Rintik Hujan Penyesalan

*Tes*

Setetes darah menetes dari hidungnya. Rio terkejut dan segera berlari ke kamar mandi. Sesaat ia sudah di kamar mandi, ia berusaha untuk menghentikan darah yang mengalir dari hidung nya itu. Tetapi darah terus mengalir dengan deras. Rio mulai merasakan pening di kepalanya. Rio segera memejamkan matanya dan tidak berteriak ataupun bersuara karena tidak ingin membangunkan kakaknya itu.

Setelah ia merasa mendingan, ia segera mandi karena mungkin ia akan telat dan akan bertemu dengan kakaknya yang membencinya itu.

- Iklan -

Rio segera menuruni tangga dan ia membatu karena ia melihat ketiga kakaknya yang berada di ruang keluarganya itu.

“Halo k-kak. Se-selamat pa-pagi.” Kata Rio dengan sedikit terbata bata.

Lalu ketiga kakaknya itu menoleh ke pada adik bungsu mereka itu. Mereka segera mendekati adiknya itu dan menyeringai.

- Iklan -

‘Baiklah akan dimulai.’ Batin Rio dalam hati.

Rio tetap diam di tempatnya. Ia tidak akan melawan dengan apa yang dilakukan oleh kakaknya itu. Ia memandang jam sebentar dan terkejut. Jam sudah menunjukkan jam 06:00, ia terlambat. Ketika Rio ingin pergi dari kakaknya, Sang kakak pertama, Andra menarik tangannya dengan kasar.

“Eiy, mau kemana kau? Mau pergi sekolah? Mana ada sang pembunuh yang bersekolah ha?! Yang ada ia hanya membunuh orang yang TAK BERSALAH?!” bentak Andra kepada Rio dan meninju mukanya yang mulus itu.

- Iklan -

*Bugh*

“Iya, mana ada ya? Atau kau ingin menjadi seorang pembunuh pertama yang bersekolah yang akan membunuh teman temanmu ha?! HAHAHAHA.” lanjut kakak ke duanya Niko.

*Bugh*

*Bugh*

Rio hanya bisa pasrah dengan apa yang diperlakukan kedua kakaknya kepada dirinya. Namun ia masih heran. Kenapa kakak ketiganya tidak ikut memukulinya?

‘Ah sudahlah aku hanya akan menikmatinya saja asalkan kakakku bahagia.’ Rio hanya tersenyum miris. Namun rasa sakit itu muncul kembali. Dan tepat setelah kakaknya selesai.

“Ah sudahlah, gak lucu kalo muka halusnya jadi berwarna nanti kalo kita teruskan hahaha.

Bye bye PEMBUNUH.” kata Niko dengan menekankan kata pembunuh kepada Rio.

“Aye, aku setuju dengan mu. Oh ya, kamu mulai besok tidak aku beri uang lagi. Untuk apa aku menafkahi seorang pembunuh?” kata Andra sambil meninggalkan ku yang sedang menahan rasa sakit yang luar biasa di kepalanya.

Yang hanya bertahan di sampingnya hanyalah kak Dimas. Ia hanya menatap Rio dingin dan tajam. Lalu ia meninggalkan Rio sendiri dan menutup pintu kamarnya dengan keras hingga menggema ke seluruh ruangan. Namun, Dimas menatap pintu yang ia tutup dengan sendu

*Blam*

Para maid yang ada hanya mengasihaniku dan menatapku sendu, tetapi tidak ada yang berani mendekatiku. karena sekali mendekat akan di pecat oleh kak Andra.

Rio seketika terjatuh duduk dengan memegang kepalanya. Ia segera berlari keluar dari rumahnya dan menuju ke rumah sakit milik ayahnya. Ia berlari tak peduli dengan taksi yang berbaris rapi di parkiran. I

a hanya ingin ke dokternya yang sering merawatnya ketika ia sakit di sana. Karena pening yang ada di kepala yang seperti membuat kepalanya ingin meledak.Setelah 1 jam berlari ia berada di depan rumah sakit. Tanpa basa basi, ia segera ke ruang dokternya itu. Ketika sampai ke ruangan bertuliskan Devin Antavia atau dokter pribadinya tersebut. Tetapi ketika ia membuka pintunya, seketika semua penglihatannya gelap.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU