Sang Rembulan Fajar

Kata-kata semangat yang mengalun lembut di telinga, ungkapan menuju ketaatan yang semakin memuhasabah diriku untuk terus melakukan yang terbaik. Pesan-pesan ini tak ku dapat hanya satu kali atau dua kali namun setiap hari.

Aku memang awalnya tak peduli, tapi entah kenapa aku menjadi penasaran siapa sebenarnya dia yang mengaku sebagai perantara malaikat subuhku.

Saat aku membalas pesannya dan bertanya siapa dirinya dia selalu mengalihkan pembicaraan atau sekedar mengabaikan pesanku. Sempat kesal dan terkesan sangat misterius, akhirnya aku memutuskan untuk bertanya kepada teman-temanku, banyak dari mereka yang tidak mengenalinya.

- Iklan -

Beberapa hari aku tak menceritakan hal ini pada siapapun. Tiba-tiba salah satu temanku memberikan pesan kepadaku untuk menanyakan suatu hal. Kemudian aku pun tanpa sengaja menanyakan nomor misterius itu kepada temanku, dan ternyata temanku mengenalinya.

Temanku menceritakan tentang nomor misterius itu. Namanya Fahmi, dia dulu satu pesantren denganku. Tapi sekarang Fahmi sudah di percaya untuk mengurus masjid dari

mulai menjadi imam di masjid dan mengajar anak-anak mengaji. Dulu dia santri yang sangat rajin, adzan dan shalawat selalu menjadi rutinitasnya di pesantren. Dan masih banyak hal lain lagi yang membuatku kagum.

- Iklan -

Setelah mendengar cerita tentang Fahmi, aku tidak berani merespon apapun setiap pesan dari Fahmi yang masih saja menghiasi daftar teratas obrolan pesanku di whatsapp. Aku merasa minder, entah kenapa semakin lama ada rasa yang tak biasa. Aku tidak berani terlalu menyimpulkan bahwa itu adalah Cinta.

Aku belum pernah melihat sosoknya, aku hanya memandangi foto profilnya yang terlihat begitu menenangkan hati dengan setelan baju koko putih dan peci putih serta senyum manisnya. Astahgfirullah, aku baru saja memikirkannya. Dan setelah itu fajar menjadi waktu yang paling ku nanti.

Entah perasaan apa ini, aku diam- diam menyebut namanya dalam doaku, atas perlakuan hormatnya kepadaku selama waktu yang singkat ini aku takut terlalu membawa perasaanku. Bagiku, dia begitu sempurna, sosok laki-laki yang diidam-idamkan para wanita. Calon imam yang baik untuk merajut mimpi bersama menuju syurga-Nya.

- Iklan -

Berbeda denganku yang baru saja baru ingin memperbaiki diri, memimpikannya bak menantikan datangnya rembulan di lautan siang. Sedangkan begitu banyak bintang yang lebih pantas menemani sang rembulan. Terlalu fatamorgana aku yang seperti ini bersanding dengannya. Ya benar, dirinya yang diam-diam kini ku sebut dalam setiap doaku.

Biarlah kini aku memperbaiki diriku terlebih dahulu, seperti yang pernah dirinya katakan jika memang diberi kesempatan, akan ada waktu dan saat yang tepat untuk kita bertemu. Jika memang dia takdirku, Tuhan akan menuntunnya untuk kembali menemukanku.

Aku hanya perlu sedikit bersabar untuk menantikan kejutan yang telah Tuhan persiapkan. Aku pun akan belajar untuk tidak terlalu mengharapkan apapun darinya, karena sesuatu yang paling menyakitkan adalah berharap kepada manusia.

Penulis : Alida Nurlia Rifdiana

Alida Nurlia Rifdiana
- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU