Sadewo Sang Penari Kethek Ogleng

“Ayo, Bu, kita pulang saja!” ajak Sadewo. Bu Minten pun menuruti ajakan anaknya tersebut.

“Sana pulang kalian!” usir Pak Tuo dengan kasar.

“Jangan pernah kembali ke rumahku lagi untuk mengemis bantuan! Sudah miskin, sok pula kalian ini! Mau jadi apa kau dengan kegiatan tari-tarimu yang tidak jelas itu, hah? Kau mau miskin sampai mati seperti bapakmu?” Pak Tuo tidak berhenti mencerca Sadewo dan Bu Minten.

- Iklan -

Sadewo mengabaikan semua cercaan yang keluar dari mulut Pak Tuo. Ia meminta agar ibunya mempercepat langkah kakinya agar sesegera mungkin pergi jauh meninggalkan rumah Pak Tuo.

***

Le, kamu ini sebentar lagi mau lulus SMP dan sejujurnya Ibu juga mengkhawatirkan nilai-nilai pelajaranmu,” aku Bu Minten.

- Iklan -

“Bu, Ibu kan tahu sendiri kalau aku itu agak sulit untuk memahami materi dari sekolah, jadi ya mohon dimaklumi kalau nilai pelajaranku tidak terlalu bagus. Aku itu lebih senang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas fisik, seperti pencak silat dan menari.

Ya, walaupun memang belum menghasilkan prestasi, tapi setidaknya aku senang melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu, Bu,” tutur Sadewo panjang lebar.

“Tapi Le, ibu juga kasihan kalau melihat kamu harus bolak-balik dari Arjosari ke sanggar tarimu di Tokawi. Itu terlalu jauh, Le,” keluh Bu Minten.

- Iklan -

“Ibu tidak usah khawatir tentang masalah itu. Selama ada Si Untung, sepeda kesayanganku peninggalan dari Bapak, jarak jauh itu tidak akan jadi masalah, Bu,” ungkap Sadewo membanggakan alat transportasi kesayangannya. Bu Minten hanya tersenyum simpul mendengar perkataan anak kesayangannya itu.

“Kalau saja kemarin Pak Tuo itu tidak membuat ulah, aku pasti sudah tampil di hadapan Bapak Bupati, Bu. Dan bisa saja bulan Agustus nanti aku ikut tampil di Istana Negara. Aku takut Mas Indra tidak mau memilihku untuk tampil di acara-acara besar lagi,” ucap Sadewo lirih.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU