Tamu yang Sebenarnya

Hari dimana Naya sudah diperbolehkan pulang pun tiba. Ibu mendorong kursi roda Naya menuju kamarnya.

“Gausah sekolah dulu, guru sudah tau kondisi Naya sehabis kecelakaan. Sekarang, Naya boleh minta apapun ke ibu dan ayah. Tapi, Naya harus makan yang banyak kaya dulu, harus istirahat dulu. Urusan sekolah biar ibu yang urus.”

“Naya udah tau kalau gausah sekolah dulu. Kaki Naya tinggal satu, nanti diejekin sama temen-temen. Kalaupun sekolah, Naya gaakan mau. Naya malu!”

- Iklan -

Ayah yang saat itu hendak masuk kamar pun berhenti sesaat sewaktu mendengar perkataan Naya tadi. Lalu ia pun masuk.

“Naya.. Ayah tau perasaanmu, ini sudah takdir Allah. Allah tau Naya kuat, lebih dari ayah. Makanya Allah kasih cobaan ke Naya. Allah tau Naya sanggup melewati ini semua, dan hanya Naya diantara kami yang mampu melewatinya.” Ucapan ayah Naya membuat Naya menangis.

“Kalau Naya kuat, kenapa Naya gabisa nahan air mata seperti sekarang? Kenapa cobaan ini begitu berat?”

- Iklan -

“Sedih boleh, nangis boleh, tapi jangan terus menerus. Kasian tubuhmu, kasian hatimu juga. Ibu tetap berada disisimu, kan ibu adalah tiang hidupnya Naya,” ucap ibu. Ia mengusap air mata anaknya. Sebenarnya, hati ayah sangat terpukul.

Melihat kondisi anaknya sekarang, membuatnya menyesal. Kalau saja ia pulang tanpa memberitahu istrinya, setidaknya Naya tidak akan terburu-buru saat hendak pulang ke rumah.

***

- Iklan -

Ulang tahun Naya tahun ini tidak dirayakan. Karena Naya enggan melakukan itu sekarang.

“Bu, ayah sebenarnya sudah membelikan sepatu untuk Naya. Ayah beli sebelum pulang kesini. Tapi melihat kondisinya sekarang…”

“Loh, kan kita sudah beli kaki palsu. Lebih baik sepatu itu disimpan! Kita siap-siap beri kejutan ini untuk Naya!”

Senyum Naya mengembang saat kaki kanannya sudah terpasang kaki palsu. Hal tersebut cukup mengobati perasaan Naya. Namun, ayah terus menyalahkan diri sendiri atas kecelakaan yang menimpa Naya.

Ibu mengajak ayah ke halaman belakang, mereka duduk di kursi.

“Jangan menyesal terus, ini bukan salah ayah. Ayah pulang untuk menghapus rindu Naya dan ibu. Lagian memang sudah waktunya ayah pulang. Tugas kita wajib membuat Naya bertahan dan terus semangat. Jalan dia masih panjang.“

“Yang menyesal adalah ibu. Kalau saja ibu tidak sibuk kerja, pasti yang antar jemput Naya adalah ibu. Biar dia tidak perlu naik sepeda, kecelakaan mungkin bisa dihindari. Sekarang ibu harus lebih kuat untuk Naya. Seperti kata Naya, ibu bagaikan tiang dan Naya atapnya. Ibu harus kuat dan bertahan supaya Naya ikut kuat dan bertahan dengan cobaannya.” Ucap ibu.

***

Beberapa bulan kemudian…

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU