Esa Kami Rindu

Kejadian itu terulang lagi dan lagi selama tiga kali. Bayangkan saja sahabatmu tidak memberi kabar selama tiga kali berturut-turut. Yang awalnya 2 minggu, kini menjadi 3 bulan, lalu menjadi 1 tahun.

Aku dan Daya sempat mendatangi rumahnya, dan hasilnya nihil! Keadaan rumahnya sudah kosong-melompong tanda tidak ada kehidupan di sana. Tidak menyerah, Kami berdua bertanya kepada tetangga sekitar, guru-guru, bahkan wali kelas dan hasilnya pun sama. Mereka hanya diberikan surat perpindahan Esa saja.

Bukankah itu tiba-tiba sekali? Sebenarnya ada apa? Rumit sekali teka-teki ini. Sudah membuat Kami khawatir, pusing, dan marah. Sungguh paket lengkap sekali Esa.

- Iklan -

Di siang bolong, seorang wanita paruh baya menghampiri rumahku. Aku terkejut, sungguh. Setelah sekian lama akhrinya Beliau datang menghampiri. Mulutku secara otomatis membentuk lengkungan kurva ke atas. Berseri-seri dan bahagia. Aku sempatkan bertanya di mana Esa? Dan Beliau hanya tersenyum teduh.

Aku ajaknya duduk di sofa ruang tamu. Telapak tangannya yang masih lembut walai sidah termakan usia itu mengusap tanganku dengan lembut. Lalu Ajukan pertanyaan, “Ada apa Bu? Apa ada sesuatu yang salah?” dan Beliau hanya menggeleng pelan.

Lagi-lagi aku bingung. Selang beberapa menit Beliau mengelus tanganku, Beliau membuka suara. “Begini Nak Angkasa, Ibu tahu kalau Kamu dan juga Nak Daya sangat merindukan Esa. Tapi maaf seribu maaf Nak, Ibu lalai menjaganya” Ucap wanita hebat di depanku ini dengan tegar. “Maksud Ibu bagaimana?” Kicauku.

- Iklan -

Ibu Esa menunduk dan mulai menjelaskan, “Esa, tahun lalu tepat 2 minggu sebelum Kamu mengajaknya pergi, Dia mulai kesemutan sehingga membuatnya sering lelah. Di sini Kami berpikir ada yang salah dengannya, sehingga Kami memutuskan untuk tidak menyekolahkannya selama dua minggu.

Berlanjut dengan pusing dan sulit berjalan. Di 1 bulan pertama Kami memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan menetap di sana sampai perawatan Esa selesai. Kami terus berdoa atas kesembuhannya namun bukannya membaik, keadaannya semakin parah. Dia mulai kehilangan keseimbangan tubuhnya, pengelihatannya yang kabur, oto-ototnya melemas, dan tidak dapat berbicara.

Dokter mendiagnosis Esa terkena kanker otak stadium satu. Lalu menyarankan agar dirawat lebih intensif lagi di luar negeri. Bulan ketiga Kami memindahkannya ke rumah sakit yang ada di Singapura. Menetapkan di sana selama kurang 1 tahun, tapi nyatanya tidak ada yang berubah. Esa bertambah sakit, hingga Tuhan memanggilnya tepat di hari ulang tahunmu 2 minggu yang lalu”.

- Iklan -

Hancur sudah hatiku. Air mata yang selama ini Aku bendung telah menetas deras melewati pipi. Aku menangis meraung-raung sembari memanggil nama Esa. Berharap dirinya kembali lagi.

Keadaan Daya? Tidak jauh dariku, Dia pun menangis tersedu-sedu. Esa telah pergi! He’s gone! I hate him! But I love him tho. I can’t. Sungguh kami tidak terima akan kenyataan pahit ini.

Esa Kamu dengar Kami? Bagaimana kabarmu hm? Sekarang Kamu pasti sudah bahagia di Surga ya? Kami tidak baik-baik saja di sini. Omong-omong bagaimana Surga? Review dong! Hehe bercanda, Sa. Maaf kala itu Aku Menertawakanmu saat Kamu tidak memiliki rambut sama sekali. Habisnya Kamu tidak beritahu Kami sih! Tapi jujur saja Kamu sangat jelek waktu itu hahaha.

Kenapa Kamu tidak menceritakannya pada Kami, Sa? Apakah Kamu tidak percaya pada Kami? Mau menyesali pun sudah tidak bisa karena nasi sudah menjadi bubur. Esa, Kami rindu. Rindu sekali bermain denganmu, Kami berharap Kamu akan terus bahagia di Surga ya? Kami akan selalu mendoakanmu dari sini! Selamat tinggal Mahesa Aditya! Terima kasih telah mewarnai hidup Kami.

Penulis : Wanda Fauziyah Rahmah

Wanda Fauziyah Rahmah
- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU