun langsung mengarahkan dirinya menuju bangku pertama yang terletak dekat jalan masuk taman. Sambil melihat ke sekiling untuk memastikan tak ada satu pun orang, ia pun mengangkat koran tersebut dan menemukan sebuah kotak kecil dibungkus plastik kresek hitam. Rina langsung merobek bungkus plastik tersebut dan membuka kotak tersebut.

- Iklan -

Rina pun kemudian memasukkan botol obat tersebut ke saku celananya dan buru-buru meninggalkan bangku taman tersebut. Ia mengayunkan pedal sepedanya untuk pulang. Tak lama kemudian, Rina sudah berada di depan rumahnya, dengan perlahan-lahan, ia membuka pagar rumah agar tidak menimbulkan suara, lalu pergi ke garasi untuk mengembalikan sepeda. Baru saja ia mengira aksi kucing-kucingannya berhasil, tiba-tiba ia dikejutkan oleh kehadiran ibunya yang sedang berada di garasi.

” Eh Ibu… ngapain di garasi?”, tanya Rina pada ibunya. ” Habis dari mana kamu?”, tanya balik ibunya pada Rina. “Oh.. ini bu, tadi cuman iseng sepedaan aja

..”, jawab Rina gugup.

“Oh gitu, ya sudah, lain kali kalau mau keluar izin ya”, jawab ibu.

Rina pun buru-buru kembali ke kamar tidurnya dan mengunci pintu kamarnya rapat- rapat. Ia sangat lega karena ibu tidak mencurigai dia sama sekali. Dengan segera ia mengeluarkan botol yang berada di kantong sakunya, dan menaruhnya ke dalam saku ransel kuliahnya. Ia juga memasukkan beberapa pasang baju serta celana dompet dan juga buku catatan. Setelah selesai mengemasi barang-barang yang ia perlukan. Ia menutup lampu kamar dan langsung bergegas naik ke kasur untuk tidur.

Keesokan harinya, Rina bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung bergegas untuk mandi dan mengganti bajunya. Kemudian, ia keluar dari kamar sambil menggendong ransel yang telah ia persiapkan dari semalam, berjalan menuju ke meja makan. Di atas meja makan, terdapat notes kecil dari ibu untuknya

Rin, ibu udah buatin nasi goreng dimakan ya, ibu mau ke pengadilan

“Lagi-lagi ibu ngurusin orang itu”, batinnya dalam hati sambil meremas notes yang baru saja ia baca dalam genggaman tangannya. Padahal, ia berniat untuk mengobrol dengan ibu sejenak sebelum pergi. Rina yang merasa sangat kecewa saat itu, buru-buru ia memesan taksi online menuju ke stasiun kereta. Kali ini ia benar-benar pergi dengan perasaan kecewa. Ia pun membulatkan tekadnya untuk menjalankan misi rahasianya.

Setelah sampai di stasiun kereta, Rina buru-buru menukarkan tiket yang telah dipesannya jauh-jauh hari dan masuk ke dalam kereta. Selama perjalanan, Rina duduk terdiam sambil menangis dan merenungi permasalahan yang menimpanya. Semua bermula dari malam dimana ayahnya tiba-tiba terkena serangan jantung. Ia ingat betul, saat sedang makan malam, tiba-tiba ayahnya mendapat kabar bahwa uang investasinya dibawa lari oleh penipu.

Padahal uang investasi itu merupakan uang yang telah ayahnya kumpulkan selama berpuluh-puluh tahun menjadi pegawai kantoran, agar dapat menyekolahkan Rina sebagai sarjana kedokteran. Ayahnya langsung dilarikan ke rumah sakit, namun sayangnya Tuhan berkehendak lain, nyawa ayahnya tak tertolong. Kepergian ayah merubah banyak sekali kehidupan Rina dan ibunya. Rina yang saat itu masih duduk di bangku kelas 11, terpaksa harus mencari uang tambahan sebagai pelayan cafe untuk membayar uang sekolah, karena kala itu Rina menempuh pendidikan di sekolah swasta yang cukup elit. Ibunya pun juga terpaksa mencari penghasilan tambahan dengan berjualan kue kering dan menjadi guru les privat, karena penghasilannya sebagai guru sekolah dasar, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Akibat dari kesibukan mereka mencari penghasilan tambahan, Rina dan Ibu jarang sekali berkomunikasi satu sama lain. Hingga suatu ketika, saat Rina sedang berada di kelas 12, Ibu tiba-tiba membawa seorang laki-laki ke rumah, Ibu bilang Ia akan menikah dengan laki- laki tersebut. Awalnya Rina tidak setuju, hanya saja Ia tidak ingin Ibunya merasa kesepian, sehingga Ia menyetujui pernikahan Ibunya. Laki-laki yang menjadi ayah tiri Rina merupakan seorang bupati.

Setelah pernikahan Ibunya dengan Ayah tirinya, perekonomian keluarga Rina membaik. Rina tidak perlu lagi bekerja paruh waktu dan Ibunya pun juga tidak perlu lagi berjualan kue kering. Namun siapa sangka, kondisi yang dialaminya hanya bersifat sementara, Ayah tirinya tiba-tiba terlibat dalam kasus korupsi, karena menggelapkan anggaran daerah. Sehingga beberapa aset seperti rumah dan mobil disita. Ayah tirinya pun juga terlilit utang dana kampanye. Rina yang saat itu mengurungkan niatnya untuk masuk ke salah satu universitas kedokteran swasta, karena terkendala biaya.

Namun, cita-citanya untuk menjadi dokter belum sirna, setelah mencari informasi biaya perkuliahan yang murah, Rina pun memutuskan untuk mencoba seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Hampir setiap hari ia belajar mati-matian untuk ujian masuk tersebut, ditambah lagi ia juga harus kembali bekerja lagi untuk membantu keuangan keluarganya. Seperti kata pepatah hasil tidak akan mengkhianati usaha, Rina pun akhirnya lulus seleksi masuk perguruan tinggi negeri, namun Ia tidak diterima di jurusan kedokteran, melainkan jurusan Ilmu Komputer. Rasanya sedih sekali, karena menjadi dokter adalah impiannya sejak kecil. Karena terhalang biaya, Rina pun terpaksa melanjutkan perkuliahannya di jurusan ilmu komputer.

Selama berkuliah Rina benar-benar mengalami kesulitan. Dunia perkuliahan tidak semudah yang ia bayangkan. Tugas-tugas yang selalu menumpuk tiap minggu, dan Rina sendiri kesulitan untuk memahami bahasa pemrograman, karena sebenarnya Ia belum pernah belajar bahasa pemrograman secara khusus, ditambah lagi, jurusan yang Ia masukin bukan minatnya.

Di awal semester, Rina mengulang banyak sekali mata kuliah. Kesulitan yang dialaminya tidak pernah Ia ceritakan pada siapapun termasuk ibunya, karena Ia tidak ingin membebani ibunya, bahkan di sela-sela kesulitannya, Ia masih menyempatkan dirinya untuk bekerja paruh waktu untuk memenuhi biaya hidup perkuliahannya selama di Bandung. Setelah berkuliah selama 1 tahun, Ia dinyatakan drop out dari jurusannya karena IPKnya selama 2 semester sangat rendah dan jumlah SKS lulus yang diperolehnya sangat sedikit.

Ia merasa sangat hancur, tidak bisa berkata apa-apa. Merasa gagal menjadi seorang anak yang berbakti pada ibunya. Ia bahkan tidak memberitahu ibunya mengenai drop out yang dialaminya. Selama libur kenaikan semester ia benar-benar hanya mengurung diri di kamar selama berjam-jam. Apabila Rina ditanya mengenai perkuliahannya, Ia selalu berbohong mengatakan bahwa perkuliahannya sangat lancar. Ia tidak sanggup memberitahu kebenaran yang sesungguhnya kepada Ibu.

Selama liburan, ia terbesit pikiran, akankah lebih baik ia mengakhiri semua masalah ini, apakah lebih baik Ia pergi agar tidak menjadi beban bagi ibunya. Saat sedang membuka internet, tanpa sengaja ia melihat artikel mengenai pelarangan obat tidur Nembutal di Perancis, karena obat tidur ini sering digunakan sebagai obat bunuh diri. Dari situ, terlintas dipikiran Rina untuk merencanakan bunuh diri. Ia berencana untuk melakukannya setelah masa liburan perkuliahan berakhir. Setelah itu, ia memesan obat tersebut melalui website illegal. Ia juga mencari tempat yang tepat untuk bunuh diri. Ia akhirnya memutuskan untuk memesan hotel murah kecil yang sepi dekat kampusnya, sehingga tidak akan ada satupun orang yang dapat mencegahnya.

Setelah tiba di Bandung, Rina langsung memesan ojek dari stasiun kereta menuju motel tersebut. Sesampainya di hotel, ia langsung check in ke kamar dan mengunci pintu kamar tersebut dengan rapat. Ia langsung mengeluarkan pulpen dan mulai menulis surat untuk ibunya sambil menangis. Setelah selesai menuliskan surat, ia pun langsung mengeluarkan botol obat tersebut, dan mengeluarkan setengah isi botol pil tersebut dan meminumnya. Saat meneguk obat-obatan tersebut, pandangan disekitarnya perlahan mulai redup.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU