Laiya menjawab tanpa memandang ke arah ku sedikit pun dia hanya fokus dengan bintang – bintang dilangit. “Nama yang bagus. Senang berkenalan denganmu.”
Sejak hari itu setiap minggu kami menghabiskan waktu malam menatap bintang dan berbagi cerita. “Lai, aku bawa buku cerita dari rumah nenek,” kataku sambil memanjat pohon.
“Kamu setiap minggu ke rumah nenek?”.
“Iya karena nenek menyarankan untuk bisa selalu melihat cucu – cucunya maka nenek membagi jadwal berkunjung ke rumahnya dan kebetulan aku mendapat jadwal berkunjung pada hari minggu.”
“Berarti cucu nenek banyak sampai kamu dapat jadwal hari minggu?”
“Tentu cucu nenek ada 7 dan aku yang terakhir karena itulah aku dapat jadwal hari terakhir. Tapi aku bersyukur bisa mendapat jadwal hari minggu karena bisa bertemu denganmu.”
Aku melihat senyum tipis dari wajahmu.
“Buku apa yang kamu bawa, Ryo?”
“Ini buku …”
Aku menghentikan kata – kataku setelah melihat judul buku itu. Aku melihat ke arah Laiya yang merasa penasaran. Aku pun menghela nafas dan berusaha memperbaiki kesalahanku “Ini ternyata bukan buku cerita melainkan majalah.”
Laiya pun tertawa “Bagaimana kamu bisa mengatakan kalau itu buku cerita.”
“Tadi nenek yang mengatakan bahwa di dalam tas ini ada buku cerita ternyata sebuah majalah.”
“Oh begitu ceritanya, biasalah namanya juga nenek sudah tua suka lupa.”
***
Sudah tiga bulan dari hari kita berkenalan sampai akhirnya aku mengungkapkan perasaanku “Aku merasa sepertinya aku jatuh cinta padamu. Jadilah kekasih ku.”
“Kamu yakin jatuh cinta pada ku, Ryo?. Nanti kamu menyesal mencintaiku.”
“Tentu saja. Aku tidak akan menyesal mencintaimu, karena aku mencintaimu apa adanya.”
“Terserah kamu mau menganggap aku apa.”
Sekarang aku menghabiskan waktu lebih lama bersama Laiya. Hingga aku memperkenalkan pada Laiya sahabat terbaikku.
Namanya Ria. Sebelumnya Ria selalu bersamaku, namun karena pekerjaan orang tuanya kami pun jarang bertemu. Ria itu orang yang ceria, periang, dan sangat perhatian.
